Popmama.com/Onic Metheany
Selain dukungan teknologi, edukasi menjadi kunci dalam program ini. Kopi Kenangan bersama Fakultas Pertanian Universitas Udayana menyelenggarakan pelatihan bagi 100 petani binaan.
Pelatihan ini mencakup cara budidaya ramah lingkungan, pengelolaan pascapanen, hingga strategi agar kopi Kintamani memenuhi standar internasional.
Pelatihan ini hadir sebagai respons nyata atas kasus tahun 2024, ketika ekspor kopi Kintamani ke Jepang ditolak akibat residu pestisida yang melebihi ambang batas. Dengan edukasi yang tepat, petani diharapkan bisa menjaga kualitas produknya sekaligus menghindari risiko serupa di masa depan.
Menurut Dr. i Made Sarjana, SP., M.Sc, Dosen Prodi Agribisnis FP Unud, Wakil Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Arabika Kintamani Bali, untuk menjaga kualitas kopi ada dua tantangan besar.
Pertama, ada di tingkat budidaya. Tantangan ini bukan hanya soal kopi, tapi juga terkait komunitas petani lainnya.
Kedua, petani sering enggan melakukan petik merah (red. biji kopi dengan kematangan sempurna) sesuai anjuran. Hal ini terjadi bukan hanya karena faktor harga, tetapi juga pola pemasaran.
"Sebagian petani menjual kopinya saat masih di pohon, dengan sistem yang disebut berbasan artinya hasil panen dibagi dengan orang yang memanen. Dalam sistem ini, pekerja biasanya berlomba memetik sebanyak-banyaknya, karena upah dihitung berdasarkan jumlah, bukan kualitas. Akibatnya, kuantitas lebih diutamakan daripada kualitas. Dari hasil diskusi di FBD yang dilakukan bersama petani, memang masih cukup sulit mengubah kebiasaan petani agar mau melakukan petik merah. Selain kendala teknis, juga ada tantangan dari sisi permintaan pasar dan stakeholder. Ini yang perlu kita cari solusinya," kata Sarjana dalam jumpa media peluncuran program CSR Sip for Sustainability Kopi Kenangan di Kintamani, Rabu, 1 Oktober 2025.
Ia berharap dengan adanya sertifikasi ini, kopi Arabika lokal bisa mendapat harga premium. Hal ini bisa menjadi motivasi bagi para petani untuk memperbaiki praktik budidaya, menerapkan petik merah, dan melaksanakan Good Agricultural Practices (GAP) dengan lebih baik.
Tidak berhenti pada petani aktif, program ini juga menyasar anak-anak petani. Selama tiga bulan, mereka diberi materi tentang pertanian berkelanjutan, inovasi agrikultur, dan pengembangan bisnis kopi.
Harapannya, regenerasi petani tidak terputus dan generasi muda punya bekal untuk melanjutkan serta mengembangkan warisan kopi Kintamani.