Dendam Dibully 50 Tahun Lalu, Seorang Kakek Tembak Temannya Saat Reuni

Penting, si Kecil perlu diajarkan untuk tidak menjadi seorang pendendam nih. Ini saran dari psikolog

28 Agustus 2019

Dendam Dibully 50 Tahun Lalu, Seorang Kakek Tembak Teman Saat Reuni
Pixabay/Pexels

Thanapat, seorang pensiunan Marinir berusia 69 tahun asal Thailand baru-baru ini menghadiri reuni kelasnya. Thanapat pun sempat bertemu dengan para mantan teman-teman sekelasnya yang dulu sempat melakukan bully. 

Menurut China Press, reunian ini dilakukan oleh sekelompok teman-teman yang pernah satu kelas di tahun 1966 setelah mereka tidak saling kontak satu sama lain selama 50 tahun terakhir. 

Suthud sebagai salah satu mantan teman sekelas Thanapat, sering sekali menggertak dan sempat menguburnya hidup-hidup sewaktu sekolah. Thanapat hampir saja meninggal, tetapi berhasil melarikan diri dan setelah kejadian itu dirinya keluar dari sekolah. 

Thanapat Merasa Dendam karena Pernah Dibully Sewaktu Sekolah

Thanapat Merasa Dendam karena Pernah Dibully Sewaktu Sekolah
worldofbuzz.com

Ketika mereka semua membuat reuni di sebuah toko, Thanapat masih tidak bisa percaya kalau teman-temannya berhasil melacak keberadaan dirinya setelah bertahun-tahun tidak melakukan kontak. Saat berada di dalam reuni, teman-teman Thanapat seolah melupakan kejadian di masa lalu.

Saat reuni dimulai, Tranapat duduk bersama teman-temannya yang sedang mengobrol. Tranapat secara mengingat berbagai kenangan buruk yang milikinya selama berada di sekolah. Dirinya sempat menutup telinga agar suara teman-temannya tidak terdengar, namun usahanya nihil karena suara mereka justru membangkitkan kenangan masa lalunya. 

Ketika sudah tidak tahan lagi saat mengingat berbagai kejadian buruk yang pernah dialaminya sewaktu sekolah. Thanapat secara tiba-tiba langsung mengambil pistol dan menembak perut Suthud.

Seketika Suthud langsung jatuh ke tanah dan mengeluarkan banyak darah usai tertembak. 

Melihat kejadian tersebut membuat beberapa mantan teman sekelasnya yang lain melarikan diri dari tempat kejadian. Sementara beberapa mantan teman sekelasnya yang lain segera membawa Suthud ke rumah sakit sebelum dinyatakan meninggal. 

Usai kejadian, Thanapat masih duduk di toko sendirian sambil  menyalakan sebatang rokok hingga polisi datang. Polisi menemukan beberapa senjata di tempat kejadian yang dikatakan Thanapat sebagai sebuah amunisi pelatihan setelah ia pensiun.

Thanapat juga mengatakan bahwa dia tidak menyesal dengan apa yang sudah dilakukannya. Polisi sampai sekarang masih menyelidiki masalah ini. 

Terkait kasus Thanapat yang sempat menaruh dendam usai menjadi korban bully sewaktu sekolah hingga melakukan penembakan terhadap pelaku bully setelah 50 tahun tak bertemu, Mama perlu mengambil pelajaran berharga kalau perlu sekali mengajarkan anak-anak untuk tidak menaruh dendam kepada siapa saja, termasuk saat dirinya menjadi korban bully. 

Perlu diketahui bahwa sebenarnya ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua agar anak-anak tidak mudah menyimpan dendam serta menyimpan perasaan sendiri ketika menjadi korban bully di sekolah. 

Kali ini Popmama.com telah mewawancarai Psikolog Alexandra Gabriella A., M.Psi, C.Ht terkait kasus Thanapat yang sempat menaruh dendam kepada temannya.  

1. Menjadi tempat yang nyaman saat anak bercerita

1. Menjadi tempat nyaman saat anak bercerita
Freepik

Salah satu cara untuk meminimalisir perasaan dendam anak kepada seseorang yang menyakiti hatinya yaitu dengan mengajak anak. Tidak hanya teman, namun orangtua perlu menjadi sosok yang nyaman ketika anak-anak ingin bercerita. 

“Orangtua perlu menjadi tempat yang nyaman saat anak bercerita. Saat aktivitas ini menjadi hal yang menyenangkan, anak pun dapat bercerita mengenai apa saja. Berikan waktu untuk anak bercerita mengenai perasaan, sudut pandangnya sendiri, hingga kejadian yang dialaminya hari ini termasuk saat menjadi korban bully,” kata Alexandra Gabriella. 

