Perjalanan Stunting

group-image

Masalah stunting atau sering disebut kerdil atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Stunting dimulai dari mana ya?

Masalah stunting terjadi dalam perjalanan waktu yang tidak singkat, banyak faktor yang berkontribusi atas kejadian stunting. Salah satu faktor penyebabnya ialah kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada saat kehamilan. Keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan jauh sebelumnya, yaitu pada masa remaja dan dewasa sebelum hamil atau selama menjadi Wanita Usia Subur (WUS).

Remaja Sampai Menjadi Ibu

Mengapa remaja turut dilibatkan dalam mencegah stunting? Masih banyak yang menyangka bahwa isu stunting hanya untuk orangtua dan pasangan yang sudah menikah. Padahal sebenarnya stunting merupakan sebuah siklus. Remaja merupakan awal yang tepat untuk mencegah terjadinya stunting. Masalah pada remaja yang dapat menyebabkan terjadinya stunting dikemudian hari diantaranya adalah anemia, atau saat remaja putri namun sudah mengalami kehamilan karena pernikahan dini. Faktor pernikahan dini akan berpengaruh pada psikologis seorang ibu karena pernikahan dalam usia yang belum matang dan belum siap menjadi seorang ibu. Hal ini juga akan berpengaruh pada saat kehamilan, janin yang ada dalam kandungan saling berebut untuk mendapatkan asupan gizi. Selain itu dapat berisko memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) kurus dan sangat kurus, serta akan mengalami kondisi kurang energi kronik (KEK).

Khususnya pada remaja putri, pada masa ini terjadi perkembangan yang dinamakan pubertas. Jika gizi remaja putri tidak diperbaiki, maka di masa yang akan datang akan semakin banyak calon ibu hamil yang memiliki postur tubuh pendek dan atau kekurangan energi kronik. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya prevalensi stunting di Indonesia (Khodijah Parinduri, 2021). Status gizi kurang atau sangat kurang, dan keadaan anemia pada remaja putri berhubungan dengan kurangnya asupan gizi yang berdampak pada rendahnya penambahan berat badan saat kehamilan serta berlanjut saat mereka menjadi ibu yang dapat mengakibatkan tingginya kejadian bayi lahir premature yang menjadi salah satu faktor terjadinya stunting pada balita, mereka pun lebih berisiko mengalami perdarahan pasca-persalinan, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), atau kelahiran mati (Simbolon et al., 2022). Selain itu, anak-anak mereka lebih mungkin mengalami stunting, sehingga meneruskan siklus malnutrisi (Yuliati, 2021).

Maka masalah stunting harus menjadi perhatian dengan membangun kesadaran remaja supaya remaja menjaga asupan gizinya untuk mempersiapkan diri sebagai seorang calon ibu. Selain itu pada saat menjadi ibu faktor yang dapat menyebabkan anak stunting diantaranya diuraikan dalam gambar: Inisiasi menyusui dini (IMD) (Tanuwijaya et al., 2021), ASI Eksklusif, PMBA dan MPASI, Penyapihan terlalu cepat (Leu, 2021), Infeksi (Windasari et al., 2020)

Cara Pencegahan Stunting Sejak Dini Hingga Tidak Muncul Stunting Baru.

Pencegahan stunting dimulai sedini mungkin sejak remaja. Remaja harus mempunyai perilaku hidup yang sehat, mempunyai status gizi yang baik dengan memperhatikan asupan gizinya serta pola makan melalui prinsip konsumsi gizi seimbang, mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD) sebanyak 1 tablet per minggu, mengkonsumsi makanan tinggi Fe atau zat besi (daging merah, ikan, bayam, brokoli dsb), serta makanan kaya akan vit.c untuk membantu penyerapan Fe atau zat besi (jambu biji, jeruk, strawberry dsb) melakukan aktifitas fisik minimal 30 menit sehari, dan menghindari terjadinya pernikahan dini (Khosiah et al., 2022)

