Dok. KONEKSI, INKLUSI, SKALA, INOVASI
Ancaman digital terhadap perempuan, anak perempuan, dan anak datang dalam banyak bentuk. Namun dari berbagai laporan yang masuk, Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFENET mengidentifikasi tiga pola yang paling sering dan paling merusak:
1. Ancaman penyebaran konten intim
Banyak kasus bermula dari hubungan romantis, kedekatan emosional, atau relasi yang sudah dibangun lama. Kalau sudah begitu, pelaku akan memanfaatkan rasa percaya korban.
Pelaku meminta foto atau video intim dengan alasan “bukti cinta”, “tanda percaya”, atau “hanya untuk kita berdua” dan memberi ilusi rasa aman.
Namun yang tidak terlihat oleh korban adalah bahwa permintaan ini sering dirancang sebagai jebakan panjang. Begitu konten diberikan, pelaku mulai menekan korban dengan kata-kata manipulasi:
“Kalau kamu putus, aku sebar.”
“Kalau kamu nggak turuti, aku kirim ke temanmu.”
“Aku punya bukti, hati-hati.”
Ketika ketakutan sudah menjerat, rasa itu jadi alat kontrol dan kekerasan psikologis yang sangat menghancurkan.
2. Penyebaran konten intim
Tidak sedikit pelaku yang berani menyebarkan konten intim. Penyebaran bisa terjadi melalui group telekomunikasi sekolah atau kampus, akun anonim di media sosial, situs pornografi, atau bahkan dikirim langsung ke keluarga korban.
Dilatarbelakangi berbagai alasan yang kompleks, pelaku kadang mengaku sebagai pasangan yang marah setelah putus, teman yang menyebarkan tanpa izin, dan bisa juga menggunakan hidden camera, screen recording, atau device yang diretas.
Begitu konten menyebar, korban menghadapi gelombang emosional yang besar dari rasa malu, aib, kehilangan kendali atas tubuh sendiri, stigma moral, dan victim blaming. Lingkungan sering menyalahkan korban yang bersedia mengirimkan konten intim. Inilah yang membuat luka psikologisnya dalam dan panjang.
3. Sexortion
Sextortion adalah bentuk pemerasan yang menggunakan materi seksual (foto, video, atau informasi intim) untuk mengancam korban agar menyerahkan uang, layanan seksual, atau melakukan tindakan seksual lebih lanjut. Pelaku memeras korban dengan berbagai cara, misalnya meminta uang, memaksa korban mengirim konten tambahan, memaksa korban melakukan hal tertentu (offline maupun online), atau mengancam akan menghubungi keluarga, atasan, atau publik.
Semua ini menunjukkan bahwa dampak KBGO bersifat berlapis, psikologis, sosial, finansial, hingga masa depan karier. Ancaman, penyebaran konten intim, manipulasi teknologi, dan sextortion tidak hanya melukai di ruang digital, tetapi merembet ke setiap sisi kehidupan korban.