- Enggan bercerita karena takut situasi semakin memburuk,
- Takut dianggap lemah,
- Merasa tidak ada orang dewasa yang benar-benar bisa menolong.
Dampak Bullying: Dari Rasa Tak Berdaya hingga Potensi Serangan Balik

- Korban bullying cenderung menarik diri dan tidak berani bercerita.
- Beberapa korban bullying menyimpan kemarahan hingga melakukan serangan balik sebagai upaya mempertahankan diri.
- Bullying dapat menyebabkan munculnya pikiran untuk mengakhiri hidup.
Bullying bukan sekadar ejekan atau tindakan tidak menyenangkan. Bagi korbannya, ini bisa menjadi pengalaman yang mengguncang rasa aman, harga diri, dan cara mereka memandang dunia. Tak jarang, efeknya jauh lebih dalam dari yang terlihat di permukaan.
Pada momen Popmama Arisan edisi spesial Hari Ayah yang mengusung tema Love Reloaded: The Blueprint of Love, The Power of Dad, Sabtu (15/11/2025), Psikolog klinis Alexandra Gabriella A., M.Psi., Psikolog, CHt., C.ESt., memberikan pandangan tentang bagaimana bullying berdampak hebat pada mental seseorang.
Setiap individu bisa merespons berbeda, ada yang menarik diri, ada yang memberontak.
Berikut Popmama.com bagikan penjelasan lengkap dampak bullying: dari rasa tak berdaya hingga potensi serangan balik.
1. Menarik diri dan tidak berani bercerita

Salah satu respons paling sering dari korban bullying adalah menarik diri. Secara emosional, mereka merasa berada di lingkungan yang mengancam, sehingga tubuh dan pikiran memilih mode bertahan dan takut bersosialisasi.
Psikolog menjelaskan bahwa jika bullying berlangsung terus-menerus, korban bisa mulai melihat dunia sebagai tempat yang berbahaya. Ini membuat mereka:
Anak yang sebelumnya aktif dan ceria bisa tiba-tiba berubah menjadi pendiam, menghindari teman, bahkan kehilangan minat pada hal-hal yang dulu sangat disukai. Ini adalah cara mereka menciptakan jarak untuk merasa aman, meskipun sebenarnya justru membuat mereka semakin terisolasi.
2. Kemungkinan melakukan serangan balik

Tidak semua korban terlihat rapuh. Beberapa justru menyimpan kemarahan hingga menumpuk dan akhirnya meledak dalam bentuk serangan balik. Ketika rasa tertekan tidak mendapatkan jalan keluar, seseorang bisa “menyerang” sebagai upaya mempertahankan diri.
Psikolog menyebutkan bahwa respons ini muncul saat konflik terjadi secara berulang tanpa adanya dukungan. Korban bisa:
- Membalas pelaku,
- Melampiaskan kemarahan pada orang yang lebih lemah,
- Menjadi agresif dalam percakapan atau tindakan kecil sehari-hari.
Mereka bukan sedang “berubah menjadi nakal”, tetapi sedang berjuang untuk mengembalikan rasa kontrol atas hidupnya. Tubuh mereka merespons bahaya dengan agresi, karena itu satu-satunya cara yang terasa aman.
3. Munculnya pikiran mengakhiri hidup

Ini adalah dampak paling berat dari bullying. Ketika korban merasa sendirian, tidak dipercaya, atau tidak melihat jalan keluar, pikiran ekstrem seperti ini bisa muncul.
Psikolog Alexandra menekankan bahwa anak dapat mengalami harga diri yang rendah sehingga merasa tak berharga, kehilangan harapan, dan pemikiran bahwa hidup tidak lagi bermakna.
Bullying terus-menerus membuat mereka merasa dunia tidak seperti yang mereka bayangkan. Mungkin kejam, terlalu berat, terlalu menyakitkan. Karena itu, pengawasan orang dewasa sangat dibutuhkan ketika anak mulai menunjukkan gejala seperti putus asa, menarik diri ekstrem, atau kehilangan motivasi.
4. Beberapa korban punya respon yang positif

Tidak semua luka mengarah pada keterpurukan. Terdapat korban bullying yang justru tumbuh menjadi pribadi penuh empati, dan menggunakan pengalaman buruknya sebagai kekuatan.
“Banyak survivor bullying tumbuh menjadi pembicara, mentor, atau konselor yang sangat dihormati,” tutur Psikolog Alexandra
Mereka tahu bagaimana rasanya terluka, dan karena itu mereka ingin menjadi tempat aman bagi orang lain.
5. Dampak lainnya, pribadi yang dependen dan tak berdaya

“Bullying dapat membuat anak merasa sangat lemah dan tidak mampu berdiri sendiri. Akibatnya, mereka bisa berkembang menjadi individu yang sangat dependen secara
Ketergantungan ini terbentuk karena mereka pernah hidup lama di bawah tekanan dan ancaman. Tanpa intervensi, pola ini bisa terbawa hingga dewasa.
Akibatnya, mereka akan selalu membutuhkan pendampingan dalam mengambil keputusan, takut sendirian, dan sulit percaya diri tanpa dorongan orang lain.
6. Korban bullying cenderung membangun “benteng” emosional

Korban bullying sering membangun dinding emosional yang tebal untuk melindungi diri dari luka baru. Mereka tidak mudah percaya, tidak mau membuka diri, dan cenderung berhati-hati dengan siapa pun.
Psikolog Alexandra menekankan, “Approach-nya harus pelan-pelan dan tidak memaksa, Bukannya menyudutkan dengan pertanyaan, tapi berikan perhatian yang tulus. Misalnya, mengajak menonton film, memberikan makanan kesukaan, buat ruang yang nyaman agar ia mau terbuka.”
Sebagai bagian dari masyarakat, Psikolog Alexandra mengajak untuk saling peduli dengan lingkungan. Sentuhan kecil seperti:
- Menanyakan kabar secara halus,
- Menunjukkan perhatian tanpa desakan,
- Memberi kesempatan mereka bicara saat siap,
Dapat menjadi kunci agar mereka merasa aman kembali.
7. Jika semakin menarik diri, bantuan profesional dibutuhkan

Ketika korban sudah terlalu sering melihat dunia sebagai tempat yang jahat, pandangan ini dapat mengakar dan mengganggu kehidupannya dalam jangka panjang. Pada tahap ini, psikolog atau konselor perlu turun tangan.
Dukungan profesional membantu korban:
- Memproses trauma secara aman dan terstruktur
- Membangun rasa aman yang hilang,
- Melihat alternatif yang lebih sehat dalam menghadapi masalah.
Intervensi dini sangat penting karena semakin lama trauma dibiarkan, semakin dalam dampaknya pada kesehatan mental, kepribadian, dan hubungan mereka di masa depan.
8. Jika anak defensive atau memberontak, tunjukkan ketulusan

Anak yang pernah dibully sering tampak keras kepala, menolak bantuan, atau bahkan sinis pada perhatian orang lain. Ini bukan sikap “nakal”, melainkan mekanisme bertahan karena mereka pernah merasakan dikhianati atau direndahkan.
Psikolog Alexandra menyarankan agar orang terdekat memulai dengan hal yang ringan dan menyenangkan untuk melakukan pendekatan. Serta, tunjukkan bahwa perhatian tidak bersyarat.
Kepercayaan mereka hanya bisa muncul dari kesabaran, komunikasi yang hangat, dan konsistensi kita hadir tanpa memaksa.
Itulah dampak bullying: dari rasa tak berdaya hingga potensi serangan balik.



















