Bersentuhan dengan Istri Membatalkan Wudhu? Begini Pendapat 4 Ulama!

Kenali beberapa pendapat yang bisa Mama ikuti

15 Oktober 2021

Bersentuhan Istri Membatalkan Wudhu Begini Pendapat 4 Ulama
Freepik/rawpixel.com

Setelah resmi menjadi pasangan suami istri, Mama dan Papa harus bisa terus mengingat tujuan saat awal menikah, yaitu meningkatkan ibadah.

Ibadah setelah berumah tangga banyak yang bisa dilakukan, contoh mudahnya saja seperti mencari nafkah untuk keluarga, mengurusi anak bersama dan berbagai hal lainnya.

Kemudian Mama sering mendengar pertanyaan, “Apakah bersentuhan kulit dengan suami membatalkan wudhu?”

Nah, untuk menjawab hal tersebut, kali ini Popmama.com telah merangkum beberapa pendapat ulama mazhab yang bisa jadi pertimbangan untuk diikuti. Yuk, disimak dengan baik!

1. Pandangan Imam Syafi’i dan Imam Nawawi

1. Pandangan Imam Syafi’i Imam Nawawi
Pexels/Rayn L

Dilansir dari Bincang Syariah, bagi masyarakat Indonesia, terutama umat muslim mungkin lebih banyak mengikuti pendapat Imam Syafi’i.

Syafi’i dan Nawawi berpendapat bahwa menyentuh istri itu dapat membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tidak.

Namun, jika sentuhannya masih terhalangi oleh pembatas seperti kain, maka sentuhannya tidak akan membatalkan wudhu.

Editors' Pick

2. Pandangan Imam Hanafi

2. Pandangan Imam Hanafi
Pexels/Pixabay

Berbeda dengan sebelumnya, Imam Hanafi berpendapat bahwa sentuhan suami tidak membatalkan wudhu istri.

Sentuhan ini pun berlaku kepada perempuan asing atau yang bukan mahram, baik disertai dengan syahwat maupun tidak. Dalil yang digunakan oleh Hanafi diantaranya hadis diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

“Dahulu aku tidur di depan Rasulullah SAW dan kedua kakiku ada di arah kiblatnya, dan bila sujud beliau menyentuhku.”

3. Pandangan Imam Malik

3. Pandangan Imam Malik
Pexels/Ahmed Aqtai

Terakhir ada pandangan dari Imam Malik yang menyebutkan bahwa sentuhan yang disertai syahwat itu bisa membatalkan wudhu.

Jika bersentuhan itu tidak melibatkan syahwat, maka wudhunya tidak batal. Keterangan tersebut telah tertuang dalam kitab al Mabsuth karya Syamsuddin as Sarakhi, yakni:

“Tidaklah wajib berwudhu karena mencium istri atau menyentuhnya baik dengan syahwat atau tidak misalnya. Ini adalah pendapat Sayyidina Ali Ra dan Ibnu Abbas Ra.

Menurut Imam Syafi’i, wajib wudhu. Ini adalah pendapat Sayyidina Umar Ra dan Ibnu Mas’ud. Persoalan ini dasarnya adalah persoalan yang diperselisihkan pada masa awal, sehingga dikatakan sebaiknya bagi orang yang menjadi imam bagi orang lain untuk berhati-hati dalam masalah ini.

Sedang menurut Imam Malik, wajib wudhu jika diiringi syahwat, lain halnya jika tanpa syahwat,”

4. Bagaimana menyikapi perbedaan pendapat ini?

4. Bagaimana menyikapi perbedaan pendapat ini
Pexels/RODNAE Production

Dilansir dari Kemenag Kanwil Sumsel, ketika mendapatkan banyaknya pendapat para ulama madzhab, jangan saling menyalahkan satu sama lain, karena semua pendapat tersebut memiliki dalil yang menurut pengikutnya adalah yang paling kuat.

Pendapat yang lebih hati-hati, yakni pendapat mazhab Syafi’i, karena jika kita berwudhu’ kembali setelah terjadinya persentuhan kulit seperti dimaksud, maka wudhu’ kita sah dalam pandangan semua mazhab.

Ada juga pendapat Syafi’i lebih kuat karena lebih cocok dengan zhahir atau kejelasan dalam Alquran di antaranya Surat An-Nisa ayat 43 dan Al-Maidah ayat 6.

Nah, itulah beberapa penjelasan yang bisa dipertimbangkan serta diikuti berdasarkan para ulama.

Jika ada yang berbeda madzhab dari Mama diharapkan tidak saling menghina atau merasa benar sendiri. Diharapkan juga bisa lebih bijak dalam menyikapinya.

Baca juga:

The Latest