Selain remaja, pencegahan bisa  dilakukan saat 1000 HPK dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang sikap dan perilaku seorang ibu dalam mencegah stunting melalui paket gizi, yaitu pemberian makanan tambahan, vitamin A, tablet tambah darah pada ibu hamil dan balita serta konsumsi makanan tinggi Fe, dan memahami tentang pengasuhan yang tepat. Selain itu, dengan melakukan permeriksaan ANC (Antenatal Care) rutin ke bidan, puskesmas atau fasilitias kesehatan lainnya, pemebuhan kebutuhan nutrisi (mengkonsumsi buah, ikan, daging, sayur, olahan kacang-kacangan minum susu ibu hamil), menghindari paparan asap rokok (Nurfatimah et al., 2021). Pada saat menjadi ibu merupakan hal yang harus diperhatikan untuk pencegahan stunting. Dalam pedoman (Kemenkes, 2020) standar emas pemberian makan bayi dan anak ada 4 antara lain;

  1. Melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) dengan cara meletakkan bayi di dada ibu dalam 1 jam pertama setelah lahir, manfaanya dapat menghangatkan bayi dan akan merasa tenang bagi ibu dan sang anak, pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil, bonding (ikatan kasih sayang)
  2. Memberikan asi eksklusif 6 bulan penuh hanya diberikan ASI saja tanpa ada tambahan makanan dan minuman lainnya. Manfaat untuk bayi pun dapat meningkatkan daya tahan tubuh, sumber zat gizi dll serta manfaat untuk ibu dapat mempercepat rahum ke ukuran semula, mencegah pendarahan dan banyak manfaat lainnya
  3. Memberi MP-ASI yang sesuai seperti; 6-8 bulan tekstur lumat (bubur kental), 9-11 bulan makanan cincang halus, 12-23 bulan sudah bisa mencoba makanan keluarga
  4. Meneruskan menyususi hingga usia 2 tahun agar bayi tetap mendapatkan asupan nutrisi yang terkandung dalam ASI, meningkatkan daya tahan tubuh pada dan mengurangi resiko kanker payudara pada ibu.

DAFTAR PUSTAKA

Khodijah Parinduri, S. (2021). Optimalisasi Potensi Remaja Putri Dalam Pencegahan Stunting Di Desa Wangunjaya Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor. Promotor, 4(1), 23–29. https://doi.org/10.32832/pro.v4i1.5518

Khosiah, N., Dirgayunita, A., Soliha, I. A., & Adawiyah, R. (2022). Edukasi Pernikahan Dini Dalam Upaya Pencegahan Stunting Pada Jam’iyah Muslimat Al-Barokah. Bubungan Tinggi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(2), 436. https://doi.org/10.20527/btjpm.v4i2.4784

Leu, B. (2021). Dampak Penyapihan Menurut Al-Quran Dalam Meningkatkan Kematangan Psikologi Anak Masa Kini. Urwatul Wutsqo: Jurnal Studi Kependidikan Dan Keislaman, 10(2), 128–148. https://doi.org/10.54437/urwatulwutsqo.v10i2.262

Nurfatimah, N., Anakoda, P., Ramadhan, K., Entoh, C., Sitorus, S. B. M., & Longgupa, L. W. (2021). Perilaku Pencegahan Stunting pada Ibu Hamil. Poltekita : Jurnal Ilmu Kesehatan, 15(2), 97–104. https://doi.org/10.33860/jik.v15i2.475

Simbolon, D., Batbual, B., & Ludji, I. D. R. (2022). Pembinaan Perilaku Remaja Putri Dalam Perencanaan Keluarga Dan Pencegahan Anemia Melalui Pemberdayaan Peer Group Sebagai Upaya Pencegahan Stunting. Media Karya Kesehatan, 5(2), 162–175.

Tanuwijaya, R. R., Djati, W. P. S. T., & Manggabarani, S. (2021). Correlation Between Mother’s Infants and Young Child Feeding (IYCF) Knowledge with Nutritional Status of Toddlers. Jurnal Dunia Gizi, 3(2), 74–79. https://doi.org/10.33085/jdg.v3i2.4717

Windasari, D. P., Syam, I., & Kamal, L. S. (2020). Faktor hubungan dengan kejadian stunting di Puskesmas Tamalate Kota Makassar. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 5(1), 27. https://doi.org/10.30867/action.v5i1.193

Komentar
Masalah stunting atau sering disebut kerdil atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (balita) akibat....

