Perempuan yang telah sah secara agama dan negara menikah oleh seorang laki-laki, maka suaminya boleh melihat aurat istrinya, setelah keluarga sang perempuan.
Hal ini dijelaskan dalam QS. An-Nuur Ayat 31 yang berbunyi:
ولا يبـدين زينتـهـن الا لبعو لتهن او ءابا يهن او ءاباء بعو لتهن او ابنايهن او ابناء بعو لتهن او اخونهن او بنى اخونهن او بنى اخوتهن او نسايهن او ما ملكت ايمنهن او التبعين غير اولى الاربة من الرجال او الطـفـل الذين لم يظهروا على عورت النساء
Artinya:
"… dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…" (Qs. An-Nuur: 31)
Aurat adalah perhiasan yang wajib ditutupi dari orang-orang yang tidak berhak utuk melihat dan menikmatinya.
Rasulullah SAW pernah mengingatkan perihal aurat pada perempuan bahwa,
المراة عورة، وبانها اذا خرجت من بيتـها استشـر فها الشيـطان
Artinya:
"Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaitha akan menghiasinya," (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi no. 1173, Ibnu Khuzaimah III/95 dan ath-Thabrani dalam Mu'jamul Kabiir no. 10115, dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhuma)
Maka dari itu, sebagai kaum perempuan, Mama harus turut menaruh perhatian besar pada masalah ini.
Suami memang memiliki hak atas hidup istrinya, tetapi tak semena-mena semua yang ia perintahkah harus kita turuti. Terlebih jika hal tersebut dapat menjatuhkan harkat dan martabat istri.