Banyak keluarga anak autistik, termasuk keluarga Miles, sudah berusaha keras melindungi anak mereka dengan memasang berbagai sistem keamanan di rumah, dimulai dari pagar tinggi, kunci ganda, hingga alarm pintu. Namun, semua itu sering kali belum cukup untuk benar-benar mencegah anak kabur tanpa pengawasan.
Fenomena wandering pada anak autistik menunjukkan bahwa perlindungan tidak bisa hanya dibebankan pada keluarga. Perlu dukungan yang lebih luas, mulai dari sekolah, lingkungan sekitar, hingga pemerintah. Misalnya dengan memberikan pelatihan keselamatan air, sistem pelaporan cepat ketika anak menghilang, serta pengawasan lingkungan yang lebih responsif terhadap anak berkebutuhan khusus.
Langkah-langkah ini dapat membantu mengurangi risiko terjadinya tragedi seperti yang dialami Miles dan anak-anak lainnya.
Tragedi yang menimpa Miles menjadi pengingat penting bahwa keamanan anak dengan autisme membutuhkan kerja sama dari banyak pihak. Tidak cukup hanya mengandalkan keluarga, tapi juga sistem pendidikan, masyarakat, dan kebijakan publik yang berpihak pada perlindungan anak berkebutuhan khusus.
Meski kasus ini terjadi di Amerika Serikat, pelajarannya sangat relevan bagi Indonesia. Edukasi masyarakat, pengawasan lingkungan, serta kebijakan sekolah yang lebih inklusif dapat membantu mencegah risiko wandering pada anak autistik di masa depan.