Prihatin! Ini Bedanya Pasien Corona di Indonesia dan di Luar Negeri

Video yang diunggah oleh Deddy Corbuzier sontak dibanjiri beragam komentar netizen!

17 Maret 2020

Prihatin Ini Beda Pasien Corona Indonesia Luar Negeri
Instagram.com/mastercorbuzier

Segera setelah Jokowi mengumumkan kasus pertama COVID-19 yang dialami oleh dua warga Depok, pemerintah pun langsung cepat tanggap mengatasi pasien yang terinfeksi.

Pemerintah bahkan telah menanggung biaya penanggulangan infeksi virus corona. Selain anggaran dari Kemenkes, biaya penanggulangan juga dibebankan kepada pemerintah daerah dan atau sumber dana lain yang sah.

Jokowi mengatakan pemerintah telah menyiapkan lebih dari 100 rumah sakit yang dilengkapi dengan ruang isolasi virus corona berstandar WHO. Pemerintah juga telah memiliki tim gabungan TNI/Polri dengan sipil untuk menghadapi risiko penyebaran virus corona.

Meski begitu, nyatanya penanganan kasus corona di Indonesia diketahui masih belum berjalan sesuai dari prosedur yang diterapkan oleh negara-negara lainnya. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh perempuan yang diketahui telah terinfeksi virus corona kategori PDP.

Mengetahui adanya kasus tersebut, berikut Popmama.com telah merangkum beberapa informasi pentingnya!

Editors' Pick

1. Video viral penanganan pasien corona di Indonesia

Pada Senin (17/03/2020) kemarin, Deddy Corbuzier mengunggah video ungkapan kecewa dari perempuan yang disinyalir terinfeksi virus corona kategori PDP di akun Instagram pribadinya. Hal tersebut bahkan sampai mengundang banyak reaksi beragam dari netizen.

"Halo, jangan sampai kena ya! Aku kategorinya sudah PDP dan rumah sakit itu nggak tahu harus ngapain dan kita bisa dilepas begitu saja cuma disarankan untuk ke 4 rumah sakit besar tanpa pengawasan. Artinya kalau aku malas lanjut ke rumah sakit besar yang ditunjuk itu dan aku berhubungan dengan tetangga kanan kiri dan aku merasa fine tapi ternyata positif, itu nggak kebayang dampaknya apa. Karena kategori PDP kalau di luar negeri itu harusnya kita nggak bisa jalan sendiri, sudah harus ditarik dan diisolasi. Sedangkan di sini kita bisa naik taksi bebas, nggak naik ambulance, nggak ada pengantaran ke rumah sakit besar. Asli, ngeri deh!," ujar perempuan yang tidak diketahui namanya tersebut. 

Melengkapi unggahannya, Deddy pun menuliskan keterangan video yang menjelaskan bahwa dirinya akan segera meminta konfirmasi langsung dari Kementerian Kesehatan terkait video yang sempat viral tersebut.

"COVID19 PDP this is wrong. Malam ini saya akan podcast dengan kemenkes menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.. Are we ready or not.. Is this hoax or not.. And if not.. This is Bad. Gw juga akan bertemu dengan Pak Anies menanyakan apa langkah kita selanjutnya.. Hope all well... God with u. Orang ini adalah korban dari corona, dia cek ke RS Mitra, sudah ada hasilnya.. hasilnya dia sudah masuk kategori PDP alias corona.. Tapi dilepasin begitu saja sama Mitra, disuruh ke RS yang menangani khusus Corona.. Dilepas tanpa pengawasan!! Untung orang ini masih baik.. dia bisa share vidio ini.. Supaya kita lebih waspada, banyak orang yang sudah kena corona tapi MUNGKIN masih bertebaran di luar sana tanpa isolasi!!! Itulah gunanya lebih baik kita tetap DIRUMAH BEBERAPA PEKAN KE DEPAN," tulis Deddy.

