Mengenal Dispraksia, Gangguan yang Pengaruhi Keterampilan Motorik Anak

1 dari setiap 10 orang di dunia dapat menderita dispraksia, lho

19 November 2021

Mengenal Dispraksia, Gangguan Pengaruhi Keterampilan Motorik Anak
Pexels/Agung Pandit Wiguna

Dispraksia merupakan gangguan neurologis yang sering memengaruhi keterampilan motorik anak. Anak yang menderita dispraksia dapat mengalami kesulitan dalam mempelajari keterampilan yang berhubungan dengan gerak tubuh.

Ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding anak yang sehat untuk menguasai suatu keterampilan. Misalnya, seorang anak dengan dispraksia bisa menghabiskan waktu 2 bulan latihan hingga berhasil memulai, mengayuh, dan menghentikan sepedanya secara konsisten.

Sekitar 6-10 persen populasi menderita dispraksia lho, Ma. Ini berarti 1 dari setiap 10 orang di dunia dapat menderita dispraksia.

Tentu ini bukan jumlah yang sedikit. Namun, anehnya, belum banyak orang yang mengerti atau bahkan sekadar mendengar tentang gangguan yang satu ini.

Padahal, dispraksia sangat penting lho untuk diketahui masyarakat luas. Sebab, anak-anak dengan gangguan ini sangat membutuhkan dukungan kita, Ma.

Nah, oleh karena itu, yuk simak informasi yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini untuk mengenal dispraksia yang dilansir dari laman parents.com.

1. Apa itu dispraksia?

1. Apa itu dispraksia
Pexels/Anete Lusina

Dispraksia adalah kondisi ketika neuron di otak yang mengontrol keterampilan motorik dan sensasi tidak terhubung, sinkron, dan berfungsi dengan akurat. Sebelumnya, kondisi ini disebut Clumsy Child Syndrome, tapi sebutan ini kurang sesuai untuk mendeskripsikan kondisi tersebut.

Dispraksia juga disebut-sebut sebagai kondisi yang tersembunyi dan sangat tidak konsisten. Kenapa bisa begitu ya, Ma?

Menurut penjelasan presiden sekaligus pendiri Dyspraxia USA Warren Fried, setiap orang yang menderita dispraksia bisa menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dan mengalami banyak masalah yang menyertai dispraksianya.

Selain itu, tidak ada obat untuk dispraksia. Gejala-gejala yang dialami juga dapat terlihat seperti penderitanya mengalami kondisi-kondisi lain, bukan dispraksia.

Lagipula, anak dengan dispraksia biasanya tidak terlihat berbeda dengan anak-anak yang sehat, Ma. Walaupun ia kesulitan, ia cenderung berjuang diam-diam karena tidak ada yang akan mengerti betapa sulitnya menyelesaikan tugas-tugas sederhana baginya.

Nah, untuk mengenali seorang anak menderita dispraksia atau tidak, Mama bisa simak gejala-gejala di bawah ini, ya. Anak dengan dispraksia dapat mengalami salah satu atau semua dari gejala-gejala tersebut.

  • Kesulitan mempelajari keterampilan motorik halus, seperti tulisan tangan dan menggunakan peralatan perak
  • Kesulitan mempelajari keterampilan motorik kasar, seperti menendang bola dan berjalan naik atau turun tangga
  • Lambat dalam memproses, seperti ketika mengingat daftar instruksi verbal
  • Memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki keterampilan fungsi pengelolaan. Mencakup ketidakmampuan untuk mengatur sesuatu atau barang-barang, atau mengatur waktu
  • Tidak mampu untuk menilai orang atau situasi secara akurat dan merespons isyarat sosial dengan benar
  • Mengalami kesulitan visual terhadap kedalaman dan ruang
  • Memiliki ingatan yang lemah
  • Enggan terhadap stimulasi sensoris atau justru mencari stimulasi sensoris seperti sentuhan atau suara
  • Mengalami keterlambatan berbicara atau tidak mampu mengetahui kapan dan bagaimana menggunakan kata-kata dengan tepat

Editors' Pick

2. Mempelajari keterampilan motorik bisa terasa sangat sulit baginya

2. Mempelajari keterampilan motorik bisa terasa sangat sulit baginya
Freepik

Seperti yang telah dijelaskan di atas, anak dengan dispraksia bisa mengalami kesulitan dalam mempelajari keterampilan motorik.

Ternyata, kesulitan ini dialami karena ada 3 elemen yang berperan penting ketika ia mempelajari keterampilan baru, yaitu orangnya, aktivitasnya, dan lingkungannya. Hal ini dijelaskan oleh terapis okupasional sekaligus wakil The Dyspraxia Foundation di Inggris, Sally Payne, Ph.D.

Misalnya, anak dengan dispraksia sudah bisa bermain lompat tali di rumah. Ketika ia diminta melakukannya di sekolah, ia akan kesulitan lagi karena ia harus menggunakan bagian lain dari otaknya untuk melakukan keterampilan tersebut dengan setting yang baru.

Ia memang akan dapat menguasainya lagi dengan lebih cepat. Namun, tetap saja ia harus berlatih di lingkungan yang baru tersebut.

