Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
 Baru Jadi Ibu, Ini Parenting yang Harus Mama Tinggalkan di Tahun 2026
unsplash.com/@kellysikkema

Intinya sih...

  • Jangan jadikan AI sebagai parenting pribadi

  • Upload foto anak jadi alat pembenaran orang tua

  • Memberi jadwal anak yang terlalu padat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjadi Mama baru sering kali diiringi banyak nasihat, tren, dan standar pengasuhan yang terasa membingungkan. Nggak sedikit Mama yang akhirnya merasa tertekan untuk selalu melakukan segalanya dengan sempurna.

Dilansir dari Parents, memasuki tahun 2026, ada sejumlah pola parenting yang mulai dianggap kurang relevan dan justru menambah beban emosional orangtua, sehingga perlu ditinjau ulang demi kesehatan Mama dan tumbuh kembang Si Kecil.

Berikut Popmama.com rangkum mengenai parenting yang harus Mama tinggalkan di tahun 2026. Yuk simak bersama!

1. Jangan jadikan AI sebagai parenting pribadi

pexels.com/Andrea Piacquadio

Di tengah kesibukan dan rasa lelah yang kerap dirasakan sebagai Mama baru, wajar jika Mama mencari jawaban cepat atas berbagai kekhawatiran seputar pengasuhan. Namun, kebiasaan menjadikan AI sebagai rujukan utama parenting justru perlu mulai dikurangi.

Meski terdengar membantu, teknologi ini masih memiliki keterbatasan dan bisa memberikan informasi yang kurang akurat atau nggak sesuai dengan kondisi anak. Para ahli mengingatkan, AI sebaiknya diposisikan sebagai alat pencari informasi dasar, bukan pengganti peran tenaga profesional.

Untuk hal-hal yang menyangkut tumbuh kembang, kesehatan, atau emosi anak, berdiskusi langsung dengan dokter anak atau psikolog tetap menjadi langkah paling aman dan bijak bagi Mama dan si Kecil.

2. Upload foto anak jadi alat pembenaran orang tua

pexels.com/Pixabay

Belakangan, muncul tren membagikan foto anak dengan caption seolah menjadi pembelaan diri orangtua di masa depan. Sekilas terlihat manis, namun di baliknya tersimpan kecemasan orangtua akan dinilai gagal dalam mengasuh anak. Padahal, foto hanya merekam momen, bukan keseluruhan pengalaman dan perasaan anak.

Anak bisa saja terlihat bahagia di depan kamera, tetapi tetap menyimpan emosi yang nggak terlihat. Alih-alih mencari validasi publik, Mama perlu lebih fokus pada kondisi emosional anak yang sesungguhnya.

Nggak ada orangtua yang sempurna, dan proses mengasuh anak seharusnya menjadi ruang aman untuk belajar, bertanggung jawab, serta memperbaiki diri tanpa harus dipertontonkan di media sosial ya, Ma.

3. Memberi jadwal anak yang terlalu padat

pexels.com/cottonbro studio

Tanpa disadari, banyak orangtua mengisi hampir seluruh waktu anak dengan berbagai aktivitas, mulai dari les, olahraga, hingga tuntutan akademik sejak usia dini. Padahal, jadwal yang terlalu padat justru bisa membuat anak kelelahan secara fisik dan emosional.

Anak membutuhkan ruang kosong dalam kesehariannya untuk beristirahat, bermain bebas, dan belajar mengenali dirinya sendiri. Ketika setiap menit kegiatannya sudah diatur, anak cenderung belajar untuk terus tampil tanpa sempat mendengarkan kebutuhannya.

Memberi waktu luang bukan berarti menghambat perkembangan, melainkan membantu anak tumbuh lebih seimbang, tenang, dan siap menghadapi tantangan dengan caranya sendiri, Ma.

4. Nggak perlu terjebak pada label pola asuh

pexels.com/Leeloo The First

Banyaknya istilah parenting yang beredar justru sering membuat orangtua bingung. Gentle parenting kerap disalahartikan sebagai pola asuh tanpa aturan, padahal tetap mengutamakan batasan yang jelas dengan pendekatan yang hangat.

Sementara itu, FAFO parenting yang terdengar tegas bisa keliru dimaknai sebagai cara mendidik anak dengan hukuman. Daripada terpaku pada label, Mama lebih baik fokus pada kebutuhan anak, memberi arahan dengan empati, serta membantu anak belajar dari konsekuensi secara aman dan penuh dukungan, ya.

5. Pengasuhan anak yang sering dianggap menguras energi orangtua

unsplash

Bagi banyak orangtua, urusan pengasuhan anak bukan sekadar soal waktu, tetapi juga beban mental yang terus menumpuk. Tekanan membagi peran antara pekerjaan, keluarga, dan kebutuhan anak membuat banyak orangtua merasa kelelahan, bahkan kehilangan waktu istirahat.

Meski begitu, munculnya dukungan nyata seperti bantuan biaya pengasuhan dan akses child care yang lebih terjangkau memberi secercah harapan. Walau belum semua orangtua bisa merasakannya, perubahan ini menjadi pengingat bahwa pengasuhan anak seharusnya nggak dijalani sendirian, melainkan dengan sistem yang lebih peduli dan mendukung, Ma.

Menjadi Mama baru memang penuh tantangan, dan nggak ada pola asuh yang benar-benar sempurna. Yang terpenting, Mama mau terus belajar, mendengarkan kebutuhan anak, sekaligus menjaga diri sendiri.

Memasuki tahun 2026, semoga Mama bisa lebih percaya pada intuisi, melepaskan tekanan yang dirasa nggak perlu, dan menjalani peran sebagai Mama dengan lebih tenang, hangat, serta penuh makna.

Semoga informasi ini bermanfaat, ya!

Editorial Team