Dwarfisme Alias Manusia Kerdil Bisa Dikenali Sejak Lahir, Ini Caranya!

Sudah tahu mengenai dwarfisme belum nih, Ma?

5 Agustus 2021

Dwarfisme Alias Manusia Kerdil Bisa Dikenali Sejak Lahir, Ini Caranya
Pixabay/Alexas_Fotos

Setiap orang tentu ingin memiliki berat dan tinggi badan yang ideal ya, Ma. Postur tubuh anak yang normal tentu menjadi impian semua orangtua. 

Namun, ada juga anak-anak yang kurang beruntung dengan kondisi kurang normal. Bahkan ada juga gangguan yang disebut dwafisme yang memengaruhi perkembangan tubuh si Kecil menjadi pendek. 

Kurangnya informasi dan pengetahuan pun membuat beberapa orangtua masih belum memahami gangguan dwafisme. Padahal gangguan ini bisa didekteksi sejak kehamilan atau saat si Kecil terlahir. 

Untuk Mama yang ingin mengetahui gangguan dwafisme secara lebih lengkap. Kali ini Popmama.com sudah merangkumnya, semoga bisa membantu. 

1. Apa itu dwarfisme?

1. Apa itu dwarfisme
Pixabay/jill111

Dwarfisme adalah sebutan untuk seseorang yang memiliki kelainan fisik, sehingga tubuhnya sangat pendek alias kerdil dibandingkan orang normal lainnya. Masalah genetik yang dipengaruhi riwayat keluarga dan kondisi medis tertentu menjadi pemicu seseorang mengalami dwarfisme. Kelainan genetik sejak dalam kandungan dapat diturunkan dari salah satu atau kedua orangtua. 

Little People of America (LPA) merupakan sebuah kelompok advokasi yang pertama kali memprakarsai istilah dwarfisme untuk menggambarkan orang-orang dengan tinggi badan sekitar 120-140 cm saat sudah di usia dewasa. Hal inilah yang membuat seseorang dengan dwarfisme disebut manusia kerdil karena bertubuh pendek. 

Dwarfisme bisa terjadi karena adanya gangguan metabolisme tubuh yang diakibatkan masalah kurang gizi, sehingga memicu gangguan hormon pertumbuhan yang dapat menghambat perkembangan tulang. Dwarfisme dibagi menjadi dua kategori besar antara lain:

  • Dwarfisme proporsional menggambarkan kondisi keseluruhan yang memang berperawakan kerdil dan tampak proporsional. Perlu disadari kalau kondisi ini akan muncul pada usia dini akibat pertumbuhan tulang yang terbatasi.  
  • Dwarfisme tidak proporsional menggambarkan ukuran tubuh yang cukup berbeda-beda. Jika diperhatikan secara keseluruhan, tidak semuanya terlihat kerdil. Ada beberapa bagian tubuh yang memang berukuran kecil, namun beberapa tubuh lain masih memiliki ukuran di atas rata-rata. 

Lalu dwarfisme tidak proporsional dikategorikan menjadi 3 tipe yaitu achondroplasia, spondyloepiphyeal dysplasia congenital (SEDC) dan diastropik displasia.

Perlu diketahui kalau achondroplasia dan displasia skeletal termasuk jenis yang paling sering ditemukan. Dua kondisi ini membuat pertumbuhan tulang tidak normal, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tulang menjadi tidak proporsional

2. Mengenal ciri-ciri dwarfisme pada bayi

2. Mengenal ciri-ciri dwarfisme bayi
Pixabay/dhanelle

Sebagai orangtua, Mama perlu mengetahui kalau dwarfisme bisa terjadi pada bayi. Saat kelahiran bayi, dwarfisme bisa dideteksi melalui beberapa tanda dan bisa mengenalinya dengan pemeriksaan rutin. 

Bahkan sejak masih di dalam kandungan, janin bisa diketahui terkena dwarfisme melalui bantuan ultrasonografi. Beberapa ciri-ciri pada bayi yang terlahir kerdil bisa dilihat dengan beberapa tanda, seperti: 

  • Bentuk kaki bengkok.
  • Tulang hidung tidak rata. 
  • Rahang bayi terlihat menonjol. 
  • Tulang belakang bawah melengkung ke arah depan. 
  • Kepala besar dengan dahi lebar sebagai tanda achondroplasia. 

Bahkan jika sudah cukup besar usianya, si Kecil bisa mengalami keterlambatan kemampuan motorik dan imunitas yang mudah menurun. 

Untuk melihat dwarfisme pada bayi ini cukup membutuhkan kepekaan. Jika bayi memiliki kecenderungan mengalami dwarfisme proposional, maka lebih mudah dideteksi karena terkait masalah genetik. 

Namun, jika sudah menyangkut kekurangan hormon akan lebih sulit untuk dideteksi pada bayi.

Biasanya dwarfisme bisa dideteksi pada bayi jika sudah memasuki usia dua atau tiga tahun. Saat sudah diketahui mengalami dwarfisme, sebaiknya terus melakukan pemeriksaan secara rutin mulai dari mengukur tinggi badan, berat badan hingga lingkar kepala anak. 

Baca juga: Stunting pada Anak dan Efeknya Terhadap Pertumbuhan Otak dan Fisik

3. Alternatif pengobatan dalam mengatasi dwarfisme

3. Alternatif pengobatan dalam mengatasi dwarfisme
pixnio.com

Pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengurangi hal-hal buruk yang terjadi pada tubuh serta berbagai komplikasi akibat dwarfisme. Beberapa alternatif pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi dwarfisme antara lain: 

  • Terapi hormon

Terapi hormon bisa dilakukan dengan memberikan suntikan hormon sintetis. Ini dilakukan setiap hari pada anak-anak yang memiliki kekurangan hormon pertumbuhan agar semakin tercukupi. Bahkan dapat membantu si Kecil mencapai tinggi badan maksimalnya. 

Selain suntikan hormon sintesis ada juga suntikan estrogen yang dapat diberikan hingga pasien mencapai usia menopause. 

  • Operasi

Operasi menjadi salah satu cara sebagai pertumbuhan tulang yang optimal. Melalui operasi, para pemilik dwarfisme juga dapat memperbaiki bentuk tulang belakang dan mengurangi tekanan saraf yang terjadi. 

Melalui pengobatan ini, setidaknya dapat memaksimalkan fungsi tubuh serta kemandirian selama beraktivitas. Pengobatan dwarfisme juga perlu dilakukan agar tidak memicu terjadinya berbagai komplikasi. Sejumlah komplikasi bisa terjadi seperti: 

  • Terjadi peradangan sendi. 
  • Saraf tulang belakang kejepit.
  • Gigi tumbuh secara bertumpuk.
  • Mengalami gangguan pernapasan saat tidur. 
  • Gangguan nyeri bisa sewaktu-waktu kambuh.
  • Meningkatkan risiko infeksi pada telinga bahkan kehilangan pendengaran. 
  • Berat badan meningkat secara berlebihan, sehingga memicu gangguan pada sendi dan tulang.  
  • Mengalami keterhambatan perkembangan kemampuan motorik, seperti merangkak, duduk dan berjalan.

Itulah beberapa mengenai dwarfisme hingga pengobatan yang tepat. Semoga yang belum mengetahui informasi ini bisa teredukasi ya, Ma. 

Baca juga: Menurut Nutrisionis, Stunting pada Anak Dapat Dicegah Sejak Hamil Muda

The Latest