9 Kalimat yang Harus Dihindari saat Mendisiplinkan Balita

Kata-kata yang keluar dari mulut orangtua sangat memengaruhi seorang anak

29 September 2021

9 Kalimat Harus Dihindari saat Mendisiplinkan Balita
Pexels/Monstera

Ketika si Kecil tumbuh, ia menjadi semakin mudah dipengaruhi dan menerima informasi. Apa yang orangtua tunjukkan kepadanya kemungkinan besar adalah apa yang akan ia bawa, baik itu untuk beberapa bulan atau bahkan seumur hidup.

Sehingga penting untuk selalu menyadari apa yang kita katakan kepada anak untuk memastikan bahwa ia tidak pernah terluka oleh kata-kata yang diucapkan.

Cara orangtua berbicara kepada anak, dapat memengaruhi cara anak dalam memandang dunia dan dirinya sendiri. Ini juga termasuk ketika orangtua ingin mendisiplinkan anak.

Walaupun emosi terkadang menyelimuti diri, ada beberapa kalimat yang tidak boleh orangtua katakan saat mendisiplinkan anak. Untuk itu, Popmama.com telah merangkum beberapa kalimat yang harus dihindari berikut ini:

1. “Berhentilah menangis, kamu akan baik-baik saja”

1. “Berhentilah menangis, kamu akan baik-baik saja”
Freepik/Bearfotos

Memberitahu anak-anak untuk berhenti menangis membuatnya merasa salah karena menunjukkan emosi. Meskipun mungkin anak yang menangis membuat Mama jadi frustasi, bukan hal yang tepat untuk menjelek-jelekkan anak karena melakukan sesuatu yang alami.

Pada dasarnya, mengatakan hal tersebut juga memberi pesan bahwa menangis adalah cara yang salah untuk mengungkapkan perasaan dan menyangkal perasaan anak yang nyata.

Sebaliknya, coba katakan "Ada apa? Kenapa kamu menangis?" tentu dengan cara yang lembut. Anak kemudian akan lebih cenderung untuk mengomunikasikan perasaannya dan memberi tahu Mama masalah yang ia rasakan

2. "Ini bukan masalah besar" atau "Berhentilah menjadi cengeng seperti itu"

2. "Ini bukan masalah besar" atau "Berhentilah menjadi cengeng seperti itu"
Freepik/Master1305

Ini adalah salah satu hal terburuk yang orangtua mungkin katakan kepada anak ketika ia marah. Sama seperti kalimat sebelumnya, ini membuat perasaan anak menjadi tidak valid dan membuatnya enggan untuk berbicara secara terbuka dengan orangtua.

Sebaliknya, anak harus merasa nyaman mengomunikasikan perasaannya, dengan memberi tahunya "ini bukan masalah besar" akan membuat anak mempertanyakan diri sendiri.

Alih-alih mengatakan kalimat tersebut, coba katakan "Ceritakan bagaimana perasaanmu dan mengapa kamu merasa seperti itu."

Mengatakan ini akan membantu Mama memahami perasaan si Kecil, dan memberi tahunya bahwa Mama akan ada di sana jika ia perlu berbicara.

3. "Apakah Mama harus memberitahumu 100 kali?"

3. "Apakah Mama harus memberitahumu 100 kali"
Freepik/Gpointstudio

Kalimat yang satu ini klasik, karena tak sedikit orangtua yang frustasi ketika balitanya tidak memahami apa harapan yang diinginkan.

Mengatakan kalimat ini pada balita, pada dasarnya Mama mengomel tentang seberapa banyak Mama perlu mengomel pada anak yang masih kesulitan memahami perkataan orang dewasa.

Sebagai gantinya, cobalah mengatakannya dengan "Mama sudah mengatakan ini sebelumnya, tetapi bisakah kamu (...)"

Dengan cara ini, tentu akan membuat anak merasa ia harus menurut dan tidak membuat Mama mengulanginya terus menerus.

Editors' Pick

4. "Karena Mama bilang begitu" atau "Karena Mama sudah besar dan kamu masih anak-anak"

4. "Karena Mama bilang begitu" atau "Karena Mama sudah besar kamu masih anak-anak"
Pexels/Alex Green

Pendekatan ini mungkin telah digunakan sejak lama, tetapi itu tidak menjadikannya cara yang tepat untuk mendisiplinkan anak-anak. Itu juga membuat anak-anak merasa pendapatnya atau perilakunya tidak benar hanya karena ia masih kecil.

Alih-alih menguatkan kekuasaan, Mama perlu menjelaskan pada anak mengapa ia perlu menuruti kata Mama. Misalnya ketika balita menolak untuk mengonsumsi sayuran, katakanlah seperti "Sayuran itu bagus untuk tubuhmu, ini punya banyak gizi yang membuatmu bisa jadi lebih kuat ketika memakannya,"

5. "Kamu membuat Mama marah sekarang!"

