5 Cara Taaruf sesuai Syariat Islam

Taaruf dalam islam artinya kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya yang bertujuan untuk mencari jodoh sesuai syari’at islam. Secara umum, arti taaruf dilakukan dengan pengenalan antara keluarga pria dan keluarga wanita dengan tujuan untuk menyatukan keduanya ke jenjang yang lebih serius atau jenjang pernikahan.

Dalam Islam, istilah taaruf berasal dari kata ta'arafa-yata'arafu yang berarti saling mengenal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arti taaruf merupakan sebuah proses perkenalan atau pengenalan antara dua keluarga yang memiliki niat dan maksud tertentu untuk menuju jenjang pernikahan dan sangat dianjurkan. Nah, aku mau kasih ulasan mengenai 5 Cara Taaruf sesuai Syariat Islam.

Yuk, simak selengkapnya bersama-sama mengenai 5 Cara Taaruf sesuai Syariat Islam di bawah ini!

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Taaruf dalam islam artinya kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya yang bertujuan untuk mencari jodoh sesuai syari’at islam.

Taaruf hukumnya adalah diperbolehkan, selama berada dalam koridor atau tata cara yang sesuai dengan syariat dalam agama Islam. Latar belakang dari adanya proses taaruf, yaitu untuk memudahkan pihak lelaki dan perempuan terutama yang sudah mampu menikah supaya saling mengetahui atau mengenal adanya kecocokan antara kedua belah pihak melalui media yang diperbolehkan menurut Islam.

Tata Cara Taaruf

1. Tidak memiliki hubungan satu sama lain

Sebelum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan, baik lelaki maupun wanita, statusnya adalah orang lain. Sama sekali tidak ada hubungan kemahraman. Sehingga berlaku aturan lelaki dan wanita yang bukan mahram.

Mereka tidak diperkenankan untuk berdua-an, saling bercengkrama, dst. Baik secara langsung atau melalui media lainnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth).

Setan menjadi pihak ketiga, tentu bukan karena ingin merebut calon pasangan anda. Namun mereka hendak menjerumuskan manusia ke maksiat yang lebih parah.

2. Luruskan niat, bahwa anda ta’aruf betul-betul karena ada i’tikad baik, yaitu ingin menikah.  Bukan karena ingin koleksi kenalan, atau cicip-cicip, dan semua gelagat tidak serius. Membuka peluang, untuk memberi harapan palsu kepada orang lain. Tindakan ini termasuk sikap mempermainkan orang lain, dan bisa termasuk kedzaliman.

Sebagaimana dirinya tidak ingin disikapi seperti itu, maka jangan sikapi orang lain seperti itu.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyukai sikap baik untuk saudaranya, sebagaimana dia ingin disikapi baik yang sama. (HR. Bukhari & Muslim)

3. Menggali data pribadi, bisa melalui tukar biodata

Masing-masing bisa saling menceritakan biografinya secara tertulis. Sehingga tidak harus melakukan pertemuan untuk saling cerita. Tulisan mewakili lisan. Meskipun tidak semuanya harus dibuka. Ada bagian yang perlu terus terang, terutama terkait data yang diperlukan untuk kelangsungan keluarga, dan ada yang tidak harus diketahui orang lain.

Jika ada keterangan dan data tambahan yang dibutuhkan, sebaiknya tidak berkomunikasi langsung, tapi bisa melalui pihak ketiga, seperti kakak lelakinya atau orang tuanya.

4. Setelah ta’aruf diterima, bisa jadi mereka belum bertemu, karena hanya tukar biografi. Karena itu, bisa dilanjutkan dengan nadzar.

Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan,

“Suatu ketika aku berada di sisi Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar. Lantas Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya,

“Apakah engkau sudah melihatnya?”

Jawabnya,  “Belum.”

Lalu beliau memerintahkan,

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi 1087, Ibnu Majah 1865 dan dihasankan al-Albani)

Nadzar bisa dilakukan dengan cara datang ke rumah calon pengantin wanita, sekaligus menghadap langsung orang tuanya.

5. Dibolehkan memberikan hadiah ketika proses ta’aruf

Hadiah sebelum pernikahan, hanya boleh dimiliki oleh wanita, calon istri dan bukan keluarganya.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا كَانَ مِنْ صَدَاقٍ أَوْ حِبَاءٍ أَوْ عدةٍ قَبْلَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لَهَا وَمَا كَانَ بَعْدَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لِمَنْ أُعْطِيَهُ أَوْ حُبِىَ

“Semua mahar, pemberian  dan janji sebelum akad nikah itu milik pengantin wanita. Lain halnya dengan pemberian setelah akad nikah, itu semua milik orang yang diberi” (HR. Abu Daud 2129)

Jika berlanjut menikah, maka hadiah menjadi hak pengantin wanita. Jika nikah dibatalkan, hadiah bisa dikembalikan.

Nah, itulah tadi ulasan selengkapnya mengenai 5 Cara Taaruf sesuai Syariat Islam. Semoga bermanfaat!


Baca juga:

Komentar
Taaruf dalam islam artinya kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya yang bertujuan untuk mencari jodoh sesuai syari’at....

