Bukan Hanya Mama, Ini 5 Alasan Papa Juga Membutuhkan Cuti Melahirkan

Baik Mama maupun Papa punya tanggung jawab yang setara dalam mengasuh dan merawat anak sejak dini

18 Februari 2022

Bukan Ha Mama, Ini 5 Alasan Papa Juga Membutuhkan Cuti Melahirkan
Freepik/Iyash

Tahukah Mama, bahwa seorang Papa ternyata juga bisa mengambil cuti untuk mengurus anak dan rumah tangga setelah istri melahirkan. Cuti ini dinamakan paternity leave atau cuti ayah.

Di Indonesia, istilah paternity leave atau cuti ayah mungkin masih terdengar asing. Hal yang biasa jika Mama bekerja dan mendapat cuti melahirkan, sementara kalau Papa mendapat cuti melahirkan mungkin tidak umum terjadi di Indonesia. 

Namun, paternity leave sudah menjadi hal yang lumrah dan telah diberlakukan oleh beberapa negara. Cuti ini diberikan oleh pemberi kerja dengan kebijakan masing-masing perusahaan.

Selama masa persalinan, Papa berperan penting untuk membantu Mama dalam berbagai hal. Usai melahirkan, kondisi tubuh Mama masih belum stabil. Selagi menunggu pulih sebaiknya Mama dibebaskan dari tugas-tugas berat. Di sinilah kehadiran Papa dibutuhkan.

Adanya cuti untuk Mama dan Papa juga memastikan kedua pihak punya porsi tugas yang setara dalam merawat anak dan melakukan pekerjaan rumah. Dengan lebih terlibat dalam pengasuhan anak, Papa turut mendukung Mama yang sedang menyusui sehingga risiko Mama mengalami Postpartum Depression (PPD) juga berkurang.

Berikut ini Popmama.commengulas beberapa alasan mengapa Papa juga membutuhkan cuti ketika Mama melahirkan. Tak hanya itu, diulas juga tentang bagaimana hukum cuti melahirkan berlaku di Indonesia.

Langsung saja ya, simak informasinya di bawah ini.

1. Dasar untuk pengasuhan bersama dan stabilitas keluarga

1. Dasar pengasuhan bersama stabilitas keluarga
Shutterstock/LightRecords

Papa yang mengambil paternity leave akan memiliki hubungan yang lebih baik dengan Mama, terutama ketika keduanya dapat mengambil cuti pada waktu yang sama. Paternity leave menjadikan Papa dapat bekerjasama dengan Mama untuk mengasuh buah hati yang baru lahir, dalam hal memenuhi kebutuhan tidur, makan, kesehatan, dan lainnya.

Salah satu penelitian menunjukkan adanya hubungan antara laki-laki yang mengambil cuti ayah dengan peningkatan stabilitas perkawinan.

Menurut penulis The Fifth Trimester: The Working Mom's Guide to Style, Sanity, and Big Success After Baby, Lauren Brody, berbagi tanggung jawab pengasuhan sejak dini memungkinkan orangtua berjuang dan sukses bersama.

“Kamu mengatur dirimu untuk kemitraan nyata yang terbayar selama bertahun-tahun ketika anak-anak dan karier kamu tumbuh. Setelah berhasil melewati hari-hari itu, masing-masing tahu bahwa yang masing-masing mampu dan mencintai, dan lebih mungkin untuk saling percaya,” ujar Lauren.

2. Menguatkan ikatan emosional Papa dan buah hati

2. Menguatkan ikatan emosional Papa buah hati
freepik

Anak-anak memeroleh berbagai manfaat ketika Papa mengambil peran aktif sejak dini dalam kehidupan mereka. Interaksi fisik, seperti saling memegang, saling bersentuhan, memberi makan, bersendawa, mengganti popok, berbicara, dan bernyanyi memperkuat ikatan Papa-Anak dan membuat anak lebih sehat secara fisik dan emosional.

Di kemudian hari, ikatan ini dapat menciptakan dampak positif pada perkembangan kognitif anak, keberhasilan akademis, dan hubungan mereka dengan sang Ayah.

Fatherhood expert, Armin Brott, mengatakan, anak-anak yang ayahnya mengambil cuti ayah telah terbukti mudah bersosialisasi saat mereka tumbuh dewasa, berprestasi lebih baik di sekolah, bahkan memiliki IQ yang lebih tinggi.

“Semakin dini para ayah terlibat dalam merawat anak-anak mereka secara aktif, maka dampaknya akan berpengaruh dalam jangka panjang,” ujar Armin.

Editors' Pick

3. Papa jadi lebih percaya diri

3. Papa jadi lebih percaya diri
Freepik/Oleg Baliuk

Satu-satunya cara belajar menjadi orang tua adalah dengan dengan terjun langsung mengasuh dan merawat anak sejak dini. Hal ini tidak lantas langsung menjadi sempurna tetapi itu akan membangun kepercayaan diri dan semakin dini seorang Papa dapat melakukannya, maka akan semakin baik.

4. Papa lebih bahagia di tempat kerja

4. Papa lebih bahagia tempat kerja
Freepik/LipikStockMedia

Banyak laki-laki khawatir jika mereka meminta waktu cuti keluarga akan merusak karier mereka.