Baca juga:

Bagaimana 14 Hari di Rumah Bisa Memutus Rantai Penyebaran Virus Corona

2. Standar penanganan corona di Amerika

Hampir sama seperti Indonesia, standar penangan orang yang diduga terinfeksi corona di Amerika Serikat masih belum jelas. Hal tersebut pastinya menimbulkan keresahan, bahkan dapat membunuh banyak orang lain di sekitarnya. 

Kabar tersebut dibagikan oleh video yang diunggah oleh akun Instagram VOA Indonesia. Dalam video singkatnya tersebut, seorang laki-laki bernama Rafky diduga terekspos orang dengan positif corona saat menghadiri konferensi di Texas.

"Saya kemungkinan terekspos orang dengan positif virus corona, tapi rumah sakit menolak untuk mengetes saya," ujar Rafky.

"Saya lagi di Alamo, San Antonio, Texas lagi jalan-jalan di sini tapi barusan dapat kabar yang cukup ngagetin dari bos saya bahwa salah satu peserta konferensi yang saya hadiri 3 hari sebelumnya positif virus corona," tambahnya.

Mengetahui hal tersebut, Rafky pun segera meminta bantuan medis setempat untuk melakukan pengecekan virus corona pada dirinya. Namun sayang, Rafky justru ditolak mentah-mentah.

"Apakah sebelumnya kamu punya kondisi seperti kanker, sedang kemoterapi HIV, AIDS, atau pengangkatan limpa?" tanya petugas medis di rumah sakit Amerika.

"Tidak," jawab Rafky.

"Untuk sekarang kamu tidak memenuhi kriteria untuk dites virus corona," jawab petugas medis.

Mengetahui hal tersebut, Rafky pun bertanya pada petugas medis mengenai spesifikasi seperti apa agar orang bisa dites virus corona?

"Kalau pasien sudah tua dan mereka punya masalah kesehatan khusus, mereka akan lebih berisiko. Jadi tes corona hanya difokuskan pada mereka," jawab petugas medis lagi.

Pada akhir video Rafky juga membandingkan penanganan petugas medis di Amerika Serikat dengan petugas medis di Korea Selatan.

"Mengetes corona pada banyak orang dianggap penting, seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan. Korsel telah mengetes corona sebanyak 240.000 orang  yang dites 15.000 per hari. Siapapun yang bergejala, diberikan tes gratis. Sementara Amerika Serikat yang penduduknya 6 kali lebih banyak dari Korsel baru mengetes corona 19.000 orang," jelas Rafky.

"Dengan cara ini, Korsel bisa menekan angka kematian 0,7% atau tak sampai 1 kematian di setiap 100 kasus corona dan ini tanpa lockdown kota sama sekali," tutupnya.

3. Dukungan pemerintah untuk perawat dan pasien corona beberapa negara di Asia

3. Dukungan pemerintah perawat pasien corona beberapa negara Asia
Freepik

Berbeda dengan Indonesia dan Amerika, beberapa negara di Asia seperti di Cina, Korea Selatan, dan Singapura ternyata telah melakukan penangan corona yang jauh lebih baik.

Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa aksi tanggap pemerintah di beberapa negara terhadap virus corona:

  • Cina

Sebulan setelah virus corona muncul dan mulai memakan banyak korban, diketahui pemerintah Cina langsung memutuskan untuk mengisolasi Kota Wuhan, Provinsi Hubei, yang menjadi sumber penyebaran COVID-19.

Ketika virus kian menyebar, Cina lantas mengisolasi beberapa kota lainnya di Hubei. Pemerintah langsung membangun dua rumah sakit yang khusus menangani virus corona yakni RS Huoshenshan dan RS Leishenshan.

RS Huoshenshan bahkan dibangun hanya dalam waktu 10 hari saja. Padahal, RS tersebut dibangun di atas lahan 25 ribu meter persegi atau setengah dari luas Lapangan Banteng Jakarta.

