Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi perkawinan anak menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan dimana 1 dari 4 atau 23% anak perempuan menikah pada usia anak. Setiap tahun sekitar 340.000 anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun.
Pada 2017, persentase perkawinan anak sudah mencapai 25,17%. Jika dilihat dari sebaran wilayah, maka terdapat 23 provinsi yang memiliki angka perkawinan anak di atas angka nasional, papar Lenny.
Menanggapi fenomena perkawinan anak yang memprihatinkan tersebut, Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher mengingatkan bahwa masa aktif anggota DPR hanya tersisa 3 bulan, sehingga ia mendorong Pemerintah agar mempercepat sekaligus mengawal revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan mempertajam aspek-aspek filosofi, sosiologi, dan yuridis.
Lebih lanjut lagi, Hakim Yustisial Mahkamah Agung (MA) RI, Mardi Candra menegaskan bahwa Negara membutuhkan hakim-hakim progresif yang dapat mempersulit perkawinan anak dan tidak memberikan ruang bagi dispensasi perkawinan.
Lebih lanjut lagi, perkawinan anak dari segi agama menurut Perwakilan dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia, Nur Rofiah bahwa hukum mencegah pernikahan anak yang menimbulkan kemudlaratan dalam konteks perwujudkan kemaslahatan keluarga sakinah adalah wajib.
Sejauh ini, Pemerintah Pusat dan Daerah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka perkawinan anak.
Pada Desember 2018 telah dilakukan peluncuran “Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak” yang melibatkan Kementerian/Lembaga, lembaga masyarakat dan media.
Beberapa inisiatif daerah juga ditunjukkan, misalnya oleh Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat yang telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur bahwa anak perempuan yang telah “diboyong” tidak perlu menikah, tetapi dapat menunggu hingga mereka berusia 18 tahun atau telah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan baru mereka diperbolehkan menikah.
“Kami berharap hasil Seminar Nasional hari ini dapat mempercepat Pemerintah sebagai bentuk Negara hadir dalam merumuskan langkah-langkah konkrit demi menjamin pemenuhan hak anak untuk menghapus praktik perkawinan anak," tutup Lenny.
Ia juga menyampaikan penghargaan yang tinggi atas kontribusi dari semua pihak, khususnya kementerian atau lembaga, para penggiat, lembaga masyarakat dan media yang selalu memberikan dukungan komitmen atas upaya-upaya pencegahan perkawinan anak dalam mengawal Generasi Emas Berkualitas.