TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Hemofilia pada Ibu Hamil: Gejala, Penyebab, Risiko, dan Penanganannya

Hemofilia merupakan penyakit genetik yang bisa diturunkan pada anak

Freepik

Pernahkah Mama mendengar penyakit hemofilia? Hemofilia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan darah sukar membeku atau tidak membeku dengan cara yang seharusnya akibat tak memiliki cukup protein untuk pembekuan darah.

Ibu hamil harus mewaspadai risiko hemofilia. Sebab, jika seorang perempuan membawa gen hemofilia atau menderita penyakit tersebut, ia dapat memiliki anak dengan kondisi yang sama.

Namun, perencanaan dan tindakan pencegahan yang tepat dapat membantu ibu hamil dengan hemofilia menghindari sejumlah masalah karena risiko hemofilia selama kehamilan. 

Kali ini Popmama.com membagikan informasi mengenai hemofilia pada ibu hamil, gejala, penyebab, risiko, dan penanganannya. Simak penjelasannya di bawah ini, yuk Ma!

1. Gejala hemofilia pada ibu hamil

Pixabay

Melansir dari Medical News Today, ibu hamil dapat mengalami gejala dan tanda perdarahan spontan akibat hemofilia yang sama dengan penderita pada umumnya yakni meliputi :

  • Memar
  • Hematoma, yaitu ketika ada perdarahan ke dalam otot atau jaringan lunak
  • Pendarahan dari mulut dan gusi
  • Darah dalam tinja
  • Darah dalam urin
  • Mimisan yang sering dan sulit dihentikan
  • Pendarahan setelah vaksinasi atau suntikan lainnya
  • Pendarahan ke dalam persendian

Menurut National Organization for Rare Disorders, tingkat keparahan hemofilia juga dapat memengaruhi gejala.

Dalam kasus ringan, gejala hemofilia mungkin tidak muncul sampai dewasa. Itulah sebabnya, ada kasus di mana penyakit ini baru terdeteksi ketika seseorang hamil atau mengalami proses persalinan.

Dalam kasus sedang, tenaga medis biasanya bisa mendiagnosis pada saat penderita tersebut berusia 5 atau 6 tahun. Sedangkan pada kasus yang parah, dokter bisa mendiagnosisnya ketika penderita tersebut masih bayi.

2. Penyebab hemofilia

Pixabay/LisaLiza

Hemofilia biasanya merupakan kelainan bawaan, di mana seorang penderita sudah mendapat penyakit ini sejak ia lahir.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat menyatakan bahwa hemofilia adalah kondisi resesif terkait seks. Hemofilia cenderung terjadi pada laki-laki. Alasan dari kondisi berkaitan dengan gen yang diturunkan.

Laki-laki mewarisi satu kromosom X dari orangtua perempuan dan satu kromosom Y dari orangtua laki-laki. Perempuan memiliki dua kromosom X, mewarisi satu dari setiap orangtua.

Perubahan genetik yang menyebabkan hemofilia adalah perubahan resesif pada kromosom X. Laki-laki memiliki satu salinan gen dalam kromosom X, dan perempuan memiliki dua salinan.

Akibatnya, laki-laki memiliki peluang 50% untuk mengembangkan hemofilia jika ibu kandung mereka adalah pembawa gen. Jika mereka mewarisi kromosom X yang terkena, mereka menderita hemofilia.

Perempuan juga dapat menderita hemofilia secara aktif. Namun, ini jarang terjadi. Perempuan yang mewarisi hemofilia disebabkan gen yang terkena ada di kedua kromosom X, atau gen yang terkena ada di satu kromosom X, dan tidak aktif atau hilang di kromosom lainnya.

Perempuan dengan satu gen yang terkena hemofilia dapat menjadi pembawa dan menularkan kondisi ini kepada anak-anaknya.

Dalam beberapa kasus, seseorang juga dapat secara spontan mengembangkan mutasi gen yang menyebabkan hemofilia. Dalam kasus ini, orang tersebut tidak memiliki riwayat keluarga dengan kondisi tersebut, dan ibu kandungnya bukan pembawa. Tetapi kasus ini sangat jarang terjadi dan kondisi tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun yang menyerang sistem pembekuan darah.

