Anak-anak kini menjadi target baru dalam fenomena perekrutan kelompok terorisme. Data terbaru dari Densus 88 Antiteror Polri menunjukkan peningkatan signifikan jumlah anak yang terpapar paham radikal, dengan modus utama melalui platform game online dan media sosial.
Yang mengkhawatirkan, korban didominasi anak usia 10-18 tahun yang tersebar di 23 provinsi di Indonesia. Kondisi ini tentu menjadi alarm darurat bagi para orangtua di era digital.
Proses rekrutmen paham radikal ini dimulai dari fitur chat dalam game, yang kemudian berlanjut ke grup privat untuk indoktrinasi.
Lantas, bagaimana cara tepat melindungi anak-anak kita dari jerat radikalisme online? Simak ulasan lengkap dan langkah pencegahannya dalam artikel Popmama.com berikut ini.
