Istilah ini sebenarnya diciptakan pada awal abad ke-20 untuk menggambarkan pernikahan yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara dua orang LGBTQ+ (lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer) dengan jenis kelamin yang berbeda atau satu orang LGBTQ+ dengan satu orang jenis kelamin yang berbeda.
Pernikahan ini sering kali diatur untuk memenuhi harapan keluarga dan masyarakat dengan tujuan menutupi orientasi seksual mereka yang sesungguhnya.
Awalnya, istilah ini ditujukan khusus bagi aktor dan aktris Hollywood yang tidak bisa terbuka mengenai orientasi seksual mereka.
Lavender marriage menjadi fenomena yang cukup umum bagi kalangan selebriti papan atas Hollywood pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Kala itu, homoseksualitas masih dianggap sebagai hal tabu dan bisa menghancurkan karier.
Maka untuk mempertahankan karier mereka, banyak selebritas melakukan ini tanpa didasarkan perasaan cinta sesungguhnya untuk melindungi diri dari penghakiman dan kebencian masyarakat saat itu.
Sekarang, lavender marriage tidak hanya dilakukan oleh orang populer seperti dari selebriti saja. Orang-orang yang juga berasal dari kalangan masyarakat biasa sudah ada yang melakukan pernikahan semacam ini sebagai 'topeng'.
Seiring berjalannya waktu, istilah lavender marriage pun hampir menghilang. Hal itu karena semakin meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap hubungan sesama jenis dan komunitas LGBTQ+ yang mulai mendapatkan dukungan.
Walau begitu, komunitas LGBTQ+ masih mendapatkan penolakan dari beberapa negara di dunia karena hal tersebut dinilai tidak sejalan dengan budaya yang seharusnya.