Bagaimana Aturan Pasal Pembagian Harta Gana-Gini setelah Bercerai?

Aturan pembagian harta gana-gini harus sesuai dengan aturan agama masing-masing

24 April 2024

Bagaimana Aturan Pasal Pembagian Harta Gana-Gini setelah Bercerai
Freepik/cookie_studio

Ketika pasangan bercerai, salah satu yang masih dipersoalkan adalah harta. Harta bersama selama pernikahan yang mereka jalani, ketika sudah bercerai, maka akan menjadi harta gana-gini. 

Gana-gini adalah istilah yang populer di kalangan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2001:330), istilah yang digunakan gana-gini secara hukum artinya harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga, sehingga menjadi hak berdua suami dan istri.  

Sering sekali dalam proses perceraian, harta gana-gini masih menjadi polemik terbesar karena merasa masing-masing mempunyai hak untuk mengklaim harta mereka selama menikah. 

Banyak yang dari awal pernikahan tidak memikirkan harta gana-gini karena akan menganggap hidup bersama selamanya. Namun, ketika sudah bercerai, mereka jadi tidak mengetahui apa-apa tentang harta gana-gini. 

Perlu diketahui bahwa ada hukum tentang bagaimana aturan dan pembagiannya untuk harta gana-gini. Untuk itu, simak rangkuman dari Popmama.com terkait pasal pembagian harta gana-gini setelah bercerai secara lebih detail. 

Kategori Harta Gana-Gini

Kategori Harta Gana-Gini
Pexels/Karolina Grabowska

Aturan mengenai pembagian harta gana-gini dalam hukum di Indonesia yang sesuai pasal 35 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Pasal tersebut menyatakan bahwa harta benda yang didapatkan bersama selama pernikahan merupakan harta bersama atau harta gana-gini.

Aturan tersebut juga didukung oleh yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1448K/Sip/1974, yang menyebutkan bahwa:

"Sejak berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sebagai hukum positif, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri."

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Harta Gana-Gini dibagi ke dalam tiga kategori, antara lain:

  1. Harta yang diperoleh selama perkawinan. Harta ini merupakan harta yang dikuasai bersama selama perkawinan.
  2. Harta bawaan, yaitu harta yang dibawa oleh masing-masing pihak sebelum proses perkawinan dilakukan. Harta ini dikuasai masing-masing pihak sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
  3. Harta perolehan, yaitu harta yang diperoleh dari hadiah atau warisan. Harta ini dikuasai oleh masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Editors' Pick

Pasal 37 UU Perkawinan, Pembagian Harta Berdasarkan Hukum Agama Masing-masing

Pasal 37 UU Perkawinan, Pembagian Harta Berdasarkan Hukum Agama Masing-masing
Pexels/Yan Krukau

Harta gana-gini atau harta bersama adalah harta yang diperoleh pasangan suami istri setelah pernikahan. Artinya harta itu milik kedua belah pihak, baik yang diperoleh oleh suami maupun istri. Harta gana-gini tidak menjadi persoalan apabila kedua belah pihak baik suami istri sudah membuat perjanjian pra nikah. Dengan tujuan untuk membagi harta mereka ketika nanti terjadi suatu konflik yang berhubung perceraian.

Harta gana-gini dalam pembagian harta antara mantan suami dan mantan istri pasca bercerai bisa diajukan ke pengadilan atau melalui notaris. Adanya notaris bisa membantu untuk mengurus akta pembagian harta. Aturan pembagian harta tersebut akan berbeda sesuai dengan hukum agama masing-masing.

Dalam UU Perkawinan yang disebutkan dalam pasal 37 mengatur sebagai berikut:

“Bila perkawinan putus karena perceraian, harta gono-gini diatur menurut hukumnya masing-masing.”

Yang dimaksud diatur hukumnya masing-masing adalah hukum agama serta adat dari kedua belah pihak. 

Pasal 128 KUHPerdata, Harta Bersama Dibagi Dua

Pasal 128 KUHPerdata, Harta Bersama Dibagi Dua
Pexels/cottonbro studio

Di dalam pasal 128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa:

“Setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu.”

Dalam pasal di atas mengatur terkait pembagian harta untuk dibagi dua antara istri dan suami atau jika memiliki ahli waris juga dibagi sama rata. Hal ini perlu adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan hukum yang mengatur. 

Pasal 129 KUHPerdata, Seluruh Kepunyaan Harta Benda Boleh Dituntut

Pasal 129 KUHPerdata, Seluruh Kepunyaan Harta Benda Boleh Dituntut
Pexels/Nitin Kumar

Bagi pasangan yang telah bercerai, antara satu sama lain boleh menuntut berbagai harta benda. Asalkan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah. Hal itu diatur dalam pasal 129 KUHPerdata yang berbunyi :

“Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata pencaharian salah seorang dari suami istri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat-surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal usul keturunan salah seorang dari suami istri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli.”

Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, Mengedepankan Cara Perdamaian

Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, Mengedepankan Cara Perdamaian
Pixabay/geralt

Dalam hal tuntunan agama Islam sebagaimana pedoman KHI Pasal 97 pembagian harta bersama pada kasus perceraian mengedepankan cara perdamaian atau musyawarah. 

Berdasarkan pandangan tersebut, sesungguhnya harta bersama bisa ditelusuri dalam hukum Islam, baik itu melalui konsep syirkah maupun berdasarkan kehendak hukum Islam itu.

Jika sebelum menikah sudah memiliki perjanjian perkawinan atau perjanjian pra-nikah yang mengatur mengenai pembagian harta gana-gini, maka penggunaan aturan di atas tidak dibutuhkan. Pengaturan harta gana-gini ini diakui secara hukum, termasuk dalam hal pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya. 

Itulah beberapa aturan pasal pembagian harta gana-gini setelah bercerai. Meskipun sudah bercerai tetap harus menjaga hubungan yang baik ya, Ma. 

Baca juga:

The Latest