Menjawab Rasa Penasaran, Bisakah Transgender Hamil?

Transgender yang dilahirkan sebagai laki-laki lalu berubah menjadi perempuan apakah bisa hamil?

31 Mei 2021

Menjawab Rasa Penasaran, Bisakah Transgender Hamil
Freepik/Santipong6519

Beberapa waktu belakangan ini, publik dikejutkan oleh kabar dua sosok selebritis Indonesia yang dikenal sebagai transgender. Yang baru-baru ini ramai dibicarakan adalah sosok yang pertama menjadi sorotan karena rencananya untuk melakukan cangkok rahim. Sementara sosok yang lain, menjadi buah bibir masyarakat karena kabar kehamilannya. 

Tentu saja, kedua kabar ini menggegerkan masyarakat. Meski secara penampilan kedua sosok tersebut menyerupai perempuan yang cantik dan anggun, tetapi secara organ reproduksi hal ini menjadi pertanyaan besar. Benarkah seorang transgender bisa hamil? Daripada penasaran, yuk kali ini Popmama.com akan menjawab rasa ingin tahu Mama:

Mengenal Cangkok Rahim

Mengenal Cangkok Rahim
Pixabay/LJNovaScotia

Cangkok rahim pertama kali diinisiasi oleh seorang peneliti bernama Emil Knauer pada tahun 1896. Knauer yang berasal dari Austria tersebut melakukan percobaan transplantasi ovarium terhadap kelinci. Setelah melakukan berbagai penelitian, cangkok rahim pun akhirnya dapat dilakukan terhadap manusia.

Cangkok rahim dilakukan dengan cara mengambil rahim perempuan pendonor, kemudian menyimpannya pada wadah khusus dengan suhu tertentu. Rahim yang didonorkan bisa berasal dari perempuan yang masih hidup atau pun sudah meninggal, dengan kondisi rahim yang sehat. 

Penerima donor akan menjalani serangkaian pemeriksaan sebelum melakukan operasi pencangkokan. Rahim yang akan dicangkok pun dilihat kondisi dan fungsinya. Jika semuanya dinilai baik, maka operasi pencangkokan bisa dilakukan. 

Butuh waktu selama enam bulan untuk melihat fungsi dan kinerja rahim yang telah dicangkok.

Editors' Pick

Apakah Cangkok Rahim dapat Membuat Seseorang Hamil?

Apakah Cangkok Rahim dapat Membuat Seseorang Hamil
Freepik/protoolsoleh

Apabila fungsi cangkok rahim berjalan dengan baik, maka kehamilan bisa terjadi melalui proses fertilisasi. Sel sperma dan sel telur akan digabungkan di laboratorium untuk kemudian ditanamkan pada rahim yang dicangkokkan. Proses ini mirip dengan proses penanaman embrio pada bayi tabung atau IVF.

Dilansir dari Bionews, tingkat kesuksesan kehamilan hingga kelahiran penerima donor cangkok rahim ini cukup mengesankan. Tercatat sebanyak 20 kelahiran terjadi dari 70 cangkok yang dilakukan. 

Risiko Melakukan Cangkok Rahim

Risiko Melakukan Cangkok Rahim
Freepik/Stokerphotos

Seperti kebanyakan praktek cangkok organ tubuh, cangkok rahim pun tidak lepas dari risiko yang mengintainya. Terutama risiko penolakan tubuh terhadap rahim orang lain yang ditanamkan. 

Tubuh bisa merespon rahim yang dicangkokkan sebagai benda asing yang kemudian berbalik diserang oleh sistem kekebalan. Hal ini bisa diminimalkan dengan melakukan terapi penekan sistem kekebalan tubuh pada sang Penerima Donor. Tetapi, hal ini juga masih belum bisa dipastikan keberhasilannya 100 persen. 

Risiko lain dari cangkok rahim adalah fungsinya yang bersifat sementara. Rahim yang dicangkokkan ini tidak bisa berfungsi maksimal selayaknya rahim sendiri. Setelah dua sampai tiga kali kelahiran, rahim cangkokan ini harus diangkat. 

Namun yang harus diingat, cangkok rahim ini masih dalam tahap penelitian klinis dan eksperimental. Meski ada kisah yang sukses, tetapi kondisi tiap orang berbeda-beda sehingga praktek ini masih harus terus dikembangkan agar pasti keamanannya.

Bisakah Transwoman Hamil dengan Cangkok Rahim?

Bisakah Transwoman Hamil Cangkok Rahim
Frepik/serhii_bobyk

Lantas, yang menjadi pertanyaan banyak orang adalah dengan metode cangkok rahim, mungkinkah seseorang yang dilahirkan secara fisik sebagai laki-laki bisa hamil?

Jawabannya tidak. Meskipun secara wujud rahim tersebut 'melekat' pada tubuh seorang transwoman, tetapi secara alamiah tubuhnya tidak dapat menghasilkan plasenta yang dibutuhkan untuk mempertahankan kehamilan dan persiapan menyusui. Keberadaan rahim hanya sebagai 'wadah', tetapi hormon estrogen yang diproduksi ibu hamil tidak dimiliki oleh seorang transwoman. Fungsi-fungsi inilah yang tidak dapat dipenuhi oleh seorang transwoman seperti layaknya fungsi reproduksi seorang perempuan. 

Dilansir dari Scientific American, secara alamiah tubuh laki-laki memproduksi hormon seks yang disebut androgen. Hormon seks dalam jumlah tinggi dapat mengancam 'kehamilan'. Sekalipun pengobatan hormon bisa menekan jumlah hormon androgen pada laki-laki, tetapi terapi tersebut mungkin tidak cukup mampu mempertahankan 'kehamilan'. Selain itu alirah darah yang kurang dan konsisten ke janin, serta lingkungan biologis yang tidak seharusnya, dapat membahayakan janin maupun mereka yang 'mengandungnya'.

Bisakah Transman Hamil?

Bisakah Transman Hamil
Freepik/freepik

Transman adalah seseorang yang dilahirkan secara fisik sebagai perempuan, tetapi mengidentifikasi gendernya sebagai laki-laki. Pada banyak kasus, transman melakukan terapi-terapi hormon untuk memunculkan karakteristik laki-laki pada fisiknya. 

Banyak transman yang mengonsumsi testosteron untuk membuatnya 'steril' dan berpotensi tidak hamil. Saat mengonsumsi testosteron, ovulasi mungkin terhenti selama enam hingga 12 bulan. Tetapi, cadangan sel telur tidak hilang.

Jika seorang transman berhenti mengonsumsi testosteron, maka siklus menstruasinya akan kembali dalam waktu sekitar enam bulan. Oleh karena itulah, seorang transman yang menjalani terapi hormon testosteron pun masih berpotensi untuk hamil. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Rutger di tahun 2019 menemukan bahwa sekitar 30 persen transman mengalami kehamilan yang tidak direncanakan karena kurangnya pengetahuan tentang hal ini.

Nah, demikian jawaban dari pertanyaan banyak orang mengenai apakah seorang transgender bisa hamil. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan ya, Ma. 

Baca Juga:

Topic:

The Latest