Taaruf dalam islam artinya kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya yang bertujuan untuk mencari jodoh sesuai syari’at islam. Secara umum, arti taaruf dilakukan dengan pengenalan antara keluarga pria dan keluarga wanita dengan tujuan untuk menyatukan keduanya ke jenjang yang lebih serius atau jenjang pernikahan.

Dalam Islam, istilah taaruf berasal dari kata ta'arafa-yata'arafu yang berarti saling mengenal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arti taaruf merupakan sebuah proses perkenalan atau pengenalan antara dua keluarga yang memiliki niat dan maksud tertentu untuk menuju jenjang pernikahan dan sangat dianjurkan. Nah, aku mau kasih ulasan mengenai 5 Cara Taaruf sesuai Syariat Islam.

Yuk, simak selengkapnya bersama-sama mengenai 5 Cara Taaruf sesuai Syariat Islam di bawah ini!

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Taaruf dalam islam artinya kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya yang bertujuan untuk mencari jodoh sesuai syari’at islam.

Taaruf hukumnya adalah diperbolehkan, selama berada dalam koridor atau tata cara yang sesuai dengan syariat dalam agama Islam. Latar belakang dari adanya proses taaruf, yaitu untuk memudahkan pihak lelaki dan perempuan terutama yang sudah mampu menikah supaya saling mengetahui atau mengenal adanya kecocokan antara kedua belah pihak melalui media yang diperbolehkan menurut Islam.

Tata Cara Taaruf

1. Tidak memiliki hubungan satu sama lain

Sebelum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan, baik lelaki maupun wanita, statusnya adalah orang lain. Sama sekali tidak ada hubungan kemahraman. Sehingga berlaku aturan lelaki dan wanita yang bukan mahram.

Mereka tidak diperkenankan untuk berdua-an, saling bercengkrama, dst. Baik secara langsung atau melalui media lainnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا

“Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth).

Setan menjadi pihak ketiga, tentu bukan karena ingin merebut calon pasangan anda. Namun mereka hendak menjerumuskan manusia ke maksiat yang lebih parah.

2. Luruskan niat, bahwa anda ta’aruf betul-betul karena ada i’tikad baik, yaitu ingin menikah.  Bukan karena ingin koleksi kenalan, atau cicip-cicip, dan semua gelagat tidak serius. Membuka peluang, untuk memberi harapan palsu kepada orang lain. Tindakan ini termasuk sikap mempermainkan orang lain, dan bisa termasuk kedzaliman.

Sebagaimana dirinya tidak ingin disikapi seperti itu, maka jangan sikapi orang lain seperti itu.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyukai sikap baik untuk saudaranya, sebagaimana dia ingin disikapi baik yang sama. (HR. Bukhari & Muslim)

3. Menggali data pribadi, bisa melalui tukar biodata

Masing-masing bisa saling menceritakan biografinya secara tertulis. Sehingga tidak harus melakukan pertemuan untuk saling cerita. Tulisan mewakili lisan. Meskipun tidak semuanya harus dibuka. Ada bagian yang perlu terus terang, terutama terkait data yang diperlukan untuk kelangsungan keluarga, dan ada yang tidak harus diketahui orang lain.

Jika ada keterangan dan data tambahan yang dibutuhkan, sebaiknya tidak berkomunikasi langsung, tapi bisa melalui pihak ketiga, seperti kakak lelakinya atau orang tuanya.

4. Setelah ta’aruf diterima, bisa jadi mereka belum bertemu, karena hanya tukar biografi. Karena itu, bisa dilanjutkan dengan nadzar.

Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan,

“Suatu ketika aku berada di sisi Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar. Lantas Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya,

“Apakah engkau sudah melihatnya?”

Jawabnya,  “Belum.”

Lalu beliau memerintahkan,

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi 1087, Ibnu Majah 1865 dan dihasankan al-Albani)

Nadzar bisa dilakukan dengan cara datang ke rumah calon pengantin wanita, sekaligus menghadap langsung orang tuanya.

5. Dibolehkan memberikan hadiah ketika proses ta’aruf

Hadiah sebelum pernikahan, hanya boleh dimiliki oleh wanita, calon istri dan bukan keluarganya.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا كَانَ مِنْ صَدَاقٍ أَوْ حِبَاءٍ أَوْ عدةٍ قَبْلَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لَهَا وَمَا كَانَ بَعْدَ عِصْمَةِ النِّكَاحِ فَهُوَ لِمَنْ أُعْطِيَهُ أَوْ حُبِىَ

“Semua mahar, pemberian  dan janji sebelum akad nikah itu milik pengantin wanita. Lain halnya dengan pemberian setelah akad nikah, itu semua milik orang yang diberi” (HR. Abu Daud 2129)

Jika berlanjut menikah, maka hadiah menjadi hak pengantin wanita. Jika nikah dibatalkan, hadiah bisa dikembalikan.

Nah, itulah tadi ulasan selengkapnya mengenai 5 Cara Taaruf sesuai Syariat Islam. Semoga bermanfaat!


Baca juga:

kalo boleh tau, kelebihan dari taaruf apa, ya?