Jika bayi sering muntah terutama setiap kali habis makan, hal ini perlu ditelusuri lebih lanjut.
Bayi memiliki kemungkinan mengalami penyakit asam lambung atau Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).
Refluks terjadi ketika lingkaran otot antara kerongkongan dan lambung tidak berfungsi maksimal, sehingga asam lambung dan makanan dari lambung kembali ke kerongkongan.
Umumnya, hal ini terjadi karena fungsi cincin otot yang berfungsi seperti katup pada kerongkongan bagian bawah dari bayi belum sempurna.
Kabar baiknya, katup tersebut biasanya akan berfungsi sempurna mulai usia 4-5 bulan hingga usia satu tahun.
Saat itu, muntah yang dialami bayi akan berhenti. Bayi mengalami refluks juga bisa disebabkan oleh ukuran lambungnya yang masih kecil, sehingga mudah terisi penuh.
Ditemui pada acara Embrace the Joy of Motherhood, dr. Marissa T.S Pudjiadi Sp.A menyebutkan bahwa selain muntah, ada beberapa gejala lain yang mengiringi GERD pada bayi, antara lain:
- Rasa sakit atau perih di tenggorokan dan dada bayi sehingga sering menolak menyusu atau makan.
- Menangis saat atau setelah menyusu atau diberi makan.
- Sering batuk ataupun batuk yang berlangsung cukup lama.
- Gangguan pernapasan seperti tersedak, batuk, napas berbunyi atau mengi, hingga sesak napas. Jika tidak diobati, gangguan pernapasan ini bisa menyebabkan pneumonia.
- Gangguan tumbuh kembang seperti terlambat berjalan atau berbicara. Hal ini disebabkan karena bayi tidak cukup memperoleh nutrisi yang dibutuhkan.
Untuk mengatasi GERD pada bayi, umumnya, dokter akan memberikan obat-obatan yang akan mengurangi gas dalam lambung, sekaligus obat yang akan menurunkan kadar asam lambung.
Meski demikian, beberapa penelitian menunjukkan adanya kemungkinan bahwa pemakaian obat-obatan penurun asam lambung tidak dapat sepenuhnya mengurangi terjadinya refluks pada bayi.
Pemberian obat-obatan harus sangat hati-hati pada bayi, sebab ada kemungkinan akan menimbulkan efek samping.
Selain dengan obat-obatan, pada beberapa kasus mungkin diperlukan tindakan operasi untuk mengatasi GERD.
Prosedur ini tergolong efektif namun jarang dilakukan, karena mempertimbangkan risikonya terhadap bayi.