Tes diagnosis atau tes kromosom dengan pemeriksaan awal pada umumnya sudah bisa dilakukan di usia kehamilan 11-20 minggu.
Dengan mengetahui kemungkinan ada atau tidak adanya kelainan kromosom pada bayi di dalam kandungan, tes ini akan memberi calon orangtua waktu untuk mempersiapkan kelahiran bayi dengan kondisi berkebutuhan khusus.
Tes diagnosis, tes kromosom atau skrining yang dapat ibu hamil lakukan adalah pemeriksaan USG, tes darah, atau kombinasi keduanya.
Pemeriksaan ultrasound atau USG dapat mendeteksi adanya kelainan fisik, seperti spina bifida.
Sedangkan tes darah dapat membantu menemukan risiko kelainan bawaan, seperti anemia sel sabit.
Kombinasi kedua tes tersebut dapat membantu menemukan adanya risiko kelainan kromosom, salah satunya seperti Down Syndrome.
Setelah pemeriksaan awal, terdapat beberapa alternatif tes diagnosis untuk memastikan apakah bayi berpotensi mengalami kelainan tertentu, antara lain:
Amniosentesis adalah pemeriksaan kelainan kromosom bayi dengan pengambilan sampel cairan ketuban. Pemeriksaan yang dilakukan saat usia kehamilan sekitar 16-20 minggu ini memiliki tingkat keakuratan 99 persen dalam mendeteksi hampir semua jenis kelainan kromosom, seperti sindrom Down dan sindrom Turner.
Dengan mendeteksi kadar alpha-fetoprotein (AFP) di dalam cairan ketuban, dapat juga diketahui keberadaan cacat tabung saraf pada bayi. Amniosentesis yang dilakukan pada trimester kedua, membawa sedikit risiko keguguran, yakni sekitar 0,6%.
Risiko ini akan lebih tinggi terjadi, jika amniosentesis dilakukan sebelum 15 minggu kehamilan (trimester pertama).
- Chorionic villus sampling (CVS)
Chorionic villus merupakan bagian dari plasenta di mana terdapat perbatasan antara jaringan pembuluh darah ibu dan janin. Komposisi genetika yang terdapat di sel-sel chorionic villus sama dengan komposisi genetika sel-sel janin.
CVS adalah tes yang dapat menemukan masalah tertentu pada janin mama, hal ini termasuk penyakit pada kelainan genetik dan kelainan kromosom.
Biasanya, tes ini dilakukan pada awal kehamilan, yakni minggu ke-10 dan ke-12. CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel chorionic villus yang identik dengan sel-sel bayi melalui jarum khusus.
Prosedur ini dilakukan dengan bantuan USG.
Tes ini biasanya memberikan hasil yang lebih cepat, sehingga memberi ibu hamil ebih banyak waktu untuk membuat keputusan tentang kehamilan atau rencana Anda untuk masa depan.
CVS membawa risiko keguguran, yaitu hilangnya kehamilan dalam 23 minggu pertama. Risiko keguguran ini diperkirakan sekitar 1% hingga 2%.
- Fetal blood sampling (FBS)
Fetal blood sampling (FBS) adalah tes untuk mendeteksi kelainan kromosom atau genetika ini dilakukan dengan mengambil sampel darah bayi langsung dari tali pusar atau janin.
FBS juga dilakukan untuk memeriksa keberadaan infeksi pada janin, anemia, dan kadar oksigen darah janin.
Pemeriksaan penunjang di atas umumnya memiliki 0,5–2 persen kemungkinan keguguran. Oleh karena itu, tes-tes tersebut hanya dianjurkan bagi wanita hamil yang berisiko tinggi, yaitu:
- Pernah memiliki anak dengan kelainan kromosom atau kelainan genetik,
- ibu hamil berusia 35 tahun ke atas,
- perempuan yang memiliki riwayat anggota keluarga dengan kelainan bawaan.
Selain pemeriksaan di atas, terdapat satu jenis pemeriksaan skrining yang noninvasif dan lebih aman dengan USG yaitu pemeriksaan nuchal translucency.
Pemeriksaan ini tidak dapat memastikan diagnosis seperti pada pemeriksaan genetik di atas, namun dapat menentukan apakah janin berisiko tinggi menderita Down Syndrome atau tidak.
Baca juga: Tes NIPT, Pilihan Aura Kasih untuk Mengetahui Kelainan Kromosom Janin