Sampai saat ini, hal tersebut sebetulnya masih banyak diperdebatkan. Pasalnya, banyak ahli yang percaya jika menyusui berkontribusi pada kecerdasan, peningkatan memori jangka panjang, dan kemampuan memecahkan masalah pada anak ketika ia tumbuh dewasa nanti.
Misalnya, sebuah penelitian yang diterbitkan oleh The Lancet Global Health di tahun 2015 menunjukkan bahwa anak-anak yang ketika bayi diberikan ASI memiliki hasil tes kecerdasan yang lebih baik.
Penelitian tersebut melibatkan 3.500 anak yang diteliti tumbuh kembangnya sejak remaja hingga dewasa. Ketika mereka berusia 30 tahun, anak-anak yang dulunya diberikan ASI eksklusif memiliki kecerdasan, tingkat pendidikan, dan pendapatan yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif semasa bayinya.
Ada pula satu penelitian yang melibatkan 14.000 bayi yang disusui semasa kecil. Ketika mereka berusia 6,5 tahun, anak-anak tersebut kemudian dievaluasi tingkat kecerdasan dan kemampuan akademiknya oleh dokter dan guru-guru. Hasilnya, ada korelasi positif antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan kognitif jangka panjang anak-anak tersebut.
Akan tetapi, sayangnya tak sedikit pula yang beranggapan jika menyusui dan peningkatan kemampuan kognitif anak tidak terlalu berhubungan, Ma.
Contohnya, sebuah penelitian yang diterbitkan di Pediatrics pada Maret 2017 melaporkan bahwa tidak ada keuntungan jangka panjang dari menyusui. Mereka meneliti sekitar 7.500 bayi sampai usianya lima tahun.
Peneliti tersebut mengevaluasi bagaimana anak-anak tersebut berbahasa, bagaimana cara mereka memecahkan masalah, dan bagaimana perilaku mereka ketika berusia 9 bulan, 3 tahun, dan 5 tahun.
Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa menyusui memang berpengaruh pada kemampuan kognitif anak-anak, namun tidak untuk jangka waktu yang panjang. Ketika anak sudah berusia 5 tahun, perbedaan tumbuh kembang dan kecerdasan anak yang diberi ASI dan yang tidak menjadi kurang signifikan.