Statistik menunjukkan bahwa perempuan memiliki risiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga dari suaminya selama kehamilan, serta hingga satu bulan setelah melahirkan. Ini juga dikenal sebagai kekerasan pasangan intim. Mama mungkin mengalami kekerasan ini untuk pertama kalinya, atau mungkin bertambah parah saat Mama hamil.
Sebagian orang masih berpandangan bahwa laki-laki adalah 'kepala rumah tangga' dan karenanya harus mengendalikan rumah dan hubungan. Mereka sering melihat peran perempuan sebagai pasif, dan bersedia untuk tersedia secara fisik dan emosional saat ia menginginkannya. Laki-laki dengan pandangan terbatas ini lebih mungkin melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Laki-laki yang terlibat dalam kekerasan dalam rumah tangga mungkin merasa kesal karena pasangannya yang hamil:
- kurang mampu berkontribusi pada pekerjaan rumah tangga,
- tidak dapat bersosialisasi sesering biasanya,
- tidak tersedia secara seksual atau emosional bagi mereka.
Hal ini dapat memicu respons yang menyebabkan mereka menunjukkan perilaku yang lebih mengontrol dan kasar.
Perempuan muda dan perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak direncanakan sering kali rentan secara emosional dan ekonomi serta lebih berisiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan yang pernah mengalami pelecehan seksual dari suami juga berisiko lebih besar mengalami pelecehan selama kehamilan.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak pernah baik dan selalu berbahaya. Kekerasan dalam rumah tangga terkait dengan beberapa jenis bahaya, baik bagi ibu hamil maupun janin. Ini termasuk:
- berat badan lahir rendah,
- keguguran atau persalinan prematur,
- gangguan dan cedera pada janin,
- depresi, kecemasan, dan stres yang dialami ibu selama kehamilan yang dapat memengaruhi kesehatan mental anak di kemudian hari.
Itu penjelasan soal penelitian KDRT saat hamil berpotensi memengaruhi perkembangan otak janin. Bila Mama mengalaminya, jangan ragu untuk mencari bantuan demi Mama dan si Kecil, ya!
Semoga informasi di atas bisa membantu, Ma!