Kasus lain yang sering muncul adalah ketika perempuan yang berzina ternyata masih memiliki suami sah. Dalam situasi ini, anak yang lahir tidak disandarkan kepada ayah biologis, melainkan kepada suami sahnya. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
“Anak itu dinasabkan kepada suami sahnya, sedangkan laki-laki yang berselingkuh dengan wanita tadi tidak mendapatkan apa-apa atau hanya mendapatkan batu saja.” (HR. Bukhari)
Artinya, pernikahan sah lebih kuat posisinya dalam menentukan nasab anak. Sementara laki-laki yang berzina tidak memiliki kedudukan apa pun terhadap anak tersebut.
Dengan demikian, perempuan yang hamil di luar nikah tidak serta-merta harus menunggu melahirkan untuk menikah kembali, karena hukum yang berlaku sangat tergantung pada mazhab yang dianut.
Namun, jelas bahwa anak yang lahir tetap memiliki aturan khusus dalam fiqih Islam.
Jadi, perlukah menikah lagi setelah melahirkan jika hamil di luar nikah? Jawabannya tergantung mazhab. Ada yang membolehkan langsung, ada yang melarang hingga perempuan melahirkan.
Setiap mazhab memiliki pandangan berbeda, mulai dari yang membolehkan dengan syarat tertentu hingga yang melarang sampai perempuan melahirkan.
Ustaz Farhan Mauludi menjelaskan, perbedaan ini juga berpengaruh pada status hukum anak yang lahir.
Dengan memahami pendapat mazhab, Mama bisa melihat persoalan ini lebih jernih dan sesuai tuntunan agama.