Kehamilan Tidak Direncanakan Tapi Pasangan Tidak Menginginkannya
Harus bagaimana jika sudah terlanjur hamil, tapi suami tidak menginginkan ada bayi di rumah
4 Desember 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bagaimana jika kamu sangat menginginkan punya anak sementara pasangan kamu belum ingin atau masih ragu-ragu? Seorang psikoanalis membagikan kata-kata bijaknya.
Mungkin kamu tidak pernah berbicara apa yang menjadi keinginan kamu termasuk tentang ingin memiliki bayi dari pasangan yang kamu cintai.
Kamu mungkin sudah merencanakan di usia berapa kamu menikah dan memiliki anak. "Aku ingin menikah di usia 23 tahun dan memiliki anak di usia 25 tahun."
Tetapi sekarang setelah menikah ternyata pasangan kamu tidak menginginkan bayi berada di dalam sebuah pernikahan.
1. Kehamilan yang tidak direncanakan mengurangi keharmonisan
Kisah ini diangkat di Reddit Mei 2019. Seorang member berusia 30 tahun dan pasangannya berusia 29 tahun telah kenal selama sembilan bulan dan mereka telah hidup bersama selama tiga bulan. Namun, mereka melakukan hubungan seks tanpa kondom saat sang perempuan berovulasi, lalu kemudian terjadilah kehamilan yang tidak direncanakan.
"Dia tidak bahagia dan terus mengatakan bahwa dia tidak siap untuk menjadi seorang Papa, dan dia tidak ingin ada yang berubah di antara saya dan dirinya. Pada dasarnya ini akan merusak apa yang kita miliki," kata pemilik akun aed89.
"Dia sama sekali tidak mengira hal itu akan terjadi (kehamilan) dan dia tampak kaget, seperti aku."
Di masa-masa seperti ini akan timbul pertanyaan, "mengapa saya bodoh, mengapa saya mengalami ini, mengapa harus ada kehamilan, apakah semuanya akan berubah?"
Segera setelah mengetahui hasil tes kehamilannya, aed89 tahu dia ingin memiliki bayi itu, tetapi pasangannya tidak menginginkannya “Memaksakan memiliki bayi pada pria ini yang saya cintai tapi dia tidak menginginkannya.”
Perempuan membutuhkan dukungan selama masa kehamilan
Akan ada di mana seorang perempuan yang terjebak dalam posisi ini akan kebingungan. Apakah ia harus melanjutkan kehamilannya, atau dia mengambil jalan lain?
Namun, bukan tidak ada pilihan. Ia justru memilih untuk menjaga kehamilannya.
"Pada akhirnya itu adalah keputusan saya, dan saya pikir jika saya mengakhiri kehamilan ini, saya akan menyesal dan membencinya. Jika saya memilikinya, dia (pasangan saya) akan membenci saya dan anak yang tengah saya kandung. Saya merasa sangat tidak bertanggung jawab dan kewalahan. ”
Jadi apa yang harus dilakukan aed89? Kami berbicara dengan Austin E. Galvin, CSW, seorang psikoanalis yang berbasis di New York, tentang situasi rumit ini.
Editors' Pick
2. Apa kata psikoanalis?
Menurut Galvin, "Ambivalensi tentang membuat lompatan menjadi orangtua adalah sangat umum. Kekhawatiran seperti keuangan dan ukuran rumah biasanya bukan masalah inti."
Masih banyak lagi hal palsu yang sering jadi alasan.
"Kurangnya waktu, kurangnya uang, dan hambatan eksternal lainnya hampir selalu merupakan resistensi palsu," kata Galvin.
Karena itu, Galvin menyarankan agar orang yang menyuarakan keprihatinan perlu menerobos ke pemahaman tentang perlawanan internal yang nyata.
Galvin merekomendasikan bahwa pasangan yang resisten membutuhkan suara hatinya tersampaikan pada orang lain yang memiliki pemikiran objektif. Seperti seorang terapis atau teman yang tidak menghakimi, yang akan menawarkan wawasan dan saran yang berharga.