Imunoterapi, Pengobatan Kanker Kepala & Leher yang Minim Efek Samping

Kurang familiar, ketahui pengobatan dan pencegahan kanker kepala dan leher

14 Juli 2021

Imunoterapi, Pengobatan Kanker Kepala & Leher Minim Efek Samping
Unsplash/NCI

Berbeda dengan jenis kanker lainnya, saat ini masih banyak orang yang belum familiar dengan kanker kepala dan leher. Tumor ganas ini berkembang di dalam atau sekitar tenggorokan, laring (kotak suara), serta hidung, amandel, sinus dan mulut.

Kanker kepala dan leher akan bermula pada sinus paranasal, rongga hidung dan mulut. Selain itu, juga pada kelenjar ludah, pangkal tenggorokan, serta rongga di belakang hidung dan mulut yang menghubungkan keduanya ke kerongkongan.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sub-spesialis dalam Hematologi, dr. Andhika Rachman SpPD KHOM memberikan peringatan kepada seluruh masyarakat untuk tetap mewaspadai adanya kanker kepala dan leher sejak dini.

Hal ini lantaran banyak pasien yang telat menyadari dan sudah dalam kondisi yang sangat berisiko. Sebagaimana disebutkan dr. Andhika, "Misal keluhan penurunan berat badan drastis tidak disadari, kurang nafsu makan hingga ada mimisan, itu salah satu gejala."

Dalam kondisi tertentu, dr. Andhika memaparkan bahwa ketika lokasi sel kanker jauh dan tidak mungkin dilakukan operasi pengangkatan, maka dapat dilakukan dengan imunoterapi atau pengobatan melawan kanker dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh seseorang untuk membunuh sel kanker dengan efek samping yang lebih minim.

Untuk mengetahui informasi selengkapnya terkait pengobatan imunoterapi untuk pengobatan kanker kepala dan leher, berikut Popmama.com telah merangkum informasinya.

1. Gejala kanker kepala dan leher yang perlu diwaspadai

1. Gejala kanker kepala leher perlu diwaspadai
Unsplash/NCI

Lebih sering menyerang area hidung dan tenggorokan, umumnya gejala yang muncul pada penderita kanker kepala dan leher adalah adanya mimisan, nasofaring dan orofaring mimisan atau hidung terasa penuh, keluhan sulit bernafas, hingga tidur mengorok.

Ciri kanker leher juga bisa muncul pada lidah, misal rongga mulut yang luka dan sulit sembuh atau sariawan di lidah. Adapun gejala lainnya menurut dr. Andhika yang biasa ditemukan pada penderita kanker kepala dan leher adalah adanya benjolan atau karena merasakan telinga dan hidung seperti penuh.

“Tercium bau busuk dari mulut dan hidung harus dikaitkan gejala lain. Sakit kepala terus, hidung terasa penuh ada bengkak di pipi misal di daerah sinus hingga wajah asimetrik,” papar dr. Andhika.

2. Kebanyakan pasien telat menyadari dan sudah dalam kondisi yang parah

2. Kebanyakan pasien telat menyadari sudah dalam kondisi parah
Unsplash/NCI

Dalam paparannya, dr. Andhika juga menyebutkan bahwa kebanyakan pasien kanker leher dan kepala baru menyadari kondisi tersebut ketika sudah dalam stadium lanjut, yakni stadium IIIB dan IV.

"Kebanyakan orang kita itu datang ketika dengan keluhan baru kontrol. Sehingga diketahui setelah stadium lanjut," jelasnya.

Adapun orang-orang yang perlu diwaspadai adalah laki-laki dan mereka yang berusia di atas 50 tahun. Hal ini disebutkan dr. Andhika karena ada kaitannya dengan merokok.

Disebutkan oleh dr. Andhika, "Laki-laki karena faktor mayoritas risiko rokok tembakau. Bisa 4 hingga 10 kali lipat risiko muncul. Lainnya risiko alkohol, infeksi karena penyakit menular dan virus HPV.”

Ia juga menambahkan, semakin cepat seseorang terdeteksi, maka semakin besar pula angka kesembuhan dan survival rate-nya. Misal untuk penderita stadium awal memiliki tingkat kesembuhan 85,5%, sedangkan penderita kanker yang sudah ada di daerah regional kelenjarnya, angka survival-nya 66,8%. Sedangkan yang sudah metastasis akan turun menjadi 40%.

3. Memanfaatkan pengobatan imunoterapi

3. Memanfaatkan pengobatan imunoterapi
Pixabay/maleni_ferrari

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa pengobatan kanker kepala dan leher kini bisa diobati dengan pengobatan imunoterapi yang lebih maksimal dan minim efek samping.

Imunoterapi adalah pengobatan melawan kanker dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh seseorang untuk membunuh sel kanker.

Imunoterapi juga memiliki tujuan yang sama dengan terapi target yang dikembangkan sebelumnya, tetapi perbedaannya adalah langsung menyasar sel kanker, sehingga membuat sel kekebalan tubuh penderita lebih aktif melawan kanker.

Dr. Andhika menyebutkan bahwa imunoterapi merupakan jawaban bagi pengobatan kanker dengan keampuhan maksimal tetapi memiliki efek samping minimal yang tidak seberat dibandingkan kemoterapi.

"Efek samping juga ringan dan pasien bisa beraktivitas dengan baik," ungkap dr. Andhika.

Imunoterapi bekerja dimana pasukan Sel-T akan bekerja memberi perlawanan akan sel kanker. "Ada mekanisme sel kanker tidak dikenali sel imunitas dan bikin kanker bertambah. Tapi tambah obat imunitas perbaiki sistem imun dan buat efektif sel T," lanjutnya.

Imunoterapi juga dijadikan kombinasi akhir untuk perawatan kanker dan menjadi harapan bagi pasien kanker untuk dapat hidup lebih panjang. Saat ini, imunoterapi sudah digunakan oleh dr. Andhika untuk pengobatan pasien kanker kepala dan leher, kanker payudara, kanker pankreas, dan kanker empedu.

"Tiga tahun terakhir ini respon dan animo masyarakat cukup baik. Ini terutama bagi mereka yang menginginkan terapi kanker lebih nyaman dan tidak berat seperti dahulu. Sudah bisa gunakan dan tidak sebabkan perburukan atau drop pasien," tutupnya.

Baca juga:

The Latest