Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App

Mengenali tanda-tanda pasangan yang berpotensi melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan langkah pertama untuk melindungi diri Mama dan orang yang dicintai. 

Mengutip data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), terdapat 34.682 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, dengan rata-rata 95 perempuan menjadi korban setiap hari pada 2023.

Karena itu, KDRT bukanlah masalah yang bisa diabaikan, dan penting untuk mencari dukungan sejak awal. Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, Mama bisa mencegah risiko dan memastikan keselamatan serta kesejahteraan keluarga tersayang. Berikut ini 5 ciri pasangan yang berpotensi melakukan KDRT, disimak ya, Ma!

1. Cemburu berlebihan dan posesif

Kecemburuan yang ekstrem sering kali menjadi dalih untuk mengendalikan pasangan. Ketika pasangan mulai memaksakan batasan yang tidak masuk akal atau melarang Mama berinteraksi dengan orang lain, itu adalah tanda bahaya yang harus diwaspadai.

Jangan terus berdalih dengan berpikir "cemburu tanda sayang". Kalau masih sewajarnya dan tidak terkesan membatasi, boleh saja, intinya berpikir rasional ya, Ma.

2. Merendahkan dan mengontrol lewat ucapan

Kekerasan verbal memang sering kali mendahului kekerasan fisik. Pasangan yang sering merendahkan, lalu menyalahkan Mama atas semua masalah, atau bahkan menggunakan kata-kata kasar untuk mengontrol dan menurunkan harga diri Mama, hal itu menunjukkan pola perilaku yang berbahaya.

Kepala keluarga bukan berarti boleh melakukan dan mengucapkan apapun sebebasnya ya, Ma. Terlebih lagi sampai menyakiti hati.

3. Punya riwayat kekerasan atau perilaku kasar

Seseorang yang memiliki riwayat kekerasan dalam hubungan sebelumnya atau bahkan  sering bertindak kasar kepada orang lain, seperti teman, keluarga, atau hewan peliharaan, berisiko lebih tinggi untuk melakukan KDRT. 

Riwayat kekerasan ini mencerminkan pola perilaku yang sulit diubah tanpa bantuan profesional. Ingat ya, Ma, jangan terus keras kepala dengan memiliki pemikiran: "I can fix him".

4. Kurangnya perhatian pada anak

Dalam rumah tangga yang "diselimuti" kekerasan, perhatian terhadap anak sering terabaikan karena pasangan lebih fokus pada konflik internal. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya akses anak pada makanan bergizi, perawatan kesehatan, dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang mereka, yang semuanya merupakan faktor penting dalam pencegahan stunting.

Dengan memutus rantai kekerasan dan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pola asuh yang mendukung, risiko stunting dalam keluarga dapat diminimalkan lho, Ma. Pendekatan ini juga membantu menciptakan lingkungan rumah tangga yang lebih sehat secara emosional dan fisik.

5. Ledakan emosi yang tidak proporsional

Emosi yang tidak stabil dan ledakan amarah yang berlebihan terhadap hal-hal kecil dapat menjadi tanda awal dalam KDRT. Misalnya, pasangan yang mudah marah ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan atau merespons kritik dengan agresi fisik atau verbal.

Supaya lebih memahami, Mama bisa tonton talkshow di Youtube tentang "Perayaan Perempuan Berani" by Popmama.com yang berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Acara ini bertujuan untuk menginspirasi dan mendukung para perempuan berani bertindak dan mengambil keputusan. 

Di talkshow tersebut, terdapat penjelasan mengenai jenis-jenis kekerasan yang tidak hanya fisik, tetapi juga bisa psikis hingga finansial, bagaimana korban bisa dimanipulasi oleh pelaku sehingga merasa tidak berdaya, serta pemaparan terkait cara menemukan bantuan untuk korban kekerasan ke Komnas Perempuan.  

Nah, untuk lebih detailnya, Mama bisa menyaksikan talkshow-nya di sini, ya. Selalu ingat bahwa Mama juga berhak bahagia dan punya keluarga yang saling menyayangi dan menjaga. (WEB/MF)

Baca Juga:

Editorial Team