'Terapi hormonal jangka panjang Dienogest menjadi rekomendasi kuat pengelolaan Endometriosis' yang diselenggarakan oleh Bayer pada Jumat (8/3/2024) di Novotel Cikini, Jakarta - Popmama.com/Argya D. Maheswara
Walau begitu, dr. Kanadi menjelaskan bahwa diagnosis terhadap penderita Endometriosis sering terlambat. Ia menyebut bahwa deteksi Endometriosis di Indonesia baru bisa terjadi setelah 7 tahun mengidap.
"Dibutuhkan paling tidak 7 tahun untuk penderita nyeri haid agar mendapat didiagnosis sebagai penderita Endometriosis," terangnya.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi lambatnya diagnosis terhadap Endometriosis. Salah satu faktornya adalah faktor lingkungan dimana biasanya nyeri haid dinormalisasi. Hal ini biasanya terjadi pada remaja yang mengidap Endometriosis.
"Kenapa penderita lama diagnosis? Ada dua faktor. Pertama, lingkungan seringkali nyeri haid di normalisasi. Kebanyakan pasien sudah terjadi di masa remaja, masalahnya remaja individu yang masih dependen pada orang tua, dia pergi ke dokter harus bersama orang tuanya. Ini menjadi terlambat, apalagi kalau orang tuanya punya mispersepsi tentang Endometriosis," jelas dr. Kanadi.
Faktor lain yang mempengaruhi lambatnya diagnosis terhadap penderita Endometriosis juga terkadang berasal dari sisi tenaga kesehatan. Dalam hal ini, banyak tenaga kesehatan yang enggan mendiagnosa Endometriosis sebelum ada proses pembedahan atau deteksi secara langsung sampai Endometriosis terlihat.
"Masalah kedua ada di tenaga kesehatan, seringkali orang agak enggan mendiagnosis Endometriosis karena ada pandangan bahwa Endometriosis harus dilihat langsung lewat dibuka perutnya atau diteropong," tambahnya.
Saat ini, ia menjelaskan bahwa ada metode Nonvisualized Endometriosis dimana diagnosa dapat dilakukan tanpa pembedahan. Menurutnya, diagnosis terhadap Endometriosis dapat dilakukan sejak dini agar penderita mendapat penanganan yang kompleks.
"Belum lagi ada pemahaman bahwa harus ada kelainan, sering kali tenaga kesehatan tidak mendiagnosis Endometriosis. Padahal sekarang sudah ada Nonvisualized Endometriosis. Sekarang harus dianggap apabila ada yang datang dengan keluhan nyeri haid, harus dianggap sebagai penderita Endometriosis. Agar apa? Agar kita dapat kompleks menanganinya," tutur dr. Kanadi.
Ia juga menjelaskan bahwa ada dua indikator yang dapat dipahami agar para penderita Endometriosis dapat mendapat penanganan lebih awal.
"Ini sering jadi mispersepsi tentang kapan seorang perempuan harus datang mencari pertolongan. Para ahli mencari indikator apa yang bisa dipakai, ada Absenteeism dan Presenteeism. Absenteeism, kita mengenal sekarang ada akibat dari nyeri seseorang tidak dapat hadir di tempat dia beraktivitas. Lalu ada presentism, orang itu hadir tapi dia nggak bisa melakukan aktivitas secara penuh," jelas dr. Kanadi.