Bagaimana Nasib Anak-anak Teroris yang Selamat dari Bom Surabaya?

Sungguh sayang, mereka kini yatim piatu

16 Mei 2018

Bagaimana Nasib Anak-anak Teroris Selamat dari Bom Surabaya
Dok. IDN Times

Tiga hari berturut-turut, Mama terpapar berita soal teroris. Pilunya, sekarang tren baru terorisme muncul di Indonesia. Semua teroris yang tewas atau berhasil dilumpuhkan, melibatkan anak-anak mereka dalam aksinya.

Dari peristiwa akhir pekan lalu, 4 anak teroris meninggal dunia karena aksi orangtuanya. Lalu, dari ledakan di Rusunawa Wonocolo, ada 3 anak selamat. Sementara dari ledakan di Malporestabes Surabaya, 1 anak teroris selamat.

Keempat anak itu kini masih dirawat di rumah sakit. Selain berkonsentrasi menyembuhkan mereka, pihak Kepolisian RI dan pemerintah berupaya keras memperbaiki masa depan mereka.

Bagaimana nasib mereka setelah kedua orangtua mereka tiada? Ini fakta-fakta tentang mereka.

1. AR melawan orangtuanya dengan bersekolah umum

1. AR melawan orangtua bersekolah umum
Dok. IDN Times

Dalam peristiwa penggerebekan rumah tersangka teroris Anton Febrianto di Rusunawa Wonocolo, Surabaya, diceritakan bahwa seorang anak berinisial AR (15), menolong dua orang adiknya, FP (11) dan GHA (9) yang terluka.

Faktanya, AR tidak tinggal di rumah keluarganya itu. Menurut pengakuan keluarganya yang lain, AR pergi dari rumah sebab tidak menyetujui paham radikalisme yang dianut ayah dan ibunya, Puspita Sari.

Jika adik-adiknya bersekolah “homeschooling”, AR memilih tetap bersekolah di sekolah umum.

“Dia ikut neneknya. Dia tidak menurut, karena mau sekolah. Jadi, ia tinggal dengan neneknya,” jelas Kapolda Jawa Timur, Irjen Machfud Arifin dalam jumpa pers di Markas Polda Jawa Timur, Selasa (15/5/2018).

Karena perbedaan pandangan itulah AR tinggal di rumah neneknya, di rusun lain yang tidak terlalu jauh dari rumah keluarganya. Kepada Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menjenguk mereka, AR mengatakan bahwa ia tidak menyetujui kegiatan ayahnya karena menurutnya bertentangan dengan pemikirannya dan ajaran Islam yang ia pahami.

Editors' Pick

Dua adik AR sekolah homeschooling palsu

Dua adik AR sekolah homeschooling palsu
Dok. IDN Times

Menurut Machfud, dari hasil penyelidikan, kedua anak Anton yang lain, FP dan GHA tidak bersekolah di sekolah umum.

Mereka dipaksa orangtuanya untuk menjawab sekolah di rumah (homeschooling) jika ditanya dimana sekolahnya. Selama tidak bersekolah, adik-adik AR seringkali diputarkan film-film tentang jihad dan terorisme oleh ayahnya itu.

Kepada Tito Karnavian, AR mengaku bahwa adik-adiknya tidak bersekolah sama sekali. Ayahnya yang sangat radikal, selalu mendengarkan ceramah terorisme lewat internet. Ayahnya juga mempelajari cara membuat bom dari Youtube. AR mengakui bahwa bom yang ditemukan di rumah mereka adalah dibuat sendiri oleh ayahnya.

3. AIS yang juara bela diri

3. AIS juara bela diri
Dok. IDN Times
AKBP Roni Faisal Saiful dan korban

Kisah AIS, anak yang selamat dari ledakan bom di Malporestabes Surabaya, tidak kalah pilu. Setelah kehilangan keluarganya, AIS harus memulihkan luka-lukanya karena terkena bom dan terlempar sejauh 3 meter dari titik ledak.

AIS yang berusia 8 tahun adalah atlit bela diri yang memiliki prestasi membanggakan.

Seorang tetangga keluarga AIS menceritakan bahwa anak perempuan ini baru saja memenangkan kejuaraan bela diri dan akan berangkat ke Malaysia untuk mengikuti kejuaraan di tingkat yang lebih tinggi.

Tidak hanya AIS sebenarnya yang punya prestasi. Kakak adik Yusuf Fadhil (17) dan Firman Halim (15) yang tewas karena bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela, adalah anak-anak cerdas yang memiliki prestasi di sekolahnya. 

Seorang guru Firman mengatakan bahwa anak didiknya memiliki nilai yang bagus untuk mata pelajaran biologi dan bahasa inggris. Bahkan Firman selalu masuk 3 besar rapor paling baik di sekolahnya. 

4. Mereka akan dikembalikan ke keluarga yang mampu merawat

4. Mereka akan dikembalikan ke keluarga mampu merawat
Dok. IDN Times

Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera menegaskan bahwa pihak kepolisian telah berkoordinasi untuk menyelamatkan masa depan anak-anak ini.

“Mereka adalah korban radikalisasi orangtuanya. Sekarang mereka konsentrasi untuk pulih dulu. Nanti mereka akan dikembalikan ke keluarga dekatnya yang mampu merawat,” kata Frans.

“Keluarganya juga akan kita lakukan pendampingan psikologi agar anak ini tidak masuk lagi kepada jaringan-jaringan, doktrinisasi yang salah. Kalau ini sudah berhasil maka Polda Jawa Timur memastikan bahwa anak ini tidak masuk lagi ke lingkaran-lingkaran itu lagi,” lanjutnya.

Baca Juga: Ini 5 Fakta tentang Keluarga Pengebom Surabaya

5. Pemerintah berjanji mendampingi mereka

5. Pemerintah berjanji mendampingi mereka
Dok. IDN Times

Walikota Surabaya, Tri Rismaharini memastikan bahwa saat ini Pemkot Surabaya juga membentuk trauma center untuk mendampingi anak-anak korban bom di Surabaya. Meskipun, sejak awal kejadian, tim psikolog pemkot sudah mendampingi pihak keluarga yang menjadi korban bom.

“Trauma center ini anggotanya gabungan, tidak bisa pemkot saja, meskipun kami memiliki banyak psikolog. Nanti anggotanya ada dari pihak kepolisian supaya bisa mengikuti perkembangaknnya. Kami juga dampingi anak-anak di sekolah korban dan di kelas korban,” katanya kepada IDN Times.

Wali Kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu juga menjelaskan, bahwa Pemkot Surabaya terus mengawal dan memfasilitasi pengiriman jenazah korban. Karena sudah ada yang dikirim ke Solo dan ada pula yang akan dikirim ke Pasuruan. Pemkot Surabaya juga membantu pemakaman korban supaya lebih lancar.

“Bahkan, kami juga berencana menanggung semua biaya pendidikan salah satu anak korban, sekarang masih kami hitung semuanya,” tegasnya.

The Latest