Pada dasarnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 26 Mei 2006 yang lalu telah memfatwakan bahwa praktik transfer embrio ke rahim titipan merupakan praktik yang haram, karena menyangkut pada permasalahan nasab dan warisan pada sang Anak.
Hal tersebut juga dikuatkan oleh hasil keputusan dari Lembaga Riset dan Fatwa Al-Azhar. Dalam sidangnya pada 29 Maret 2011 yang lalu, mereka mengeluarkan keputusan yang mengharamkan praktik penyewaan rahim.
Keputusan ini juga disepakati oleh kalangan fuqaha’ (ahli fiqih atau hukum Islam) kontemporer saat membahas masalah serupa di salah satu konferensi Islam di bidang ilmu kedokteran.
Alasannya, adanya pihak ketiga (pemilik rahim yang disewa) selain suami pemilik sperma dan istri pemilik sel telur, sehingga Mama sebenarnya bagi si Bayi mustahil diketahui.
Dengan kata lain, mustahil ditentukan siapa yang lebih berhak menjadi orangtua si Bayi, apakah istri pemilik sel telur yang darinya tercipta janin dan terbawa seluruh sifat genetiknya, ataukah perempuan yang di dalam rahimnya berlangsung seluruh proses perkembangan janin hingga menjadi sosok bayi yang sempurna?
Seorang anak yang berasal dari dua Mama tentu takan bisa mengetahui secara pasti siapa orangtuanya. Akibatnya, dia hidup dengan jiwa terbelah, berafiliasi pada Mama sang Pemilik sel telur ataukah pada Mama yang mengandungnya.
Inilah salah satu alasan yang membuat kalangan fuqaha’ memutuskan keharaman penyewaan rahim.
Nah, itulah ketiga informasi penting terkait sewa rahim yang perlu kamu ketahui.
Semoga bermanfaat dan dapat menjadi pertimbangan.