Kisah Sunan Bonang, Berdakwah dengan Gamelan dan Sastra

Sunan Bonang merupakan anggota Wali Songo yang menggunakan gamelan dan sastra sebagai media dakwah

31 Mei 2022

Kisah Sunan Bonang, Berdakwah Gamelan Sastra
Popmama.com/Aristika Medinasari

Mama sering dengar lagu "Tombo Ati" yang dipopulerkan oleh Opick? Ternyata lagu tersebut diciptakan oleh Sunan Bonang sejak abad ke-15 loh. Digunakan oleh beliau sebagai sarana syiar agama Islam.

Tentunya versi Opick sudah di beri sedikit sentuhan dengan di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia supaya bisa lebih universal. Karena sejatinya lagu "Tombo Ati" menggunakan bahasa Jawa.

Inilah beberapa fakta yang Popmama.com hadirkan tentang kisah Sunan Bonang, berdakwah dengan gamelan dan sastra. Simak terus ya Ma!

1. Pendidikan Islam yang kuat sedari kecil

1. Pendidikan Islam kuat sedari kecil
Alhuda14.net

Lahir di Surabaya pada tahun 1465 dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Sunan Bonang adalah anak pertama dari Sunan Ampel dan ibunya bernama Nyai Ageng Manila.

Raden Makdum Ibrahim lahir di lingkungan yang agamais, sedari kecil beliau sudah menempuh pendidikan di pesantren milik ayahnya di Ampeldenta. Beliau sudah dipersiapkan menjadi penerus dakwah Islam di Nusantara oleh ayahnya, Sunan Ampel.

Di pesantren ayahnya tersebut Raden Makdum Ibrahim mempelajari ilmu fiqih, Ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur hingga bela diri yakni pencak silat.
Hal tersebut membuat Raden Makdum Ibrahim telah menguasai banyak ilmu disaat remaja.

Selain di pesantren milik Sunan Ampel, beliau juga menimba ilmu di Negeri Pasai saat remaja. Raden Makdum Ibrahim berguru kepada Syekh Maulana Ishak, ayah dari Sunan Giri.

Tak hanya Sunan Ampel dan Syekh Maulana Ishak, Sunan Bonang muda juga berguru kepada banyak ulama lainnya. Sehingga beliau diakui memiliki ilmu dan kecerdasan yang sangat baik oleh para pendidiknya.

2. Pemberian nama Sunan Bonang

2. Pemberian nama Sunan Bonang
Mahadalyjakarta.com

Syiar Islam yang disebarkan Raden Makdum Ibrahim dimulai di Kediri, Jawa Timur. Beliau mendirikan mushalla atau langgar di desa Singkal, tepatnya di tepi sungai Brantas. Disana ia berhasil mengislamkan Adipati Kediri, Arya Wiranatapada dan putrinya.

Dari Kediri, beliau melanjutkan perjalanan ke Demak, Jawa Tengah. Ia diminta menjadi Imam Masjid Demak oleh Raden Patah selaku Raja pada Kesultanan Demak.

Selama menjadi Imam Masjid Demak, Raden Makdum Ibrahim tinggal di Desa Bonang. Beliau dijuluki Sunan Bonang berdasarkan desa yang dihuninya itu.

Selain itu ia juga menciptakan sebuah alat musik tradisional yang mirip dengan gong, tetapi ukurannya lebih kecil. Alat musik tersebut dinamakan dengan alat musik bonang, kini lebih dikenal dengan gamelan Jawa.

Alat musik ini memiliki enam gong kecil yang diletakkan diatas rangka kayu. Tetapi dalam perkembangannya, kini bisa mencapai belasan.

Dakwah Sunan Bonang dilakukan dengan alat musik buatannya. Nada mengalun disertai tembang dari gamelan membuat warga setempat penasaran dan tertarik untuk menyaksikan dan mendengarkannya secara langsung. Alunan tembang disampaikan dengan sisipan nilai-nilai Islami.

Warga setempat yang datang berbondong-bondong tersebut akhirnya bersedia memeluk Islam dengan tanpa ada paksaan di tangan Sunan Bonang.

3. Peninggalan Sunan Bonang

3. Peninggalan Sunan Bonang
Tubankab.go.id

Seperti kita ketahui, Sunan Kalijaga melalui perjuangannya saat menantikan kedatangan Sunan Bonang kembali saat dititipkan tongkatnya selama beberapa tahun di pinggir kali.

Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Bonang untuk dijadikan sebagai Muridnya pada saat itu. Karena kegigihan niat dan tekad yang bulat, Sunan Kalijaga berhasil melewati ujian yang Sunan Bonang berikan.

