Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
ibu wagini.jpg
Kitabisa.com/Bima Bintoro

Intinya sih...

  • Ibu bidan Wagini menolong persalinan di tengah banjir besar di Aceh

  • Wagini memasang infus dengan keyakinan penuh bahwa Tuhan akan menolong

  • Setelah persalinan selesai, Wagini bertahan di tengah gelap dan takut dengan dukungan suami yang selalu menguatkan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bencana sering kali menyisakan ketakutan, kehilangan, dan ketidakpastian. Namun di balik air yang meluap dan jalan yang terputus, selalu ada cerita tentang manusia yang memilih tetap peduli. Di Desa Seni Antara, Aceh, kisah itu datang dari seorang perempuan sederhana yang menjalani perannya dengan penuh keyakinan.

Di saat banyak orang berjuang menyelamatkan diri, Ibu bidan Wagini justru melangkah ke arah sebaliknya. Dengan tubuh basah oleh air banjir dan hati yang penuh doa, ia menolong seorang ibu melahirkan di rumah warga.

Tanpa fasilitas memadai, tanpa jaringan komunikasi, ia percaya satu hal, Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang sedang menolong sesama.

Berikut ini Popmama.com ulas mengenai keteguhan Wagini, bidan yang membantu proses melahirkan di tengah bencana banjir besar di Aceh.

Dari Pagi hingga Pukul Empat Sore, Penantian yang Berujung Kelahiran

Kitabisa.com/Bima Bintoro

Pagi hari itu, Bidan Wagini pertama kali mendatangi rumah pasien. Saat diperiksa, kondisi persalinan masih berada di pembukaan empat. Ibu hamil tersebut bahkan masih bisa berjalan, tanda bahwa proses kelahiran anak pertamanya masih membutuhkan waktu.

Wagini sempat memperkirakan bahwa pembukaan lengkap kemungkinan baru akan terjadi sekitar pukul empat sore. Dengan pertimbangan itu, ia memilih kembali ke rumah lebih dulu, bukan karena ragu, melainkan karena memikirkan kondisi keluarga dan situasi banjir yang terus memburuk.

Benar saja, menjelang pukul empat sore, keluarga pasien kembali menjemputnya. Untuk kedua kalinya hari itu, Wagini berangkat menembus banjir. Jaraknya memang tak sampai satu kilometer, tetapi harus melewati arus sungai yang deras. Warga laki-laki desa memegangi tubuhnya agar tetap aman.

Saat tiba, pakaiannya sudah basah kuyup. Namun waktu tak memberi ruang untuk lelah. Persalinan harus segera dibantu.

Memasang Infus dengan Keyakinan Penuh saat Ia Yakin Tuhan Akan Menolong

Dok. Istimewa

Sekitar pukul empat sore, di rumah warga, Ibu Wagini mengambil keputusan penting. Ia yakin persalinan tidak mungkin lagi ditunda atau dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

“Saya percaya. Saya yakin saja, mudah-mudahan Allah akan bantu,” ujarnya.

Sebagai tindakan awal, ia memasang infus untuk menjaga kondisi ibu tetap stabil. Dalam keyakinannya, apalagi di tengah bencana, Tuhan akan mempermudah sesuatu yang memang sudah sewajarnya terjadi.

Tak lama setelah infus terpasang, pemeriksaan ulang dilakukan. Pembukaan sudah lengkap. Proses persalinan pun berlangsung cepat, tidak sampai setengah jam hingga satu jam, bayi lahir dengan posisi normal. Tidak ditemukan komplikasi berat. Hanya terdapat luka perineum derajat satu hingga dua, kondisi yang menurutnya masih wajar dan biasa ia tangani.

“Alhamdulillah aman,” katanya. Baginya, momen itu kembali menegaskan satu hal: pada saat kesulitan, pasti ada kemudahan.

Bertahan di Tengah Gelap saat Hati Terbelah Antara Takut dan Tanggung Jawab

Kitabisa.com/Bima Bintoro

Setelah persalinan selesai, malam pun turun. Gelap, sepi, dan tanpa jaringan komunikasi. Ibu Wagini memilih tidak langsung pulang. Ia takut meninggalkan ibu dan bayi terlalu cepat, tetapi di sisi lain, ia juga memikirkan keselamatannya sendiri.

Ia meminta bantuan rekan bidan yang rumahnya berdekatan untuk memantau kondisi ibu dan bayi selama dua jam pertama. Ia sendiri tetap berjaga, menunggu dengan perasaan yang tak mudah dijelaskan.

“Saya terbelah-belah,” katanya jujur.

Di tengah rasa takut, ia tetap bertahan. Keyakinannya satu, pada saat kesulitan, pasti ada kemudahan.

Di Balik Ketangguhannya, Ada Dukungan Suami yang Selalu Menguatkan

Kitabisa.com/Bima Bintoro

Di balik keberanian Wagini, ada sosok yang selalu menopang langkahnya: suaminya. Dukungan itu menjadi sumber ketenangan, terutama saat ia harus mengambil keputusan besar di tengah bencana.

“Ada suami, dia selalu mendukung,” ucapnya.

Sejak awal, sang suami tak pernah menghalangi niatnya menolong sesama. Dalam kondisi hidup yang sederhana, mereka berpegang pada nilai yang sama, bahwa selama masih bisa memberi, mereka akan terus memberi.

Ketika suaminya berada di rumah, Wagini merasa lebih damai. Ia tahu, ada seseorang yang menjaga dari belakang, membiarkannya berdiri di depan untuk menolong orang lain.

Di tengah banjir, kegelapan, dan ketidakpastian, Ibu Wagini membuktikan bahwa keberanian lahir dari keyakinan, ilmu, dan kasih yang tulus. Seperti yang ia yakini sejak awal, Tuhan selalu hadir, terutama saat manusia saling menolong.

Editorial Team