Emosi anak tidak berkembang secara tiba-tiba, tapi mengikuti pola sesuai usianya. Dengan memahami tahapannya, Mama bisa mendukung perkembangan emosi si Kecil dengan baik.
Di tahap awal usia, anak umumnya mengekspresikan kebutuhannya melalui tangisan. Orangtua juga akan mulai melihat ia tersenyum dan menatap wajah orang di sekitarnya. Selain itu, ia memiliki cara alami untuk menenangkan diri, seperti mengisap jari atau dot.
Memasuki usia ini, anak mulai menunjukkan tangisan yang berbeda tergantung situasinya, seperti saat merasa lapar, kelelahan, atau tidak nyaman. Ia pun sudah bisa membalas senyum dari orangtua atau orang lain. Di usia sekitar 4 bulan, anak mulai mengeluarkan suara-suara sebagai bentuk awal komunikasi.
Pada fase ini, anak sudah dapat mengenali wajah orang-orang yang sering bersamanya. Ia mulai memperhatikan dan merespons ekspresi emosi dari orang lain di sekitarnya. Tak jarang, anak juga sudah mulai tertarik melihat bayangan dirinya di cermin.
Rasa takut terhadap orang asing atau lingkungan baru bisa mulai muncul di usia ini. Anak juga mulai menunjukkan preferensi pada benda tertentu dan cenderung hanya ingin bermain dengan mainan favoritnya saja.
Ketika anak menginjak usia satu tahun, ia mulai menikmati bermain sendiri maupun bersama orang yang sudah dikenalnya. Permainan interaktif sederhana seperti cilukba biasanya sangat disukainya karena bisa merespons dan berinteraksi secara aktif.
Di usia dua tahun, tantrum menjadi hal yang sering terjadi karena anak belum mampu menyampaikan keinginannya dengan kata-kata. Ia juga mulai bermain di dekat anak-anak lain, meski belum sepenuhnya berinteraksi secara langsung, ini disebut dengan parallel play.
Memasuki usia prasekolah, anak mulai menunjukkan berbagai emosi yang lebih kompleks seperti rasa sedih, cemburu, hingga takut kehilangan. Meski tantrum masih bisa terjadi, tapi biasanya mulai berkurang dibandingkan saat ia berusia dua tahun.