Pada akhirnya Sunan Kalijaga dapat menjadi bagian dari Wali Songo berkat dipandu oleh Sunan Bonang. Padahal sebelumnya tak ada hubungan kekerabatan apapun antara Sunan Kalijaga dengan para Sunan lainnya.

Inilah peninggalan Sunan Bonang yang pernah tercatat dalam sejarah:

  • Masjid Demak

Pada pembangunan masjid Demak, terdapat 4 orang wali yang memiliki peran besar. Peran keempatnya diabadikan dengan 4 tiang utama penyangga mesjid yang disebut dengan istilah "Soko Guru". Masing-masing Soko Guru berdiri dengan formasi sebagai berikut; Sunan Bonang di sisi barat laut, Sunan Kalijaga di sisi timur laut, Sunan Ampel di sisi tenggara dan Sunan Gunung Jati si sisi barat daya.

  • Gamelan

Bakat Sunan Bonang pada dunia seni meninggalkan instrumen gamelan seperti Bonang, Kenong dan Kempul. Beliau merupakan kreator gamelan Jawa hingga yang kita kenal sekarang ini.

  • Tembang

Tembang ciptaan Sunan Bonang hingga saat ini masih sering kita dengar. Salah satunya adalah "Tombo Ati", ciptaan beliau yang lainnya adalah tembang mocopat, seperti Sinom, Wirangrong, Kinanti, Asmorodono atau Dandanggulo.

  • Suluk Wijil

Suluk Wijil adalah karya sastra Jawa yang bercorak tasawuf paling awal dalam sastra Jawa. Isinya menitikberatkan masalah hakiki seputar wujud dan rahasia-rahasia terdalam dari ajaran agama Islam. Hingga saat ini, manuskrip berisi 88 halaman di atas kertas Dluwang Jawa ini masih tersimpan rapi sebagai Koleksi Istimewa pada Leiden University Library di Belanda.

  • Memiliki 2 makam

Hingga usia lanjut, Sunan Bonang terus melakukan dakwahnya. Pada saat berdakwah di pulau Bawean, beliau meninggal dunia.

Kabar tersebar ke seantero pulau Jawa, para murid berdatangan dari berbagai daerah untuk memberikan penghormatan terakhir kepada gurunya.

Para murid yang berada di pulau Bawean menghendaki untuk memakamkan beliau di Pulau Bawean. Sedangkan para murid yang berasal dari pulau Jawa menginginkan jenazah Sunan Bonang dimakamkan di dekat ayahnya, yakni Sunan Ampel di Surabaya.

Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenazah mereka pun tak mau kalah. Jenazah yang sudah dibungkus dengan kain kafan milik orang Bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari Surabaya.

Saat malam hari, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membuat ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban. Lalu mengangkut jenazah Sunan Bonang kedalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya tergesa-gesa kain kafan jenazah tertinggal satu.

Kapal layar segera bergerak ke arah Surabaya, tetapi ketika berada di perairan Tuban tiba-tiba kapal yang dipergunakan tidak bisa bergerak akhirnya jenazah Sunan Bonang dimakamkan di kompleks pemakaman Desa Kutorejo, Tuban, Jawa Timur, tepatnya di sebelah barat Mesjid Agung Tuban.

Sementara anehnya, kain kafan yang ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenazahnya. Orang-orang Bawean pun menguburkannya dengan penuh khidmat.

Dengan demikian ada dua jenazah dan terdapat dua makam Sunan Bonang, inilah karomah atau kelebihan yang diberikan Allah kepada beliau. Dengan demikian tak ada permusuhan diantara murid-muridnya.

Makamnya di Tuban telah menjadi tujuan wisata religi, biasanya warga masyarakat berkunjung untuk ziarah sambil jalan-jalan santai bersama rombongan. Di luar kawasan makam pun terdapat banyak penjaja oleh-oleh khas Tuban.  

Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525. Hingga akhir hayatnya, dirinya sangat sibuk dalam mensyiarkan agama Islam sebagai ulama dan seniman menyebabkan beliau tidak sempat menikah.

Demikian beberapa fakta yang telah dirangkum tentang Sunan Bonang, yang berdakwah dengan gamelan dan sastra.

Hendaknya kita senantiasa bersyukur atas segala perjuangan yang telah beliau lakukan ya Ma.

Baca juga:

Kisah Sunan Ampel, Penyebar Islam di Pulau Jawa dari Kerajaan Champa

Kisah Sunan Kalijaga, Sosok Ulama Penyebar Islam di Pulau Jawa

Sejarah dan Kisah Sunan Muria, Anggota Wali Songo Termuda

The Latest