TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Hukum Tradisi 4 Bulanan dalam Islam, Wajib Nggak Ya?

Tradisi 4 bulanan atau mapati dilakukan saat janin sudah memasuki usia 4 bulanan di dalam rahim ibu

Pexels/Paola Vasquez

Masyarakat Indonesia, memang sarat dengan berbagai budaya dan tradisi. Salah satu yang cukup populer adalah ritual Mapati, yang juga familiar dengan istilah selamatan empat bulanan yang sudah sering dilakukan. Sesuai namanya, tradisi ini dilakukan saat janin sudah memasuki usia empat bulanan di dalam rahim sang Mama.

Meski demikian, prosesi ini menuai berbagai kontroversi di kalangan masyarakat. Sementara banyak orang menganggapnya sebagai tradisi yang bernilai positif, sebagian umat Muslim berpendapat bahwa tradisi empat bulanan adalah bagian dari bid’ah yang sifatnya menyesatkan.

Perbedaan pendapat ini memang menimbulkan keraguan bagi masyarakat yang ingin menjalankannya. Namun setiap pendapat tentunya memiliki dasar masing-masing. Dalam artikel ini, Popmama.com akan mencoba menjabarkan tentang hukum tradisi 4 bulanan dalam Islam.

Seluk Beluk Tradisi 4 Bulanan dalam Islam

Pexels/Vidal Balielo Jr.

Sebelum membahas tentang hukum tradisi empat bulanan dalam Islam, Mama harus terlebih dahulu mengenal apa saja ritual yang dilakukan di dalamnya. Umumnya, acara ini diisi dengan kegiatan doa bersama untuk mendoakan kebaikan bagi janin.

Penyelenggara akan mengundang tetangga dan orang dekat untuk melantunkan doa, antara lain Surat Al-Mu’minuun ayat 12-14, Surat Yusuf ayat 1-16, Surat Maryam ayat 1-15 atau keseluruhannya, dan Surat ar-Rahman ayat 1-78. Setelahnya, sebagaimana adat orang Jawa, akan ada perjamuan dan pembagian makanan untuk tamu yang hadir.

Pemilihan waktu empat bulan ini ternyata bukan asal-asalan. Menurut Hadits Riwayat (HR) Imam Muslim, pada usia tersebut janin telah terbentuk dengan bagian tubuh lengkap. Selain itu, Allah memerintahkan malaikat untuk meniupkan ruh, serta mencatat rezeki, ajal, amal, serta jalan hidupnya.

“Sesungguhnya setiap orang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari (berupa sperma), kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu empat puluh hari pula, kemudian menjadi segumpal daging dalam waktu empat puluh hari juga. Kemudian diutuslah seorang malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menuliskan empat hal; rejekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia menjadi orang yang celaka atau bahagia.” (Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim).

Terkait Tudingan Bid’ah

Pexels/Cottonbro

Berbagai perkara dalam ajaran Islam memang mengundang pemahaman yang berbeda bagi setiap pemeluknya. Sebagian orang menganggap tradisi empat bulanan tidak sesuai dengan ajaran Islam karena ini dinilai sebagai perkara baru. Sedangkan, salah satu hadist meriwayatkan agar umat Islam menjauhi perkara baru.

“Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan.” (HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).

Kajian Para Ulama mengenai Tradisi 4 Bulanan

Pixabay/Falco

Walaupun ada sebagian pihak yang meragukan haram tidaknya tradisi 4 bulanan, namun ulama berusaha melihatnya dari sisi yang lain. Faktanya, ketika ditelisik, acara ini merupakan doa bersama untuk mendoakan keselamatan kepada si Calon Bayi.

Di waktu yang sama dengan ditiupkannya ruh, tradisi ini dilakukan untuk memanjatkan permohonan terbaik agar si jabang bayi dicatat dengan segala kebaikan. Hal ini juga diungkapkan dalam Surat Al-A’raf ayat 189 yang berisi tentang anjuran untuk mendoakan janin dalam kandungan.

“Dialah dzat yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu dan darinya Dia ciptakan istrinya agar ia merasa senang kepadanya. Maka ketika ia telah mencampurinya, sang Istri mengandung dengan kandungan yang ringan dan teruslah ia dengan kandungan ringan itu. Lalu ketika ia merasa berat kandungannya keduanya berdoa kepada Allah Tuhannya, “Apabila Engkau beri kami anak yang saleh maka pastilah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Karenanya, mengingat esensi utama dari tradisi empat bulanan ada berdoa, bertepatan dengan ditiupkannya ruh, sebagian besar ulama menyatakan bahwa hal ini diperbolehkan selama memiliki tujuan baik. Segala jamuan dan makanan yang dibagikan dipandang sebagai sedekah dan penghormatan kepada tamu yang hadir.

Demikian ulasan singkat Popmama.com tentang hukum tradisi 4 bulanan dalam Islam. Selama diisi dengan kegiatan positif, seperti berdoa dan bersyukur, kegiatan ini dianggap tidak bertentangan dengan agama. Asal jangan ada kegiatan yang sifatnya menyekutukan Allah ya, Ma!

Baca juga:

The Latest