Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
pexels/Kaboompics.com
pexels/Kaboompics.com

Intinya sih...

  • Otak anak menyerap lebih banyak radiasiPenelitian membuktikan bahwa otak anak memiliki konduktivitas lebih tinggi, kandungan air lebih banyak, serta sistem saraf yang masih berkembang. Faktor-faktor ini membuat radiasi dari ponsel, Wi-Fi, hingga stasiun pemancar menembus lebih dalam dan diserap lebih besar oleh jaringan otak mereka.

  • Risiko kesehatan jangka panjang lebih tinggiStudi menunjukkan anak yang terpapar EMF sejak dalam kandungan hingga usia dini memiliki 1,8 kali lipat risiko gangguan perilaku. Bahkan, sebuah studi di Korea menemukan bahwa mereka yang tinggal dalam radius 2 km dari pemancar AM memiliki risiko 2,15 kali lebih tinggi terkena leukemia.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sebuah temuan terbaru dari Dr. Jin-Hwa Moon, MD, PhD, seorang neurolog anak asal Korea, mengungkap fakta mengejutkan. Ia mengungkapkan bahwa tengkorak anak berusia lima tahun rata-rata hanya setebal 0,5 mm.

Berbeda dengan tengkorak orang dewasa yang mencapai 2 mm. Perbedaan ini membuat radiasi dari ponsel dan perangkat nirkabel jauh lebih mudah menembus otak anak yang masih berkembang.

Hasil tinjauan berdasarkan sejumlah studi global tentang paparan gelombang elektromagnetik (EMF) menunjukkan, otak anak bukan hanya menyerap radiasi lebih banyak, tapi juga lebih rentan terhadap dampaknya. 

Berikut Popmama.com siap membahas informasi lebih lanjut mengenai anak lebih rentan radiasi digital berdasarkan penjelasan dokter saraf. 

1. Otak anak menyerap lebih banyak radiasi

pexels/Anna Shvets

Penelitian membuktikan bahwa otak anak memiliki konduktivitas lebih tinggi, kandungan air lebih banyak, serta sistem saraf yang masih berkembang.

Faktor-faktor ini membuat radiasi dari ponsel, Wi-Fi, hingga stasiun pemancar menembus lebih dalam dan diserap lebih besar oleh jaringan otak mereka.

Bahkan, menurut UK Independent Expert Group, kepala anak-anak menyerap jauh lebih banyak energi frekuensi radio (RF) dibanding orang dewasa.

Kondisi ini menimbulkan ‘hot spots’ di area otak tertentu, yaitu titik paling sensitif yang bisa terdampak radiasi.

2. Risiko kesehatan jangka panjang lebih tinggi

pexels/Alex P

Gangguan akibat radiasi tidak selalu terlihat secara langsung. Studi menunjukkan anak yang terpapar EMF sejak dalam kandungan hingga usia dini memiliki 1,8 kali lipat risiko gangguan perilaku. 

Bahkan, sebuah studi di Korea yang melibatkan hampir 2.900 anak, menemukan bahwa mereka yang tinggal dalam radius 2 km dari pemancar AM memiliki risiko 2,15 kali lebih tinggi terkena leukemia.

Temuan ini sangat mengkhawatirkan karena sampai saat ini, belum ada studi yang meneliti dampak jangka panjang teknologi 5G terhadap anak-anak. 

Padahal, perkembangan otak anak, mulai dari konsolidasi memori, regulasi emosi, hingga pembentukan jalur saraf, terjadi paling aktif saat masa kanak-kanak, terutama ketika tidur.

3. Orangtua bisa kurangi risiko dengan cara sederhana

pexels.com/MART PRODUCTION

Meski mustahil menghilangkan paparan gelombang elektromagnetik sepenuhnya, ada langkah yang bisa orangtua lakukan untuk menekan angka risikonya. 

Beberapa di antaranya: membatasi waktu anak bermain gadget, tidak meletakkan ponsel di dekat kepala anak saat tidur, serta mematikan Wi-Fi di malam hari. Cara-cara sederhana ini membantu melindungi otak anak pada masa perkembangan kritis.

Dr. Moon menegaskan, anak-anak membutuhkan standar perlindungan berbeda dibanding orang dewasa. Meski terkesan simpel, namun fakta ini bisa membawa dampak serius di masa depan. 

Itu sebabnya, orangtua perlu lebih proaktif melindungi anak dari paparan radiasi berlebihan sehari-hari.

Demikian pembahasan mengenai anak lebih rentan radiasi digital berdasarkan penjelasan dokter saraf. Yuk, mulai lindungi anak dari paparan radiasi berlebihan dengan cara sederhana di atas, Ma. 

Editorial Team