Jika anak tertutup, cobalah untuk memancing anak bercerita apalagi saat sudah ada tanda-tanda dirinya menjadi korban bully. Melalui aktivitas bercerita ini, setidaknya membantu anak agar tidak menyimpan perasaannya sendiri. 

Usahakan menjadi orang yang mau mendengarkan secara keseluruhan cerita anak ya, Ma. 

Baca juga: 5 Cara Melatih Kecerdasan Emosi Anak Tanpa Harus Ribet

Editors' Pick

2. Mengajarkan anak untuk mengungkapkan perasaannya sendiri  

2. Mengajarkan anak mengungkapkan perasaan sendiri  
Freepik

Di usia anak-anak menjadi waktu yang tepat dalam mengajarkan dirinya untuk mampu mengekspresikan perasaan dan suasana hatinya. Setiap individu memiliki emosi tersendiri apalagi saat berada di dalam sebuah kejadian tertentu. 

“Sedari kecil, ajarkan anak untuk mengungkapkan perasaannya sendiri dengan cara yang lebih sehat seperti menggambar, menulis diary pribadi hingga meluapkan emosinya dengan olahraga bela diri,” kata Alexandra Gabriella. 

Perlu Mama ketahui bahwa mengajarkan anak untuk bisa mengungkapkan perasaannya sendiri justru dapat membantu dalam menyalurkan emosi. Sebagai orangtua, Mama hanya perlu mendampingi agar emosi atau perasaan yang diungkapkan anak dapat tersalurkan dengan baik. 

Selain membantu anak agar tidak menjadi sosok yang pendendam, anak mama pun dapat meningkatkan kepercayaan diri karena mampu menyalurkan segala emosi yang sedang dirasakannya. 

3. Mengajak anak menghadapi perilaku bully yang diterimanya

3. Mengajak anak menghadapi perilaku bully diterimanya
Freepik/Peoplecreations

Terkadang korban bully seringkali memendam perasaan sendiri dan tidak berani mengungkapkan emosinya. Padahal ini hanya akan membentuk karakter anak menjadi seorang pendendam dan emosinya bisa sewaktu-waktu meluap begitu saja. 

Untuk mengatasi permasalahan ini agar tidak menjadi karakter pendendam, Mama bisa membantu anak mengenali emosinya sendiri termasuk ketika menjadi korban bully. Orangtua sebisa mengajaknya berusaha menghadapi pelaku bully dengan menyampaikan ketidaksukaannya melalui bentuk mediasi, bukan sebuah pertengkaran bahkan kekerasan. 

Lalu ajarkan juga anak mengenai konsep memaafkan. Bahkan memaafkan itu bukan untuk pelaku saja, tetapi untuk ketenangan dirinya sendiri. 

Baca juga: Manfaat Mendongeng Bagi Perkembangan Otak dan Emosi Anak

4. Memberitahu anak kalau semua orang memiliki kekurangan 

4. Memberitahu anak kalau semua orang memiliki kekurangan 
Pixabay/eberhartmark

Perilaku bully yang dilakukan oleh teman-temannya tentu menjadi sebuah pengalaman yang kurang menyenangkan, apalagi saat anak mama dipermalukan di depan umum. Untuk itu, Mama pun perlu mengajaknya berdiskusi sebelum kondisi tersebut membuat anak menjadi sosok yang kurang percaya diri. 

“Beritahu anak sekiranya bahwa semua orang termasuk dirinya memiliki kekurangan tertentu. Hanya saja yang sering terjadi pada pelaku bully biasanya mereka terlalu khawatir terhadap kelemahan sendiri, sehingga berusaha melampiaskan rasa ketidaksukaannya dengan melakukan bully ke orang sekitar dengan tujuan menutupi kelemahan mereka,” jelas Alexandra Gabriella. 

Melalui diskusi kalau setiap orang memiliki kekurangan masing-masing, maka anak mama pun berusaha memahami karakter orang lain. Hal ini tentu membantu perasaan hatinya sendiri untuk tidak menjadi seorang yang pendendam. 

5. Mengajarkan anak untuk jujur pada dirinya sendiri

5. Mengajarkan anak jujur diri sendiri
Pixabay/Victoria_Borodinova

Anak-anak sedari kecil perlu diajarkan untuk bisa jujur dengan dirinya sendiri. Hal ini bukan berarti anak perlu mengekspresikan semua perasaannya setiap waktu, namun hanya di berbagai situasi tertentu agar anak mama tidak menyembunyikan atau bahkan mengelakkan perasaan sendiri. 

Bimbinglah anak perlahan-lahan untuk bisa jujur pada dirinya sendiri, sehingga membantu anak mampu mengekspresikan emosi tanpa harus memendamnya. 

Itulah beberapa cara yang bisa membantu anak lebih mudah mengekspresikan emosinya sendiri tanpa perlu dipendam terlalu lama. Semoga ini membantu perkembangan emosi anak menjadi lebih optimal ya, Ma!

Baca juga: 

The Latest