Masalah stunting atau sering disebut kerdil atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Stunting dimulai dari mana ya?

Masalah stunting terjadi dalam perjalanan waktu yang tidak singkat, banyak faktor yang berkontribusi atas kejadian stunting. Salah satu faktor penyebabnya ialah kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada saat kehamilan. Keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan jauh sebelumnya, yaitu pada masa remaja dan dewasa sebelum hamil atau selama menjadi Wanita Usia Subur (WUS).

Remaja Sampai Menjadi Ibu

Mengapa remaja turut dilibatkan dalam mencegah stunting? Masih banyak yang menyangka bahwa isu stunting hanya untuk orangtua dan pasangan yang sudah menikah. Padahal sebenarnya stunting merupakan sebuah siklus. Remaja merupakan awal yang tepat untuk mencegah terjadinya stunting. Masalah pada remaja yang dapat menyebabkan terjadinya stunting dikemudian hari diantaranya adalah anemia, atau saat remaja putri namun sudah mengalami kehamilan karena pernikahan dini. Faktor pernikahan dini akan berpengaruh pada psikologis seorang ibu karena pernikahan dalam usia yang belum matang dan belum siap menjadi seorang ibu. Hal ini juga akan berpengaruh pada saat kehamilan, janin yang ada dalam kandungan saling berebut untuk mendapatkan asupan gizi. Selain itu dapat berisko memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) kurus dan sangat kurus, serta akan mengalami kondisi kurang energi kronik (KEK).

Khususnya pada remaja putri, pada masa ini terjadi perkembangan yang dinamakan pubertas. Jika gizi remaja putri tidak diperbaiki, maka di masa yang akan datang akan semakin banyak calon ibu hamil yang memiliki postur tubuh pendek dan atau kekurangan energi kronik. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya prevalensi stunting di Indonesia (Khodijah Parinduri, 2021). Status gizi kurang atau sangat kurang, dan keadaan anemia pada remaja putri berhubungan dengan kurangnya asupan gizi yang berdampak pada rendahnya penambahan berat badan saat kehamilan serta berlanjut saat mereka menjadi ibu yang dapat mengakibatkan tingginya kejadian bayi lahir premature yang menjadi salah satu faktor terjadinya stunting pada balita, mereka pun lebih berisiko mengalami perdarahan pasca-persalinan, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), atau kelahiran mati (Simbolon et al., 2022). Selain itu, anak-anak mereka lebih mungkin mengalami stunting, sehingga meneruskan siklus malnutrisi (Yuliati, 2021).

Maka masalah stunting harus menjadi perhatian dengan membangun kesadaran remaja supaya remaja menjaga asupan gizinya untuk mempersiapkan diri sebagai seorang calon ibu. Selain itu pada saat menjadi ibu faktor yang dapat menyebabkan anak stunting diantaranya diuraikan dalam gambar: Inisiasi menyusui dini (IMD) (Tanuwijaya et al., 2021), ASI Eksklusif, PMBA dan MPASI, Penyapihan terlalu cepat (Leu, 2021), Infeksi (Windasari et al., 2020)

Cara Pencegahan Stunting Sejak Dini Hingga Tidak Muncul Stunting Baru.

Pencegahan stunting dimulai sedini mungkin sejak remaja. Remaja harus mempunyai perilaku hidup yang sehat, mempunyai status gizi yang baik dengan memperhatikan asupan gizinya serta pola makan melalui prinsip konsumsi gizi seimbang, mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD) sebanyak 1 tablet per minggu, mengkonsumsi makanan tinggi Fe atau zat besi (daging merah, ikan, bayam, brokoli dsb), serta makanan kaya akan vit.c untuk membantu penyerapan Fe atau zat besi (jambu biji, jeruk, strawberry dsb) melakukan aktifitas fisik minimal 30 menit sehari, dan menghindari terjadinya pernikahan dini (Khosiah et al., 2022)