3. Risiko hemofilia pada ibu hamil

netdoctor.cdnds.net

Seperti yang Mama tahu, hemofilia merupakan kelainan darah yang menyebabkan masalah pada pembekuan darah sehingga mengganggu proses penyembuhan luka.

Karenanya, ibu hamil dengan kelainan ini akan memilki beberapa risiko kesehatan di antaranya :

  • Abruptio plasenta. Kondisi ketika plasenta (ari - ari) terlepas dari rahim sebelum waktunya sehingga bisa terjadi keguguran karena janin tidak menerima oksigen serta nutrisi yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhannya di dalam kandungan.
  • Perdarahan saat proses melahirkan. Ibu hamil yang mempunyai kelainan hemofilia harus diperiksa pada aktivitas faktor pembekuan darah menjelang akhir kehamilan. Jika hasilnya menunjukan kurang dari 50%, maka diperlukan pengawasan untuk risiko perdarahan, terutama semasa persalinan. Beberapa ibu hamil disarankan untuk melahirkan normal agar mengurangi trauma dan risiko perdarahan saat persalinan.
  • Perdarahan postpartum. Peningkatan kadar faktor pembekuan darah kembali normal dalam 14-21 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, risiko perdarahan postpartum meningkat dan masih bisa terjadi hingga enam minggu setelah melahirkan. Oleh karena itu, perempuan penderita hemofilia tetap memerlukan pemeriksaan lanjutan secara teratur bahkan setelah melahirkan.
  • Mewarsikan kelainan hemofilia ke anak - anaknya. Perempuan dengan hemofilia berisiko menularkan penyakit kepada anak-anak mereka yang belum lahir. Jika mereka melahirkan anak laki-laki, ada kemungkinan 50% penyakit hemofilia akan diwariskan. Jika melahirkan anak perempuan, ada kemungkinan 50% anak tersebut adalah pembawa hemofilia.

4. Cara penanganan hemofilia pada kehamilan

mamaeecia.com.br

Berikut beberapa cara penanganan hemofilia pada kehamilan, yaitu:

1. Konseling prakonsepsi

Perempuan yang memiliki risiko gangguan perdarahan atau pembawa kelainan penyakit ini harus menjalani tes diagnostik sebelum hamil untuk menentukan konseling prakonsepsi yang tepat dan manajemen kehamilan dini.

Hal ini sangat penting bagi perempuan dengan gangguan perdarahan parah atau mereka yang berpotensi mengandung bayi yang membawa hemofilia berat.

2. Melakukan tes prenatal dan screening

Jika Mama mempertimbangkan untuk mempertahankan kehamilan, maka Mama harus meminta dokter melakukan tes prenatal lanjutan dan tes screening di masa awal kehamilan.

3. Melakukan tes pada bayi segera setelah lahir untuk tindakan penanganan

Setelah melakukan penentuan jenis kelamin janin yang berguna dalam menangani kehamilan pada penderita hemofillia. Penting juga untuk mengetahui segera setelah lahir apakah si anak menderita hemofilia agar dapat segera diberikan perawatan khusus untuk menghindari masalah perdarahan.
 

5. Jaga kesehatan dan hindari dari bahaya cedera

Hindari aktivitas yang berpotensi membahayakan serta lakukan pemerikasan rutin pada sendi, gusi serta beberapa bagian tubuh yang berisiko terjadi memar dan perdarahan.

Hemofilia pada ibu hamil membawa berbagai risiko. Perlu dilakukan pengawasan dari tim medis agar penderita bisa memilki kehamilan yang sehat.

Perlu adanya kerjasama antara dokter kandungan yang menangani kehamilan, hematolog yang merawat hemofilia (ahematolog) dan ahli anestesi selama persalinan sehingga ibu hamil dengan hemofilia dapat melahirkan dengan aman.

Demikian informasi mengenai hemofilia pada ibu hamil, gejala, penyebab, risiko, dan penanganannya. Semoga bermanfaat, ya.

Baca juga :

The Latest