Namun, sebuah penelitian selama dekade terakhir menunjukkan sebaliknya. Laki-laki yang mengambil peran lebih setara dalam pengasuhan keluarga, termasuk mengambil cuti ayah, menghasilkan tingkat kepuasan yang lebih besar dengan pekerjaan dan karier mereka.

Dalam sebuah studi pada 2019 yang meneliti dampak dari kebijakan cuti orangtua menunjukkan bahwa cuti membangun loyalitas karyawan dan memainkan peran penting dalam menarik dan mempertahankan bakat.

Tiga perempat karyawan mengatakan mereka lebih dapat bertahan dengan atasan mereka karena kebijakan cuti orangtua dan 90% manajer mengatakan cuti orangtua adalah alat penting untuk retensi dan rekrutmen karyawan.

5. Mendukung kesetaraan gender melalui paternity leave

5. Mendukung kesetaraan gender melalui paternity leave
Freepik/user18526052

Peningkatan keterlibatan Papa dalam mengasuh anak dilandasi oleh hak pekerja laki-laki yang tidak jarang diabaikan dalam perannya sebagai orang tua. Stigma bahwa mengasuh anak identik sebagai peran yang hanya dilaksanakan oleh Mama dan Papa hanya berperan sebagai pencari nafkah sebenarnya telah mengabaikan peran Papa dalam mengasuh anak.

Oleh karena itu, paternity leave adalah tolak ukur baru kesetaraan gender dalam hubungan kerja dan keluarga. Peran pekerja laki-laki sebagai orang tua serta pengasuh dalam keluarga harus diakui dengan memberikan masa paternity leave yang cukup.

Laki-laki berhak atas persamaan gender dalam hubungan kerja dan keluarga. Pemberian masa paternity leave yang cukup akan menjadi langkah awal untuk mencapai tujuan tersebut.

6. Penerapan hukum cuti melahirkan di Indonesia

6. Penerapan hukum cuti melahirkan Indonesia
Monetnicole.com

Pemerintah telah mengatur hak-hak lepas dari pekerjaan selama masa mengandung hingga persalinan dengan tetap mendapatkan gaji dan sebagainya bagi karyawan perempuan. Cuti hamil atau cuti melahirkan diatur dalam Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam undang-undang tersebut cuti hamil diberikan selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Artinya, hak cuti hamil atau cuti melahirkan diberikan kepada karyawan perempuan maksimal 3 bulan terhitung sejak karyawan bersangkutan mengajukan izin cuti hamil atau surat permohonan cuti melahirkan.

Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan,” bunyi Pasal 82 ayat (1).

UU Ketenagakerjaan juga memberikan cuti bagi karyawan perempuan yang mengalami keguguran atau cuti keguguran. Jumlah hak cuti yang bisa diperoleh, yakni selama 1,5 bulan.

Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan,” bunyi Pasal 82 ayat (2).

Selain itu, dalam Pasal 83 juga dijelaskan bahwa karyawan perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja,” bunyi Pasal 83.

Selama masa cuti melahirkan, karyawan perempuan tetap diberikan hak upah penuh oleh perusahaan. Artinya, perusahaan tetap memberikan gaji dan penerimaan lain seperti tunjangan pada karyawan perempuan tersebut walau sedang menjalani hak cuti melahirkan.

Bagi perusahaan yang tidak memberikan cuti hamil dan melahirkan selama 3 bulan atau tidak memberikan upah selama cuti hamil dan melahirkan, perusahaan bisa dikenakan sanksi sesuai Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 400.000.000.

7. Adakah peraturan di Indonesia yang mengatur paternity leave?

7. Adakah peraturan Indonesia mengatur paternity leave
www.photographyconcentrate.com

Cuti melahirkan sebenarnya bukan hanya menjadi hak bagi karyawan perempuan tetapi juga karyawan laki-laki. Di Indonesia, hak cuti suami jika istri melahirkan atau biasa disebut paternity leave sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 93 Ayat (4) Huruf (e) UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

Durasinya berbeda dengan maternity leave. Bila cuti hamil dan melahirkan adalah selama 3 bulan dengan tetap digaji, paternity leave hanya bisa dua hari dengan tetap digaji.

Bila ingin lebih dari dua hari, maka suami harus mengajukan cuti tambahan seperti non-paid leave atau memotong hak cuti tahunannya.

Di luar ketentuan cuti yang telah berlaku itu, beberapa perusahaan telah membuat kebijakan sendiri yang memberikan hak cuti suami jika istri melahirkan dengan durasi yang lebih lama dari ketetapan pemerintah.

Selain UU Ketenagakerjaan, aturan mengenai cuti ayah juga tercantum dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) No. 24 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Aturan BKN ini menyebut bahwa PNS laki-laki bisa mengajukan cuti dengan alasan mendampingi istri melahirkan. Cuti ini masuk ke dalam kategori Cuti Karena Alasan Penting dengan lama durasi cuti maksimal satu bulan.

Jika ingin mendapatkan cuti ini, PNS harus melampirkan surat keterangan rawat inap dari rumah sakit atau puskesmas tempat sang Istri melahirkan.

Itulah informasi mengenai beberapa alasan mengapa Papa juga membutuhkan cuti melahirkan sekaligus hukum tentang cuti melahirkan yang berlaku di Indonesia. Semoga informasi tadi bermanfaat, ya!

Baca Juga:

The Latest