5 Puisi Widji Thukul yang Menggambarkan Perjuangan

Melawan melalui tulisan dan kumpulan puisi Widji Thukul

6 Januari 2023

5 Puisi Widji Thukul Menggambarkan Perjuangan
Pexels/Andrea Piacquadio

Jika berbicara soal perjuangan, mungkin bisa sangat luas maknanya. Hal ini pun tergantung dari segi mana yang ingin diperjuangkan.

Misalnya soal puisi yang ditulis oleh Widji Thukul, atau yang bernama asli Widji Widodo, seorang penyair sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Widji bukan hanya berjuang membela hak-hak orang yang membutuhkan, namun perjuangannya bisa kita rasakan sampai saat ini melalui karyanya, termasuk puisinya.

Nah, berikut Popmama.com sudah rangkum beberapa puisi dari tokoh yang ikut serta dalam melawan penindasan orde baru.

1. Peringatan

1. Peringatan
Freepik/Jcomp
Ilustrasi

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gasat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

Maka hanya ada satu kata: lawan!

Editors' Pick

2. Di bawah selimut kedamaian palsu

2. bawah selimut kedamaian palsu
Freepik/Racool_studio
Ilustrasi

Apa guna punya ilmu

Kalau hanya untuk mengibuli

Apa gunanya banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

Di mana-mana moncong senjata

Berdiri gagah

Kongkalikong

Dengan kaum cukong

Di desa-desa

Rakyat dipaksa

Menjual tanah

Tapi, tapi, tapi, tapi

Dengan harga murah

Apa guna banyak baca buku

Kalau mulut kau bungkam melulu

3. Bunga dan tembok

3. Bunga tembok
hypebeast.com

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

kau hendaki tumbuh

Engkau lebih suka membangun

rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

kau kehendaki adanya

Engkau lebih suka membangun

jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang

dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga

Engkau adalah tembok itu

Tapi di tubuh tembok itu

Telah kami sebar biji-biji

Suatu saat kami akan tumbuh bersama

Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami

Di manapun tirani harus tumbang!

4. Suara dari rumah-rumah miring

4. Suara dari rumah-rumah miring
Pixabay/Onyotomo
Ilustrasi

Di sini kamu bisa menikmati cicit tikus

Di dalam rumah miring ini

Kami mencium selokan dan sampan

Bagi kami setiap hari adalah kebisingan

Di sini kami berdesak-desakan dan berkeringat

Bersama tumpukan gombal-gombal

Dan piring-piring

Di sini kami bersetubuh dan melahirkan

Anak-anak kami

Di dalam rumah miring ini

Kami melihat matahari menyelinap

Dari atap ke atap

Meloncati selokan

Seperti pencuri

Radio dari segenap penjuru

Tak henti-hentinya membujuk kami

Merampas waktu kami dengan tawaran-tawaran

Sandiwara obat-obatan

Dan berita-berita yang meragukan

Kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak

Tapi bersama hari-hari pengap yang menggelinding

Kami harus angkat kaki

Karena kami adalah gelandangan

5. Sajak suara

5. Sajak suara
Pixabay/Succo
Ilustrasi

Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam

Mulut bisa dibungkam

Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang

dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan

di sana bersemayam kemerdekaan

Apabila engkau memaksa diamaku

Siapkan untukmu: pemberontakan!

Sesungguhnya suara itu bukan perampok

yang ingin merayah hartamu

Ia ingin bicara

Mengapa kau kokang senjata

dan gemetar ketika suara-suara itu

Menuntut keadilan?

Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata

Ialah yang mengajari aku bertanya

dan pada akhirnya tidak bisa tidak

Engkau harus menjawabnya

Apabila engkau tetap bertahan

Aku akan memburumu seperti kutukan

Kebanyakan puisi dari Widji Thukul berbicara tentang kesenjangan hak, perlawanan bagi kaum tertindas, dan memperjuangkan hak-hak orang yang membutuhkan.

Seperti digambarkan dalam puisi tadi, Mama bisa merasakan beberapa amarah yang tertuang melalui pena Widji Thukul.

Baca juga:

The Latest