Di zaman sekarang, mendidik anak dengan cara yang keras dan otoriter atas dasar bahwa mereka harus belajar ‘disiplin’ sudah tidak lagi relevan.
Ketegasan memang tetap diperlukan dalam beberapa situasi, namun hal itu harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab dan pendekatan yang penuh kasih sayang.
Dalam proses mendidik, penting bagi kita untuk meminimalisir rasa takut dan menggantinya dengan lingkungan yang tumbuh dengan cinta.
Bagaimanapun juga, kekerasan tidak mengajarkan apa pun kepada anak, yang muncul justru trauma dan luka emosional.
Sebagai gantinya, Mama bisa mencoba pendekatan positive discipline saat mengingatkan atau mendidik anak. Sudahkah Mama mengenal apa itu positive discipline?
Secara dasar, positive discipline bukan sekadar kumpulan aturan, tetapi merupakan filosofi yang bertujuan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Ini adalah pendekatan parenting yang fokus dalam mengajarkan mereka pentingnya kebaikan dan empati. Gaya parenting ini mengajak orangtua untuk tidak hanya berfokus pada benar atau salah, tetapi juga memahami alasan di balik perilaku anak, serta belajar meresponsnya dengan kesabaran, rasa ingin tahu, dan kasih sayang.
Istilah positive discipline pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Jane Nelsen. Inti dari pendekatan ini adalah bahwa parenting bertujuan untuk mengajarkan mereka akan sesuatu, bukan untuk menghukum.
Lalu, praktik parenting otoriter seperti apa yang sebaiknya dihindari jika Mama ingin menerapkan positive discipline? Simak artikel Popmama.com berikut mengenai 6 hal yang perlu dihindari untuk terapkan positive discipline. Yuk, simak baik-baik, Ma!
