5 Alasan Laki-Laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang' atau Ereksi

Jangan langsung berprasangka buruk, ketahui dulu alasan berikut!

30 Mei 2021

5 Alasan Laki-Laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang' atau Ereksi
Freepik/ Jcomp

Tak hanya perempuan, nyatanya kini laki-laki pun dapat mengalami kekerasan seksual, khususnya mengalami kasus pemerkosaan.

Buktinya, pada April yang lalu, hal tersebut sempat terjadi pada seorang remaja laki-laki asal Probolinggo, Jawa Timur, yang menjadi korban pemerkosaan seorang biduanita atau penyanyi dangdut perempuan. Ia yang masih di bawah umur ini mengaku dicekoki minuman keras dan diperkosa selama tiga hari oleh pelaku.

Jika perempuan dapat diperkosa ketika hilang kesadaran, namun bagaimana dengan laki-laki? Apakah mungkin laki-laki bisa mengalami ereksi ketika ia tidak menginginkannya atau bahkan berada dalam kondisi tertekan?

Jawabannya adalah bisa! Ya, menurut pakar, laki-laki masih bisa berereksi meski mereka berada dalam keadaan yang tidak mengenakan. Bagaimana bisa? Dilansir dari laman IDN Times, berikut Popmama.com telah merangkum 5 alasan dan penjelasan lengkapnya!

1. Penis laki-laki sensitif terhadap sentuhan

1. Penis laki-laki sensitif terhadap sentuhan
Unsplash/Dainis Graveris

Untuk memahami fenomena ini secara lebih dalam, kita harus mengetahui seperti apa anatomi organ seksual laki-laki. Area itu merupakan salah satu bagian paling sensitif di sekujur tubuhnya. 

Sebab, terdapat banyak ujung saraf di permukaan penis. Sensitivitas penis umumnya memuncak saat laki-laki sedang dalam masa pubertas atau di usia remaja.

Bahkan, dilansir dari laman Living Well, remaja laki-laki bisa sensitif terhadap sentuhan di sekujur tubuhnya. Kondisi tersebut membuat mereka sering mengalami gairah seksual yang tidak disengaja atau tidak diinginkan.

Misalnya ketika area organ intim tak sengaja tersentuh, mengalami getaran saat berada di kendaraan, saat periksa alat kelamin ke dokter, atau bahkan ketika memangku kucing.

Editors' Pick

2. Alasan laki-laki yang diperkosa tetap bisa ereksi

2. Alasan laki-laki diperkosa tetap bisa ereksi
Unsplash/Deon Black

Dari poin pertama, kita bisa menyimpulkan bahwa penis yang ereksi atau tegang terkadang tidak bisa dikontrol. Lalu pertanyaannya, kenapa korban pemerkosaan bisa mengalami ereksi jika dirinya menolak tindakan pelaku?

Secara psikologis, korban mungkin menolak tindakan pelaku. Namun, ketika tubuh terus-menerus diberi rangsangan, penis akan ereksi walaupun korban tak menginginkannya.

Sebab, ketika disentuh, hormon akan 'memerintahkan' darah mengalir ke area tersebut, sehingga penis menjadi 'tegang' secara tidak disengaja.

Menurut studi dari Criminal Law and Philosophy tahun 2019 yang berjudul 'Can a Woman Rape a Man and Why Does It Matter?', dijelaskan bahwa laki-laki kemungkinan besar tetap 'tegang', menunjukkan tanda bahwa mereka bergairah, dan bahkan ejakulasi saat mengalami pemerkosaan.

Mekanismenya sama seperti perempuan yang mengalami lubrikasi saat menjadi korban pemerkosaan. Seperti yang dipaparkan sebelumnya, ini merupakan reaksi normal tubuh yang sulit untuk dikontrol, terlebih saat seseorang mengalami pemaksaan, tidak berdaya, dan dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan.

Hal ini terasa membingungkan dan menakutkan bagi korban. Tubuhnya disentuh tanpa izin tetapi respons fisik yang dikeluarkan tak sesuai dengan kata hati. 

