Lantas, bagaimana jika seorang perempuan yang tidak bersuami, baik perawan maupun janda, kemudian hamil dan menikah dengan seorang laki-laki dalam waktu enam bulan sejak kehamilan?
Dalam kasus ini, bayi yang dikandungnya tersebut dapat dianggap sebagai anak dari laki-laki yang menjadi suaminya. Hal ini sudah dijelaskan oleh Syekh Abu Ishaq asy-Syairazi, sebagai berikut:
اذا تزوج امراة وهي وهو ممن يولد له ووطيها ولم يشاركه احد في وطيها بشبهة ولا غيرها واتت بولد لستة اشهر فصاعدا لحقه نسبه ولا يحل له نفيه
Artinya: "Jika seorang perempuan menikah, sementara dirinya dan laki-laki yang menikahinya termasuk orang yang sudah mampu memberi keturunan, juga tidak ada laki-laki lain yang menyertai laki-laki tersebut dalam mencampuri si perempuan tadi, baik secara syubhat maupun selain syubhat, hingga lahirlah seorang anak dengan usia kehamilan enam bulan atau lebih, maka dinasabkanlah anak itu kepada si laki-laki yang menikahinya tadi, dan tidak boleh si laki-laki menolaknya." (Syekh Abu Ishaq asy-Syairazi, al-Muhadzab, juz II/121).
Namun, apabila perempuan menikah di usia kehamilan kurang dari enam bulan, maka anak yang dilahirkan tidak bisa dinasabkan kepada laki-laki yang menikahinya.
وان اتت بولد لدون ستة اشهر من وقت العقد انتفى عنه من غير لعان
Artinya: "Jika si perempuan melahirkan anak, sementara kelahirannya kurang dari enam bulan sejak berlangsungnya akad, maka tertolaklah anak tersebut dari laki-laki yang menikahinya tanpa harus ada li'an." (Syekh Abu Ishaq asy-Syairazi, al-Muhadzab, juz II/120).
Demikian rangkuman mengenai nasab bayi dari istri yang selingkuh hingga hamil. Semoga bisa menjawab pertanyaan mama.