Perkawinan anak merupakan praktik melanggar hak anak dan dapat mengancam masa depan. Bahkan, perkawinan ini juga melanggar Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu pasal 7 ayat 1.
Dalam aturan ini, batas minimal umur perkawinan bagi perempuan dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan laki-laki, yaitu 19 tahun.
Bagi Mama yang belum tahu, perkawinan anak ternyata juga menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, pun pernah menjelaskan alasannya.
Saat masih menjadi Menteri PPPA, Bintang mengatakan kalau perempuan dan laki-laki usia anak yang melakukan pernikahan sebenarnya belum matang secara psikologis. Pengetahuan dan pemahaman mereka tentang kehamilan dan pola asuh anak juga belum mumpuni.
"Demikian pula secara fisik, organ reproduksinya belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin," ujar Bintang dalam webinar bertajuk Cegah Stunting untuk Generasi Emas Indonesia bersama Megawati Soekarnoputri, Kamis (17/3/2022).
Di sisi lain, pernikahan yang dilakukan oleh pasangan di bawah umur juga belum didukung oleh kemampuan finansial mapan yang dapat menentukan asupan gizi terbaik untuk anak.
Selain karena hal tersebut, ternyata masih ada alasan lain yang menghubungkan antara masalah stunting dengan perkawinan anak.
Perlu diketahui, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usianya 21 tahun. Apabila mereka sudah menikah di usia remaja seperti 15 atau 16 tahun, maka tubuh ibu hamil yang melakukan pernikahan dini akan berebut gizi dengan bayi di kandungannya sendiri.
Bila nutrisi ibu hamil tak mencukupi selama kehamilan, alhasil bayi yang akan lahir nanti memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) dan berisiko terkena stunting.
Selain dapat menyebabkan stunting, perkawinan usia anak juga berdampak pada angka perceraian yang meningkat, tingginya angka putus sekolah yang berpengaruh pada buruknya kualitas sumber daya manusia (SDM), bertambahnya angka kemiskinan karena pendidikan terbatas serta meningkatnya angka KDRT yang mana korbannya lebih banyak perempuan dan anak.