Unsplash/David Von Diemar
Berdasarkan keterangan dari Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Prof Dr Tatacipta Dirgantara, cuaca pada Selasa sore diketahui sedang hujan. Rasyid dan rekannya disebut melakukan uji coba sesudah hujan reda.
Namun, dikarenakan hujan sudah terjadi pada Senin dan Selasa, kondisi tanah yang berada di Lanud Sulaiman menjadi basah. Sementara itu, pasak dari alat pelontar pesawat tanpa awak ditancapkan di tanah.
Para mahasiswa pun menyiapkan pelontar pesawat berukuran besar seperti ketapel yang ditancapkan ke tanah. Sayangnya, kondisi basah itu membuat tanah tak kuat menahan pasak. Saat pelontar ditarik, pasak itu tercabut dari tanah dan karetnya mengenai orang.
"Biasanya pelontarnya ditancapkan ke tanah, pasaknya ke tanah. Karet ditarik (saat) pesawat dicantolkan dan diterbangkan. Waktu sedang ditarik pasaknya tercabut karena tanahnya lembek bekas hujan," ujarnya, dikutip dari laman IDN Times.
Ada dua orang yang terkena alat tersebut. Tatacipta menjelaskan bahwa satu orang yang terkena alat itu hanya mengenai tangan dan kondisinya tidak apa-apa. Di sisi lain, alat itu mengenai area fatal pada tubuh Rasyid, yakni belakang leher.
"Ketapel gede ditarik beberapa orang, dia (almarhum) narik, pasak kecabut mental kena ke korban. Pas kena ke lokasi yang fatal bagian leher belakang," jelasnya lagi.
Dengan demikian, tanah yang basah itulah menurutnya yang menjadi penyebab utama kecelakaan hingga membuat Rasyid meninggal dunia.
Dia pun memastikan bahwa pesawat tanpa awak tersebut dalam kondisi baik dan siap terbang.