Dilansir dari Dr. Nancy Irwin, princess syndrome adalah sikap yang tidak diragukan lagi ditanamkan oleh beberapa orang tua yang bermaksud baik pada putri mereka dengan gelar seperti "putri", "dewi", atau "diva", atau bahkan kata "istimewa".
Jauh lebih sehat untuk membuat anak mengerti bahwa tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dari orang lain.
Istilah-istilah seperti putri, dewi dan diva benar-benar membuat mereka berada dalam label tersebut, perasaan diri yang bergantung pada penampilan, pernyataan, narsisme, dan ekspektasi yang tidak realistis bahwa mereka pantas mendapatkan perlakuan "kerajaan".
Etiologi sindrom ini dapat dijumpai dalam dongeng, novel, roman, komedi romantis, pesan media, dan kebiasaan orang tua memberi julukan kepada sang anak.
Namun, ada pelajaran hidup yang hilang saat julukan putri kerajaan tersebut kian dilekatkan pada anak.
Ini adalah sikap seksis yang mendukung keyakinan bahwa nilai perempuan terletak pada kemudaan, kecantikan dan seksualitas mereka dan bahwa mereka harus diselamatkan oleh seorang "ksatria berbaju zirah" atau bahwa mereka adalah makhluk yang tidak berdaya.