Dilansir dari penelitian Yale School of Medicine, lebih dari 90% keguguran yang sebelumnya tidak diketahui penyebabnya dapat dijelaskan melalui temuan kelainan plasenta.
Misalnya, 86,2% keguguran menunjukkan adanya dysmorphic chorionic villi, penanda adanya gangguan perkembangan atau kelainan genetik. Pada kasus stillbirth, 33,9% di antaranya disebabkan oleh plasenta yang terlalu kecil untuk usia kehamilan.
Pada jurnal Scientific Archives juga menguatkan temuan ini dengan menunjukkan bahwa infeksi plasenta, gangguan aliran darah, hingga abrupsio sering menjadi penyebab keguguran trimester kedua.
Kelainan-kelainan ini mengganggu fungsi vital plasenta sebagai pemberi oksigen dan nutrisi, sehingga janin tidak dapat bertahan.
Temuan-temuan tersebut menegaskan bahwa kelainan plasenta adalah faktor utama yang berperan dalam peningkatan risiko keguguran.
Kelainan plasenta merupakan penyebab yang sangat sering ditemukan pada keguguran, baik di trimester awal maupun kedua.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan perkembangan, infeksi, dan masalah aliran darah pada plasenta menjadi faktor besar yang memicu keguguran.
Mengetahui penyebab ini membantu Mama memahami kondisi secara medis sekaligus mempersiapkan langkah pencegahan pada kehamilan berikutnya.