Namun, sejumlah pihak masih menganggap Cina tidak terbuka sepenuhnya mengenai penanganan kasus corona terutama setelah kematian Li Wenliang, dokter di Cina sekaligus whistleblower yang memperingatkan publik terhadap potensi merebaknya virus corona di awal kemunculan.

Hingga kini, jumlah kasus infeksi corona di Cina dilaporkan semakin menurun. Bahkan pemerintah Cina menyatakan ratusan pasien dinyatakan sembuh.

  • Korea Selatan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Korea Selatan telah berupaya menerapkan cara yang lebih inovatif dan mempermudah masyarakat agar mau memeriksakan diri ke rumah sakit demi mengantisipasi penyebaran corona.

Sejauh ini, Korsel menjadi negara dengan kasus corona terbanyak setelah Cina. Beberapa kota di Korsel, seperti utara Goyang, mulai membuka stasiun pemeriksaan corona melalui layanan drive-through.

Warga kota di utara Seoul itu yang tak memiliki banyak waktu bisa tetap tes corona tanpa harus turun dari kendaraan. Pengemudi bisa menghampiri pos drive-through, di sana petugas medis berpakaian pelindung lengkap akan mengecek suhu tubuh, termasuk mengambil sampel lendir tenggorokan.

Wali Kota Goyang Lee Jae-joon, menyebut cara ini lebih aman dan cepat untuk melacak suspect corona daripada pemeriksaan di rumah sakit dan klinik.

"Dengan cara ini lebih sedikit orang-orang menjalin kontak tatap muka. Jika kita melakukan pemeriksaan di ruangan tertutup, ada kekhawatiran jika suspect  corona bisa menularkan penyakit ke orang lain di ruangan tunggu," ujar Lee.

Kemenkes Korsel juga membuat aplikasi yang wajib digunakan warga terutama turis asing. Aplikasi itu mengharuskan turis mengisi semacam diari terkait aktivitas mereka setiap hari selama berada di Negeri Gingseng.

Para turis diminta mengisi sejumlah kolom seperti suhu tubuh dan apakah mengalami gejala COVID-19 ataukah tidak. Korsel menanggung biaya pemeriksaan virus corona bagi setiap warga dan warga asing tak terkecuali imigran ilegal.

  • Singapura 

Singapura menjadi negara dengan kasus corona terbanyak di Asia Tenggara. Meski banyak warga yang terpapar, sejauh ini belum ada pasien corona di Singapura dilaporkan meninggal.

Kasus kematian nihil itu dinilai banyak pihak terjadi lantaran pemerintah Singapura cepat tanggap dalam menanggulangi penyebaran virus sejak pertama kali muncul di negara tersebut.

WHO bahkan memuji cara efektif pemerintah Singapura untuk mengedukasi masyarakat demi menyetop penyebaran. Singapura juga dinilai teliti dalam menelusuri jejak interaksi setiap pasien corona dengan warga lainnya demi meredam risiko penularan.

Singapura runut melacak aktivitas pasien corona sebelum diketahui positif COVID-19, termasuk melacak riwayat perjalanan mereka.

Singapura mengonfirmasi kasus corona pertama pada 23 Januari, lalu dua pekan setelahnya, pemerintah Negeri Singa itu langsung menaikkan tingkat risiko corona dari kuning menjadi oranye.

Kemenkes Singapura juga rutin memperbarui perkembangan setiap kasus virus corona yang baru maupun sembuh melalui situs resmi.

Presiden Singapura Halimah Yacob bahkan secara sukarela memotong gajinya satu bulan demi memberi bonus kepada para petugas medis serta pejabat publik yang berada di garda terdepan dalam menangani corona.

Pemerintah Singapura pun menginstruksikan seluruh menteri dan anggota parlemen untuk melakukan hal serupa.

Itulah beberapa fakta menarik seputar penanganan pasien corona di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Semoga penanganan pasien corona dapat segera ditingkatkan agar penyebaran virus pun dapat dihentikan.

Tetap jaga kesehatan, ya!

Baca juga:

The Latest