Saat Presiden Soeharto didesak mundur dan mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Presiden Habibie yang saat itu dilantik pada hari yang sama memberhentikan Prabowo dari jabatannya sebagai Panglima Kostrad.
Padahal Prabowo baru saja dilantik menjadi Panglima Kostrad pada 20 Maret 1998. Dilanjutkan pada 14 Juli 1998, Panglima ABRI membentuk sebuah Dewan Kehormatan Perwira yang memeriksa Prabowo dalam tujuh butir tuduhan; salah satunya adalah "sengaja melakukan kesalahan dalam analisis tugas".
Selama persidangan, Prabowo kerap diam karena berlindung sebagai seorang tawanan perang yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa. Sebagai seorang perwira tinggi militer, ia diadili berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer.
Dalam putusannya, DKP memutuskan ia bersalah melakukan tindak pidana "ketidakpatuhan" (pasal 103 KUHPM); "memerintahkan perampasan kemerdekaan orang lain" (pasal 55 (1) ke-2 KUHPM dan pasal 333 KUHP); dan penculikan (pasal 55 (1) ke-2 dan pasal 328 KUHP).
Awalnya Prabowo akan 'dipecat', tetapi mempertimbangkan dirinya sebagai menantu dari mantan presiden akhirnya menggunakan kata "pemberhentian dari dinas keprajuritan". Surat keputusan pemberhentiannya diterbitkan pada 21 Agustus 1998.
Itulah tadi foto jadul Prabowo Subianto, disebut mirip Al Ghazali saat muda. Karier di militernya memang sukses besar, tetapi di akhir kariernya Prabowo harus menghadapi sidang militer yang mengakhiri semuanya.