Selain remaja, pencegahan bisa  dilakukan saat 1000 HPK dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang sikap dan perilaku seorang ibu dalam mencegah stunting melalui paket gizi, yaitu pemberian makanan tambahan, vitamin A, tablet tambah darah pada ibu hamil dan balita serta konsumsi makanan tinggi Fe, dan memahami tentang pengasuhan yang tepat. Selain itu, dengan melakukan permeriksaan ANC (Antenatal Care) rutin ke bidan, puskesmas atau fasilitias kesehatan lainnya, pemebuhan kebutuhan nutrisi (mengkonsumsi buah, ikan, daging, sayur, olahan kacang-kacangan minum susu ibu hamil), menghindari paparan asap rokok (Nurfatimah et al., 2021). Pada saat menjadi ibu merupakan hal yang harus diperhatikan untuk pencegahan stunting. Dalam pedoman (Kemenkes, 2020) standar emas pemberian makan bayi dan anak ada 4 antara lain;

  1. Melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) dengan cara meletakkan bayi di dada ibu dalam 1 jam pertama setelah lahir, manfaanya dapat menghangatkan bayi dan akan merasa tenang bagi ibu dan sang anak, pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil, bonding (ikatan kasih sayang)
  2. Memberikan asi eksklusif 6 bulan penuh hanya diberikan ASI saja tanpa ada tambahan makanan dan minuman lainnya. Manfaat untuk bayi pun dapat meningkatkan daya tahan tubuh, sumber zat gizi dll serta manfaat untuk ibu dapat mempercepat rahum ke ukuran semula, mencegah pendarahan dan banyak manfaat lainnya
  3. Memberi MP-ASI yang sesuai seperti; 6-8 bulan tekstur lumat (bubur kental), 9-11 bulan makanan cincang halus, 12-23 bulan sudah bisa mencoba makanan keluarga
  4. Meneruskan menyususi hingga usia 2 tahun agar bayi tetap mendapatkan asupan nutrisi yang terkandung dalam ASI, meningkatkan daya tahan tubuh pada dan mengurangi resiko kanker payudara pada ibu.

DAFTAR PUSTAKA

Khodijah Parinduri, S. (2021). Optimalisasi Potensi Remaja Putri Dalam Pencegahan Stunting Di Desa Wangunjaya Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor. Promotor, 4(1), 23–29. https://doi.org/10.32832/pro.v4i1.5518

Khosiah, N., Dirgayunita, A., Soliha, I. A., & Adawiyah, R. (2022). Edukasi Pernikahan Dini Dalam Upaya Pencegahan Stunting Pada Jam’iyah Muslimat Al-Barokah. Bubungan Tinggi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(2), 436. https://doi.org/10.20527/btjpm.v4i2.4784

Leu, B. (2021). Dampak Penyapihan Menurut Al-Quran Dalam Meningkatkan Kematangan Psikologi Anak Masa Kini. Urwatul Wutsqo: Jurnal Studi Kependidikan Dan Keislaman, 10(2), 128–148. https://doi.org/10.54437/urwatulwutsqo.v10i2.262

Nurfatimah, N., Anakoda, P., Ramadhan, K., Entoh, C., Sitorus, S. B. M., & Longgupa, L. W. (2021). Perilaku Pencegahan Stunting pada Ibu Hamil. Poltekita : Jurnal Ilmu Kesehatan, 15(2), 97–104. https://doi.org/10.33860/jik.v15i2.475

Simbolon, D., Batbual, B., & Ludji, I. D. R. (2022). Pembinaan Perilaku Remaja Putri Dalam Perencanaan Keluarga Dan Pencegahan Anemia Melalui Pemberdayaan Peer Group Sebagai Upaya Pencegahan Stunting. Media Karya Kesehatan, 5(2), 162–175.

Tanuwijaya, R. R., Djati, W. P. S. T., & Manggabarani, S. (2021). Correlation Between Mother’s Infants and Young Child Feeding (IYCF) Knowledge with Nutritional Status of Toddlers. Jurnal Dunia Gizi, 3(2), 74–79. https://doi.org/10.33085/jdg.v3i2.4717

Windasari, D. P., Syam, I., & Kamal, L. S. (2020). Faktor hubungan dengan kejadian stunting di Puskesmas Tamalate Kota Makassar. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 5(1), 27. https://doi.org/10.30867/action.v5i1.193

hmm, kaya udah pernah liat thread ini di community popmama..