5. "Kamu membuat Mama marah sekarang"
Freepik/rawpixel.com

Salah satu hal yang tidak dilakukan oran tua yang kuat secara mental adalah, menyalahkan anak-anaknya atas emosi mereka sendiri.

Penting bagi orangtua untuk mengambil tanggung jawab pribadi atas pikiran, perilaku, dan perasaan sendiri, dan jangan beri tahu anak bahwa ia bersalah dengan membuat Mama merasakan apa pun termasuk emosi negatif.

Cara untuk menyatakan frustrasi Mama dan mengajarkan anak untuk menemukan solusi yang lebih baik adalah dengan mengatakan sesuatu seperti, "Mama tidak menyukai pilihan yang kamu buat saat ini, mengapa kamu tidak (memberikan saran positif) itu bisa menjadi pilihan yang lebih baik."

6. "Berhentilah menangis atau Mama akan buat kamu lebih nangis."

6. "Berhentilah menangis atau Mama akan buat kamu lebih nangis."
Freepik/Racool_studio

Memang penting untuk mendisiplinkan perilaku balita, namun bukan berarti Mama boleh mendisiplinkan emosinya. Sejak kecil, anak perlu tahu bahwa merasakan gejolak emosi dalam diri itu baik-baik saja, tetapi itu adalah perilaku yang tidak dapat diterima.

Jika anak menangis karena merasa sedih, jangan katakan pada anak bahwa ia seharusnya merasa sebaliknya. Karena kembali lagi, bahwa perasaan anak nyata dan benar adanya.

Namun, jika dia berteriak dan berperilaku mengganggu, beri ia konsekuensi dan latih untuk menggunakan keterampilan koping yang lebih sehat untuk menghadapi emosi yang tidak nyaman di masa depan. Seperti menarik napas, menyalurkannya pada mainan pereda stres, dan lain-lain.

7. “Begitulah dulu Mama diajarkan”

7. “Begitulah dulu Mama diajarkan”
Freepik

Meskipun orangtua belajar banyak tentang mengasuh anak berdasarkan bagaimana mereka dibesarkan, bukan hal yang tepat untuk menolak permintaan anak atau mengutuk tindakannya dengan mengatakan "begitulah saya dibesarkan".

Alih-alih seperti itu, jelaskan kepada anak mengapa Mama merasakan bahwa permintaan atau perilakunya tidak tepat, daripada cepat-cepat menutupnya dengan kalimat itu. Mama memang boleh menggunakannya sebagai contoh, tetapi itu tidak boleh menjadi argumen utama.

Misalnya seperti, “Mama rasa itu bukan ide yang baik untuk melakukan (...), bahkan kakek/nenekmu dulu mengatakan pada Mama kalau (....) tidak baik, karena (...)"

8. “Terima kasih telah merapikan mainanmu. Mengapa kamu tidak bisa melakukannya setiap saat?”

8. “Terima kasih telah merapikan mainanmu. Mengapa kamu tidak bisa melakukan setiap saat”
Unsplash/Katie Emslie

Jangan pernah mencoba menyamarkan kritik sebagai pujian. Walaupun anak belum mengerti sepenuhnya, kalimat tersebut menghina dan tidak efektif.

Ketika anak melakukan tindakan yang baik, pujilah anak dengan mengatakan , "Mama sangat senang kamu merapikan mainanmu tepat setelah Mama memintanya!"

Meskipun ada saat-saat yang tepat untuk memberikan instruksi, jaga agar pujian Mama tetap tulus dan hindari memberikan pujian yang berlebihan seperti tidak menjelaskan apa perilaku baik anak yang patut dipuji.

9. "Kamu masih belum paham juga ya salahnya di mana?"

9. "Kamu masih belum paham juga ya salah mana"
Freepik/Bearfotos

Disiplin seharusnya mengajarkan balita untuk belajar dari kesalahan, bukan mempermalukannya karena berbuat salah.

Menanyakannya apakah ia telah mempelajari kesalahannya menyiratkan bahwa konsekuensi dimaksudkan untuk menghukum, bukan mengajar.

Sebuah pertanyaan yang lebih baik mungkin, "Apa yang bisa kamu lakukan secara berbeda lain kali?" ini dapat memastikan anak mengerti bagaimana ia bisa membuat pilihan yang lebih baik di masa depan.

Nah itulah beberapa kalimat yang harus dihindari orangtua ketika mendisiplinkan anak balita. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa mengasuh anak adalah pekerjaan yang sulitm dan mendisiplinkannya dapat membuatnya semakin stres.

Dengan menghindari kalimat-kalimat di atas, selain dapat mendisiplinkan anak dengan cara yang lebih positif, ini tentunya akan menjaga hubungan orangtua dengan anak-anak agar tetap stabil.

Baca juga:

Topic:

The Latest