3. Dispraksia di kelas

3. Dispraksia kelas
Pexels/Anastasia Shuraeva

Orang yang tidak mengerti tentang dispraksia dapat melihat anak dengan gangguan tersebut sebagai anak yang malas, ceroboh, dan kurang mampu dalam hal belajar. Padahal, anak dengan dispraksia bisa saja sangat cerdas lho Ma, hanya saja keterampilan motorik dan perencanaannya sangat kurang.

Ia bisa saja sangat jago melakukan penghitungan matematika tingkat tinggi di kepalanya. Namun, ia kesulitan menuangkannya di atas kertas.

Selain itu, kecepatan pemrosesannya juga di bawah rata-rata. Jadi, ia kesulitan untuk memahami soal matematika yang menggunakan kata-kata atau memikirkan kata-kata untuk membuat paragraf.

Apalagi mengikuti instruksi verbal yang rumit. Ini akan lebih sulit lagi ia lakukan.

Payne menjelaskan, anak dengan dispraksia harus berusaha dengan keras untuk mengatur gerakannya. Ia menggunakan kapasitas kognitifnya untuk sekadar duduk dengan tepat di kursinya di kelas, memegang alat tulis, dan menggerakkan tangan ke arah yang benar.

Tidak ada lagi ruang di otaknya untuk memikirkan instruksi yang diberikan padanya. Apalagi mengikuti apa yang terjadi di kelas.

4. Anak dengan dispraksia cenderung selalu berusaha lebih keras

4. Anak dispraksia cenderung selalu berusaha lebih keras
Pexels/Monstera

Dispraksia merupakan kondisi yang tersembunyi atau tidak bisa terlihat langsung oleh mata. Oleh karena itu, perihal membuat orang lain memahami dan menerima kekurangan anak dengan gangguan tersebut merupakan tantangan yang besar.

Dengan segala keterbatasannya, anak dengan dispraksia rentan terhadap perundungan karena ia bisa saja melakukan berbagai kesalahan. Apalagi semakin ia besar, keterbatasan-keterbatasannya juga akan semakin terlihat jelas.

Di sinilah pentingnya kita sebagai orang dewasa dan guru di sekolah untuk memahami dan menerima dispraksia. Sebab, dengan begitu kita bisa memberikan reaksi yang tepat dan dukungan psikologis yang ia butuhkan ketika ia membuat kesalahan, sedih karena usaha terbaiknya tidak memberikan hasil yang terbaik, dan sebagainya.

Ingat, perilaku kita sebagai orangtua akan dicontoh oleh anak kita. Setuju, Ma?

Begitu pula dengan guru di sekolah. Reaksi guru terhadap seorang murid akan memengaruhi bagaimana teman-temannya bereaksi terhadapnya.

Anak dengan dispraksia juga memiliki kelebihan lho, Ma. Biasanya, ia berusaha 10 kali lebih keras dari anak lainnya hanya untuk menguasai tugas-tugas dasar.

Ia akan terus berusaha dengan sangat tekun sampai berhasil. Ia tidak ingin diejek karena berbeda, maka ia melakukannya.

Ia berjuang dengan keras setiap hari. Karenanya, ia memiliki empati yang luar biasa. Ia akan berempati ketika melihat orang lain sedang kesulitan.

Ia sangat tahu rasanya dipermalukan dan diejek karena berbeda. Maka, ia juga tidak ingin orang lain merasakan malu atau tidak berdaya seperti yang ia rasakan.

5. Menderita dispraksia bukan berarti anak akan gagal di masa depan

5. Menderita dispraksia bukan berarti anak akan gagal masa depan
Pexels/Amina Filkins

Sekitar 6-10 persen populasi menderita dispraksia. Ini adalah jumlah yang besar, bahkan lebih besar dari jumlah penderita autisme (1,85 persen populasi) dan ADHD (2,8 persen populasi).

Namun, pembicaraan mengenai dispraksia rasanya lebih senyap dan tertutup dibanding autisme dan ADHD. Padahal, dispraksia bukanlah kondisi yang harus dirahasiakan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, anak dengan dispraksia memiliki kelebihannya sendiri, seperti tekun dalam apa pun yang ia lakukan dan memiliki empati yang besar. Menurut Payne, anak dengan gangguan ini juga sering kali memiliki selera humor yang tinggi, memiliki pandangan yang berbeda tentang dunia, dan sangat baik dalam memecahkan masalah.

Lalu, ada juga kok artis yang telah berbagi perjuangannya dengan dispraksia secara terbuka. Ada Daniel Radcliff, Cara Delevingne, Mel B., Cher dan Florence Welch dari “Florence + The Machine”, multi-miliarder Richard Branson, dan koki Jamie Oliver.

Ini membuktikan bahwa dispraksia bukanlah indikator kegagalan di masa depan. Bukan juga sebuah aib yang harus dirahasiakan. Jadi, yuk kita suarakan juga tentang dispraksia agar semua orang dapat menerima anak-anak yang memiliki gangguan tersebut, Ma.

Itulah informasi mengenai dispraksia, gangguan yang memengaruhi keterampilan motorik anak. Tak dapat dipungkiri, merawat anak yang menderita dispraksia itu cukup sulit. Namun, mereka anak yang gigih. Jika Mama tidak menyerah dan terus memberinya dukungan yang ia butuhkan, ia pasti bisa mengatasi kesulitan-kesulitannya dengan baik. Semangat, Ma!

Baca juga:

The Latest