5 Cerita Suka Duka Jadi Perawat Pasien Corona

Mulai dari tidak bisa pulang sampai harus terkena stigma negatif

20 Juni 2020

5 Cerita Suka Duka Jadi Perawat Pasien Corona
Freepik/drobotdean

Sebagai garda terdepan dalam melawan corona, para tenaga kesehatan bekerja keras tanpa henti. Mereka punya suka duka tersendiri selama mengurus pasien positif corona. 

Popmama.com pun merangkumkan suka duka perawat selama mengurus pasien positif Covid-19. 

Seorang perawat yang bekerja di RSUP Persahabatan bernama Irvan Firdaus. Ia berbagi kisahnya dalam konferensi pers virtual bersama Pfizer Foundation dan Habitat for Humanity Indonesia. 

Seperti apa suka dukanya? Berikut penjabarannya.

1. Senang jika melihat perkembangan pasien membaik

1. Senang jika melihat perkembangan pasien membaik
Parents.com

Saat ini, RSUP Persahabatan Jakarta melayani sekitar 90 sampai 100 pasien corona setiap harinya. Para nakes ini bekerja 24 jam memastikan pasien terjaga dan terurus dengan baik. 

Selama mengurus pasien, hal yang membahagiakan menurut Irvan adalah melihat progres para pasien membaik. 

"Bahagia jika melihat pasiennya mengalami perkembangan yang baik. Apalagi sampai sembuh dan memberikan testimoni baik selama mereka dirawat di sini," tutur Irvan.

Selain itu, Irvan juga mengatakan bahwa bahagia jika melihat makin banyak pasien yang sembuh makin banyak di setiap harinya.

Editors' Pick

2. Mengenakan APD yang bisa memiliki efek tidak nyaman dan efeknya bagi kesehatan

2. Mengenakan APD bisa memiliki efek tidak nyaman efek bagi kesehatan
Pexels/Pixabay

Selain suka, ada banyak duka yang dialami para tenaga kesehatan ini. Salah satunya adalah memakai APD saat bekerja. 

"Di hari biasa, kita mengenakan APD level 1, sedangkan saat mengurus pasien corona, kita mengenakan APD level 3," ujar Irvan. 

APD level 3 ini terdiri dari hazmat, kacamata penuh, dan masker N95. 

"APD ini waterproof sehingga meningkatkan risiko dehidrasi karena berkeringat lebih banyak dibanding memakai pakaian biasa. Begitu juga dengan masker N95 di mana karbondioksidanya tidak sepenuhnya bisa keluar. Sehingga udara yang dihirup tidak sepenuhnya oksigen saja," lanjutnya. 

3. Juga, sudah berbulan-bulan tidak bisa bertemu keluarga

3. Juga, sudah berbulan-bulan tidak bisa bertemu keluarga
Freepik/tirachardz

Selain pekerjaan yang berbeda dari hari-hari biasa, mereka juga harus berjauhan dengan keluarga tersayang. Irvan merupakan satu dari banyak nakes yang harus menahan rindu pada keluarga. 

"Saya sudah 2 bulan tidak pulang ke rumah. Yang biasanya setiap hari bertemu anak istri, kini tidak bisa. Quality time bersama mereka pun terpaksa harus dilewatkan sementara ini," ungkapnya.

Ia tidak sendiri. Banyak tenaga medis yang memutuskan tidak pulang sementara ke rumah karena takut jadi carrier dan menularkan ke keluarga di rumah. 

Apalagi jika di rumah ada anak kecil dan orang tua di atas 50 tahun. Ketakutannya jadi lebih besar. 

Meski rindu, namun harus tetap ditahan. Semua demi perjuangan melawan Covid-19 di Indonesia. 

4. Harus menghadapi stigma negatif dari masyarakat

4. Harus menghadapi stigma negatif dari masyarakat
Freepik

Hal lain yang harus dihadapi para tenaga kesehatan ini adalah mendapat stigma negatif dari masyarakat. 

Dr. Rita Rogayah, Direktur Utama RSUP Persahabatan bercerita bahwa ada yang istrinya merupakan tenaga kesehatan dan keluarganya dijauhi masyarakat. 

"Bahkan suaminya diwajibkan mengetes diri apakah terjangkit virus atau tidak," ungkapnya.

Selain itu, banyak juga yang tidak diterima pulang ke kos-kosannya karena dianggap membawa virus. Padahal, menurut Irvan, mereka jauh lebih bersih saat di rumah sakit karena menaati protokol kesehatan di RS. 

5. Tidak bisa beristirahat dengan nyaman

5. Tidak bisa beristirahat nyaman
Freepik/jcomp

Karena tidak bisa pulang ke rumah atau kos-kosan, para nakes akhirnya tidur sembarangan di rumah sakit. Meski beberapa rumah sakit menyediakan tempat tidur sementara di RS, namun tetap saja tidak bisa beristirahat dengan maksimal. 

"Kita mau menginap di tempat lain juga sungkan. Bahkan mau memesan hotel malah dibilangnya sudah penuh semua," ujar Irvan. 

Akhirnya, mereka tidur seadanya di lorong RS atau di kursi-kursi yang digabungkan jadi satu. 

"Syukurnya, ada saja relawan yang bersatu untuk memberikan tempat istirahat yang nyaman bagi para nakes," kata Rita. 

Sejauh ini, masyarakat sudah lebih teredukasi dalam melihat nakes yang mengurus corona. Mereka tidak lagi mencap negatif atau penyebar virus, namun sudah lebih paham. 

Untuk itu, penting sekali kita tetap mendukung para tenaga kesehatan ini dalam bertugas melawan covid-19. Jangan mengucilkan mereka, dan tetaplah diam di rumah sampai angka penyebarannya bisa ditekan. 

"Yang pasti, kami tidak pernah menyerah, tidak pernah terserah, dan tetap semangat melawan Covid-19," tutup Rita. 

Baca juga:

The Latest