3. Rasa takut juga bisa membuat laki-laki ereksi dan ejakulasi

3. Rasa takut juga bisa membuat laki-laki ereksi ejakulasi
Unsplash/Deon Black

Selain rangsangan yang diberikan oleh pelaku, laki-laki juga bisa mengalami ereksi saat mereka ketakutan. Kondisi inilah yang sering terjadi pada korban pemerkosaan.

Sebuah laporan dalam Journal of the American Academy of Psychiatry and the Law berjudul 'Male Victims of Sexual Assault: Phenomenology, Psychology, Physiology' menjelaskan kenapa ini bisa terjadi.

Laki-laki bisa mengalami ejakulasi secara spontan ketika mereka merasa takut, cemas, dan berada di bawah tekanan yang hebat.

Tubuhnya juga akan menunjukkan tanda-tanda gairah seperti terangsang, ereksi, jantung berdebar-debar, dan lainnya. Apalagi ketika mereka diancam dan dalam kondisi tak bisa melawan. 

4. Pengaruh stereotipe dan toxic masculinity

4. Pengaruh stereotipe toxic masculinity
Freepik

Dua hal yang paling menyulitkan laki-laki saat mengalami pemerkosaan adalah stereotip dan toxic masculinity. Ada beberapa label yang lekat pada kaum adam yang dinilai bertentangan dengan kasus pemerkosaan, di antaranya:

  • Laki-laki dianggap selalu mau melakukan seks. Masyarakat merasa bahwa kaum adam tidak akan pernah menolak hal ini, sehingga korban dipandang beruntung dan harus berterima kasih kepada perempuan yang memerkosanya;
  • Laki-laki dipandang sebagai makhluk yang kuat, sehingga masyarakat menganggap bahwa pemerkosaan tidak mungkin terjadi padanya. Status 'pemerkosaan' pun diragukan;
  • Seks adalah sesuatu yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Hal ini tentu salah karena kedua pihak seharusnya memiliki peran yang sama;
  • Laki-laki dianggap tidak kehilangan apa-apa saat diperkosa, berbeda dengan perempuan. Padahal, siapa pun yang menjadi korban pemerkosaan pasti akan mengalami trauma yang bisa merenggut seluruh hidupnya di masa depan.

Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab untuk menginvalidasi kejadian pemerkosaan yang dialami laki-laki.

Padahal, semua korban tindak kejahatan seksual itu sama-sama menderita, merasakan sakit, dan kehilangan kehidupannya. Terlepas dari apa gender mereka. 

5. Ereksi dan ejakulasi tidak berarti menikmati

5. Ereksi ejakulasi tidak berarti menikmati
Freepik/tut

Ereksi atau bahkan ejakulasi ini sering disalahpahami oleh pelaku dan masyarakat. Keduanya sama sekali tak berarti bahwa korban menikmati tindakan pemerkosaan.

Padahal, sama sekali tidak. Pemerkosaan dalam bentuk apa pun itu tidak pernah menyenangkan untuk korban, tak peduli apa gender mereka. Korban pemerkosaan bahkan tak jarang menyalahkan respons tubuhnya yang tidak sesuai ekspektasi.

Kombinasi antara rasa sakit, bingung, dan gairah yang tak diinginkan akan membuat korban malu dan bahkan jijik terhadap dirinya sendiri.

Maka dari itu, tindakan victim blaming atau menyalahkan orang yang diperkosa tidak boleh dinormalisasi dan dibiarkan. Hal ini bukan hanya menyakiti korban, tetapi juga menunjukkan bahwa masyarakat kita tidak memiliki empati terhadap sesama. 

Itulah kelima alasan mengapa laki-laki korban pemerkosaan tetap bisa 'tegang' atau ereksi. Pemerkosaan terhadap laki-laki itu nyata dan benar-benar terjadi di luar sana, meskipun jarang diberitakan.

Jangan gunakan pengalaman menyakitkan ini untuk menghina dan menyalahkan korban. Kita sebagai masyarakat seharusnya melindungi mereka dan membantu proses hukum agar pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal. 

Disclaimer: Artikel ini sudah diterbitkan di laman IDN Times dengan judul: "Laki-laki Korban Pemerkosaan Tetap Bisa 'Tegang'? Ini Penjelasannya"
Penulis: Izza Namira

Baca juga:

The Latest