Oleh karena itu, selagi ayahnya masih ada, bayi berhak untuk dibesarkan oleh ayahnya. Namun, hal ini berbeda jika karena alasan tertentu dan/atau aturan hukum, ayahnya tersebut tidak dapat menjamin tumbuh kembang bayi atau bayi dalam keadaan terlantar. Bila ini terjadi, bayi berhak diasuh oleh orang lain. Intinya adalah pemisahan tersebut dilakukan semata-mata demi kepentingan anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Hal ini diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 14 UU Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Jika bayi karena alasan suatu hal tidak dapat diasuh oleh ayahnya, maka untuk kepentingan si bayi, yang berhak mengasuh kemudian adalah keluarganya.
Hal ini juga diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang berbunyi:
(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud keluarga menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Anak adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.