Penegasan ini sebenarnya berkaitan dengan perkara uji materi Pasal 330 ayat (1) KUHP yang diajukan oleh lima orang ibu bernama Aelyn Halim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani.
Kelima pemohon tersebut merupakan seorang mama yang bercerai dan memiliki hak asuh anak berdasarkan putusan pengadilan. Akan tetapi, mereka tak dapat lagi bertemu anaknya karena mantan suami mereka diduga membawa kabur anak.
Mereka mengajukan permohonan uji materi karena mempersoalkan frasa 'barang siapa' yang tercantum dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP.
Berdasarkan pengalaman pribadi, laporan yang mereka ajukan ke kepolisian terhadap mantan suami menggunakan Pasal 330 ayat (1) KUHP tidak diterima atau bahkan tidak menunjukkan perkembangan dengan alasan yang membawa kabur anak adalah ayah kandung anak sendiri.
Oleh karena itu, para pemohon meminta kepada MK agar frasa 'barang siapa' dalam aturan tersebut diganti menjadi 'setiap orang tanpa terkecuali ayah atau ibu kandung dari anak'.
Di sisi lain, MK menolak permohonan yang diajukan tersebut. Pasalnya, MK berpandangan bahwa tak perlu adanya pemaknaan baru dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP karena sudah memberikan kepastian dan perlindungan hukum.
"Mahkamah berkesimpulan terhadap Pasal 330 ayat (1) KUHP tidak diperlukan lagi adanya pemaknaan baru karena telah memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap anak dan orangtua kandung pemegang hak asuh," kata Arief.
Terlebih lagi, Arief mengatakan bahwa frasa 'barang siapa' pada Pasal 330 ayat (1) KUHP telah diperbaiki dan disesuaikan dengan penggunaan frasa 'setiap orang' pada KUHP baru. Dari situ, frasa 'barang siapa' dapat dimaknai 'setiap orang'.
Jadi, itulah rangkuman informasi tentang orangtua bukan pemegang hak asuh ambil anak tanpa izin bisa dipidana. Informasi ini tentu bisa menjadi titik terang bagi mereka yang saat ini sedang memperjuangkan anak.