Harus Rapid Test, Mama Kehilangan Bayinya karena Telat Ditangani

Sudah meminta pertolongan karena ketuban pecah ke fasilitas kesehatan, tapi harus selalu rapid test

21 Agustus 2020

Harus Rapid Test, Mama Kehilangan Bayi karena Telat Ditangani
Unsplash/Aditya Romansa

Cerita pilu dan menyedihkan datang dari Mataram, Nusa Tenggara Barat. Seorang mama bernama Gusti Ayu Arianti berumur 23 tahun harus kehilangan bayinya dalam kandungan karena terlambat mendapatkan penanganan saat akan melahirkan.

Gusti saat akan melahirkan meminta pertolongan ke sejumlah rumah sakit, tapi ada prosedur yang harus dijalankan yakni menjalani rapid test. Setiap rumah sakit dan fasilitas kesehatan meminta rapid test Covid-19 terlebih dahulu untuk setiap mama yang akan melahirkan.

Padahal saat itu ketuban dari Gusti sudah pecah dan mengeluarkan banyak darah.

Untuk mengetahui berita selengkapnya, berikut Popmama.com rangkum informasi dari kisah sedih seorang mama di NTB ini.

1. Merasakan kontraksi disertai ketuban pecah

1. Merasakan kontraksi disertai ketuban pecah
Pexels/lucas mendes

Awal mula kejadian ini yakni Gusti merasakan sakit perut pada Selasa, 18 Agustus 2020 pagi. Gusti menuturkan kalau merasakan ketubannya pecah dan disertai oleh darah yang keluar. Dengan diantar oleh mertua dan suaminya, Gusti pergi ke RSAD Wira Bakhti Mataram.

Tiba di RS itu, perut Gusti makin sakit dan ia pun melapor bahwa ketubannya pecah dan ada darah yang keluar. Namun, pihak RS meminta Gusti untuk melakukan rapid test di luar rumah sakit karena di RS tersebut tidak ada fasilitas rapid test.

Mendengar hal itu, Gusti dan keluarganya geram. Karena menurutnya, petugas medis bisa melakukan tindakan awal menggunakan APD lengkap jika khawatir dirinya positif Covid-19. Meksi begitu ia tidak merasakan gejala-gejala Covid-19.

Editors' Pick

2. Diminta melakukan rapid test di Puskesmas

2. Diminta melakukan rapid test Puskesmas
freepik.com/vgstockstudio

Untuk mendapatkan pemeriksaan rapid test, Gusti pun pulang terlebih dahulu untuk mengganti pakaian dan pembalutnya yang sudah basah. Ia pun langsung pergi ke Puskesmas Pagesangan untuk melakukan rapid test.

Di Puskesmas, ia pun sempat masuk ke ruang bersalin dan meminta agar kandungannya diperiksa. Ia juga kembali menjelaskan kalau ketubannya sudah pecah dan mengeluarkan darah. Namun, kembali pihak Puskesmas meminta Gusti untuk bersabar dan melakukan rapid test dulu.

3. Sudah meminta pertolongan karena ketubannya pecah

3. Sudah meminta pertolongan karena ketuban pecah
Freepik

Kondisi Gusti semakin lemah, akhirnya pihak Puskesmas mengizinkan dirinya melakukan rapid test tanpa melakukan antrean. Karena perutnya makin sakit, Gusti meminta dokter Puskesmas untuk memeriksa kandungannya.

Namun, lagi-lagi karena hasil rapid test-nya belum keluar pihak Puskesmas tidak berani melakukan tindakan. Padahal Gusti sudah pasrah kalau harus melahirkan di Puskesmas Pagesangan.

4. Bayi dikabarkan sudah meninggal dalam kandungan

4. Bayi dikabarkan sudah meninggal dalam kandungan
Unsplash/Ignacio Campo

Setelah mendapatkan hasil keterangan rapid test, keluarga Gusti memilih untuk merujuknya pada RS Permata Hati. Namun, sesampainya di rumah sakit surat keterangan rapid test Covid-19 tidak diakui karena tidak melampirkan hasil alat rapid test. Akhirnya, Gusti pun melakukan rapid test ulang.

Setelah hasil rapid test keluar, dokter pun memeriksa kandungan Gusti dan menyebut detak jantung bayinya lemah tapi perlahan mulai normal kembali. Karena hal ini, Gusti sempat merasa lega dan bersiap menjalani proses operasi caesar.

Namun, akhirnya nasib berkata lain. Karena setelah perjuangan panjang ini Gusti dan suaminya, harus kehilangan sang Bayi. Disebutkan kalau bayinya tersebut sudah meninggal sejak dalam kandungan. Padahal ketika Gusti menanyakan keadaan bayinya setelah operasi caesar, dokter menyebut bahwa anaknya sedang dipanaskan dalam inkubator.

Dikutip dari sejumlah sumber, Papa kandung Gusti, Ketut Mahajaya menyebut bahwa bayi yang dikandung anaknya itu sudah meninggal dari beberapa hari sebelum Gusti melahirkan. Namun, Ketut menyebut bayinya tidak ada pembusukan dan masih segar. Sehingga ia mempertanyakan diagnosis dokter ini.

Ketut mengungkapkan harusnya ketika keadaan darurat, utamakan dulu untuk menangani pasien.

5. Anjuran Kemenkes agar ibu hamil lakukan screening Covid-19 sebelum melahirkan

5. Anjuran Kemenkes agar ibu hamil lakukan screening Covid-19 sebelum melahirkan
skillcell-alcen.com

Berdasarkan peraturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa sebaiknya ibu hamil melakukan screening Covid-19 yakni 7 hari atau seminggu sebelum hari perkiraan lahir (HPL).

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu hamil terkait persalinan di masa pandemi, yaitu:

  • Untuk kasus suspek dan probable, harus dilakukan di RS khusus
  • Rumah sakit harus menyiapkan protokol persalinan Covid-19, diantaranya adalah memakai APD lengkap dan melakukan proses persalinan di ruangan khusus (bila ada)
  • Bagi ibu hamil sebelum melahirkan diharapkan terus menjaga kesehatan, menerapkan protokol kesehatan ketat, tidak keluar rumah kecuali sangat penting, dan langsung ke dokter ketika memiliki gejala Covid-19

Itulah berita lengkap mengenai seorang mama di Mataram yang kehilangan bayinya akibat prosedur rapid test yang terlambat ditangani.

Cerita soal mama yang kehilangan bayinya karena prosedur rapid test ini bisa dijadikan pelajaran untuk semua pihak. Baik bagi ibu hamil maupun rumah sakit yang akan menangani persalinan. Semoga ke depannya tidak ada lagi kejadian seperti ini ya, Ma.

Baca juga:

The Latest